Thursday, June 30, 2011

IMPLEMENTASI PENGGUNAAN DANA BOS PASCA PERATURAN PEMERINTAH NO 37 TAHUN 2011 DI SMP NEGERI 2 KARTASURA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu indikator kemajuan pembangunan suatu bangsa adalah tingkat capaian pembangunan Sumber Daya Manusianya, bahkan pendidikan menjadi domain utama bagi setiap negara yang ingin maju dan ingin menguasai teknologi. Setiap negara mempunyai kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsanya tanpa terkecuali, Pemerintah Indonesia dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 31 ayat (1) telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Upaya untuk melaksanakan amanat tersebut Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar hukum penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia .
Visi Pendidikan Nasional adalah untuk mewujudkan sistem pendidikan yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab segala tantangan zaman yang sealu berubah. Adapun langkah-langkah kebijakan yangdiambil Pemerintah dalam mewujudkan visi tersebut antara lain;
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia,
2. Meningkatkan mutu pendidikan yang mempunyai daya saing tingkat nasional, regional maupun internasional,
3. Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global,
4. Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan,
5. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Searah dengan tujuan pendidikan nasional, pemerintah telah melakukan langkah-langkah reformasi atau menyempurnakan sistem pendidikan yang meliputi : (1) Penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, dimana dalam proses tersebut harus ada pendidikan yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan sertamengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik sehingga terjadi pergeseran paradigma proses pendidikan dari paradigma pengajaran ke- paradigma pembelajaran, Paradigma pengajaran yang menitikberatkan peran pendidik dalam menstranformasi pengetahuan bergeser ke-paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya, (2) Perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdya pembangunan menjadi paradigma manusia sebagai subyek pembangunan secara utuh.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita pendidikan nasional, sampaisaat ini Pemerintah masih dihadapakan dengan berbagai permasalahan,baik permasalahan yang bersifat internal maupun eksternal, sepertitingkat kualitas pendidik yang belum memenuhi standar mutu, sarana-prasarana sekolah yang masih kurang memadai serta terbatasnyaanggaran pendidikan yang disediakan oleh pemerintah, selain faktorinternal tantangan yang paling berat bagi bangsa Indonesia pada eraglobalisasi pada abat ke- 21 ini adalah bagaimana menyiapkan Sumber
Daya Manusia yang cerdas, unggul dan berdaya saing. Hanya denganbermodalkan manusia yang cerdas, unggul dan berdaya saing suatubangsa akan mampu bermitra dan berkompetisi pada tataran global Meskipun demikian Pemerintah secara terus menerus melakukan upaya, antara lain melalui penanganan penuntasan terhadap Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Kebijakan pembangunan bidang pendidikan dalam kurun waktu 2004 - 2009 diprioritaskan pada peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dasar yang lebih berkualitas memalui
Peningkatan Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini dirasakan kurang dapat menjangkau layanan pendidikan dasar. Kebijakan ini dilakukan dikarenakan bersamaan dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak beberapa tahun terakhir ini yang diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok lainnya yang berkorelasi negatif terhadap kemampuan daya beli masyarakat kurang mampu / miskin, sehingga kondisi semacam ini akan dapat menghambat upaya Penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, hal ini jugakebutuhan bahan pokok lainnya yang berkorelasi negatif terhadap
Faktor adalah dana Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) selamaini belum pernah diterima dan dilakukan oleh sekolah, hal inidiibaratkan sekolah ibarat menerima “durian runtuh” meskipun telahdilakukan sosialisasi tetap saja sekolah mengalami kesulitan dalammenyusun laporan pertanggungjawaban dan penggunaan dana BOSdirasakan belum efektif, seperti ditunjukkan besaran dana BOSdipakai untuk membayar guru tidak tetap pada hal pembayaran gurubantu menggunankan anggaran Pemerintah Daerah atau alokasi dariAnggaran Pendapatan dan Belanaja Daerah (Wawasan, 20 Juni 2007 )
Kelemahan lain pelaksanaan program BOS adalah secara konseptual BOS diberikan kepada siswa/siswi tidak mampu atau masyarakat miskin, tetapi kenyataan dilapangan belum sepenuhnyasiswa/siswi miskin/tidak mampu mendapatkan layanan pendidikan secara memadai. Sehingga hal ini sangat bertentangan dengan konsep program bantuan BOS sehingga perlu diluruskan. Permasalahan lain adalah penggunaan dana BOS oleh sekolah yang selama ini tidak pernah melakukan musyawarah dengan orang tua/wali termasuk dalam hal ini penyusunan RAPBS, sebaliknya orang tua murid /wali diundang oleh sekolah untuk berpartisipasi memberikan bantuan kekuarangan anggaran sekolah yang sudah di tetapkan oleh sekolah.
Ketertarikan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan BOS adalah dana BOS tersebut tidak diberikan langsung kepada siswa akan tetapi diterima dan dikelola oleh sekolah dan program BOS belum pernah dievaluasi, baik oleh lembaga sekolah maupun lembaga lain sehingga sampai saat ini belum mengatahui seberapa manfaat dan cakupan, pemertaan BOS bagi siswa/siswi miskin atau kurang mampu. Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat efektivitas capaian sasaran program BOS di Kota Semarang sekiranya perlu dilakukan kajian melalui evaluasi program.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian mengenai latar belakang masalah, maka penelitian ini dapat dirumuskan masalah dalam penelitin ini adalah :
1. Seberapa besar cakupan dana BOS dalam rangka meningkatkan akses pendidikan bagi siswa/siswi keluaraga miskin dan tidak mampu bagi SMP Negeri ?
2. Bagaimanakah dampak pelaksanaan program BOS terhadap sekolah maupun masyarakat di Kota Sukoharjo?
3. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan program BOS?


C. Tujuan Bahasan
Adapun tujuan umum penelitian pelaksanaan program BOS untuk SMP Negeri adalah untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan pelaksanaan program BOS, sedangkan tujuan khusus adalah untuk :
1. Mengetahui seberapa besar cakupan dana BOS dalam rangka meningkatkan akses pendidikan bagi siswa/siswi keluaraga miskin atau tidak mampu;
2. Mengetahui seberapa besar dampak pelaksanaan program BOS terhadap sekolah maupun masyarakat di Kota Sukoharjo
3. Seberapa besar BOS untuk dapat memperluas Akses pendidkan bagi masyarakat miskin / tidak mampu SMP Negeri

D. Metode Penulisan Laporan
Pelaksanaan penelitian ini akan menggunakan metode atau pendekatan deskriptif kualitatif, karena tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dan menggambarkan apa adanya mengenai suatu variabel, gejala, keadaan atau fenomena sosial tertentu. Dalam hal ini guna menganalisis data yang diperoleh secara mendalam dan menyeluruh, dengan harapan dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan pelaksanaan Program BOS, faktor pendukung dan faktor penghambat serta dampaknya terhadap angka partisipasi yang telah memperoleh layanan BOS.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian akan menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Observasi atau pengamatan
Pengumpulan data penelitian ini akan dilakukan melalui kegiatan observasi atau pengamatan langsung terhadap obyek analisis untuk menggali aspek-aspek yang relevan dan penting sebagai dasar analisis dan interpretasi yang akan dilakukan.
2. Wawancara
Penelitian ini agar dapat memperoleh data yang valid atau akurat disamping observasi, pengumpulan data akan dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dimaksudkan untuk memperoleh data kualitatif serta beberapa keterangan atau informasi dari informan.
3. Dokumentasi
Penggunaan dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen resmi dari Lembaga/Organisasi yang telah melaksanakan Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selaku pihak yang telahpenerima dana bantuan BOS sebagai bukti-bukti fisik dari kegiatanyang telah diselenggarakan.


BAB II
DESKRIPSI TENTANG IMPLEMENTASI PENGGUNAAN
DANA BOS PASCA PERATURAN PEMERINTAH
NO 37 TAHUN 2011
A. Isu Pokok Implementasi Penggunaan Dana Bos Pasca Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2011
Program BOS dilatarbelakangi adanya kebijakan Pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan telah merelokasikan sebagian besar anggaran yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat miskin akibat dampak dari kenaikan bahan bakar minyak. Ada 4 (empat) sektor alokasi anggaran subsidi bahan baker minyak antara lain untuk :
a. Bidang pendidikan
b. Bidang kesehatan
c. Bantuan infrastruktur pedesaan
d. Subsidi Langsung Tunai ( SLT)
Untuk bidang pendidikan konsep Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) untuk SD dan SMP yang semula program Bantuan Khusus Murid (BKM) yang langsung diberikan kepada siswa/murid miskin yang telah diseleksi oleh sekolah sesuai alokasi anggaran yang diterima, program tersebut telah diubah menjadi Program Bantuan Opersional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan. Besarnya dana untuk tiap tiap sekolah ditetatapkan berdasarkan jumlah murid. Untuk menyamakan persepsi dan kesamaan pemahaman BOS secara singkat kita uraikan terlebih dahulu mengena definisi Biaya Pendidikan dan terminologi program BOS. Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap siswa tiap tahun, sehingga mampu menunjangproses belajar mengajar sesuai dengan standarpelayanan yang telah ditetapkan.
Dari carapenggunaannya, BSP dibedakan menjadi BSP Investasidan BSP Operasional. BSP Investasi adalah biaya yangdikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untukpembiayaan sumberdaya yang tidak habis pakai dalamwaktu lebih dari satu tahun, seperti pengadaan tanah,bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alatkantor. Sedangkan BSP Operasional adalah biaya yangdikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumber daya pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. BSP Operasional mencakup biaya personil dan biaya non personil.
B. Isu_Isu Strategis Implementasi Penggunaan Dana Bos Pasca Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2011
Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan Jam Mengajar (KJM) , Guru tidak tetap (GTT), Pegawai tidak tetap (PTT), uang lembur) dan pengembangan profesi guru (Pendidikan dan Latihan Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), dan lain-lain. Biaya non personil adalah biaya untuk penunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), evaluasi/penilaian, perawatan/pemeliharaan, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan, rumah tangga sekolah dan supervise. Selain dari biaya-biaya tersebut, masih terdapat jenis biaya operasional yang ditanggung oleh peserta didik, misalnya biaya transportasi, konsumsi, seragam, alat tulis, kesehatan, rekreasi dan sebagainya.
Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mencakup dua komponen yaitu biaya operasional dan biaya non personil, oleh karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Namun perlu ditegaskan bahwa prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena keterbatasan dana BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.


C. Analisis Implementasi Penggunaan Dana Bos Pasca Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2011
Adapun dasar hukum pelaksanaan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah sebagai berikut :
a. Amanat Undang Undang Dasar 1945 (Pembukaan, alinea ke-4) : Salah satu tujuan kemerdekaan adalah “ ..... mencerdaskan kehidupan bangsa”.
b. Pasal 28 B (ayat 2) Amandemen Undang Undang Dasar 1945 : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
c. Pasal 28 C (ayat 2) Amandemen Undang Undang Dasar 1945 : “Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam rangka penuntasan Wajar 9 tahun yang bermutu, banyak program yang telah, sedang dan akan dilakukan. Salah satu program yang diharapkan berperan besar terhadap percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun yang bermutu adalah program BOS. Meskipun tujuan utama program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Melalui program BOS yang terkait dengan gerakan percepatan penuntasam Wajib Belajar 9 Tahun, maka setiap pelaksana program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. BOS harus menjadi sarana penting untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun.
b. Melalui BOS tidak boleh ada siswa miskin putus sekolah karena tidak mampu membayar iuran/pungutan yang dilakukan oleh sekolah/madrasah/ponpes.
c. Anak lulusan sekolah setingkat SD, harus diupayakan kelangsungan pendidikannya ke sekolah setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD/MI/setara tidak dapat melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB dengan alas an mahalnya biaya masuk sekolah.
d. Kepala sekolah/madrasah/ponpes mencari dan mengajak siswa SD/MI/SDLB yang akan lulus dan berpotensi tidak melanjutkan sekolah untuk ditampung di SMP/MTs/SMPLB. Demikian juga bila
Adapun persyaratan penyaluran dana BOS adalah :
a. Bagi sekolah yang belum memiliki rekening rutin harus membuka nomor rekening atas nama lembaga (tidak boleh atas nama pribadi).
b. Sekolah mengirimkan nomor rekeningtersebut kepada tim manajemen BOS kabupaten\kota
c. Tim manajemen BOS kabupaten\kota melakukan verivikasi dan mengkompilasi nomor rekening sekolah selanjutnya dikirim kepada tim menejemen BOS Provinsi, disertakan pula daftar sekolah\manajemen\ponpes yang menolak BOS.



BAB III
PAPARAN DATA IMPLEMENTASI PENGGUNAAN
DANA BOS PASCA PERATURAN PEMERINTAH
NO 37 TAHUN 2011

A. Seberapa Besar Cakupan Dana Bos Dalam Rangka Meningkatkan Akses Pendidikan Bagi Siswa/Siswi Keluaraga Miskin Dan Tidak Mampu Bagi Smp Negeri
Salah satu Program pemerintah yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat miskin adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS), melalui program BOS Pemerintah memberikan dana ke-sekolah-sekolah antara lain SMP Negeri maupun SMP swasta yang bersedia memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam program BOS. Secara konseptual Program BOS berbeda dengan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) bidang pendidikan SMP diberikan dalam bentuk bea siswa sedangkan bagi siswa miskin yang dikenal dengan sebutan Bantuan Khusus Murid (BKM). Jumlah siswa miskin yang mendapat BKM pada tahun ajaran 2005/2006 sekitar 24% siswa untuk Sekolah Menengah Pertama, tiap siswa memperoleh bea siswa yang diberikan langsung kepada siswa terpilih (diseleksi oleh sekolah) sebesar Rp.120.000,- yang disalurkan melalui Kantor Pos yang ditunjuk. Program BOS ini telah mengadopsi pendekatan yang berbeda dengan Bantuan Khusus Murid (BKM) karena dana BOS tidak diberikan langsung kepada siswa miskin tetapi diberikan kepada sekolah dan dikelola
Adapun tujuan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa miskin / tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu dalam rangka penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Cakupan dana BOS bagi anak didik keluarga miskin berdasarkan kajian hasil data siswa yang telah disusun oleh sekolah, RAPBS dan Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan BOS SMP Negeri telah terungkap ternyata dari jumlah siswa/siswi keluarga miskin berkisar 20 % - 33% dari total siswa, dari total siswa miskin tersebut oleh sekolah belum dapat sepenuhnya memberikan layanan yang memadai dan akan dilakukan secara bertahap, hal ini dikarenakan terbatasnya sumber dana yang digunakan operasional sekolah. Sumberdana sekolah yang berasal dari orang tua/wali siswa, bantuan APBD maupun dari dana BOS belum dapat menjangkau memberikan layanan bagi siswa miskin berkisar secara keseluruhan, justru dengan program BOS sekolah agak bisa bernafas sehingga dapat memberikan kontribusi pengentasan kemiskinan bidang pendidikan sekitar 20 % - 25 %.
Hal ini juga diperkuat hasil wawancara dengan beberapa Kepala Sekolah bahwa meskipun dana BOS belum cukup untuk seluruh operasional sekolah, akan tetapi sudah sangat membantu kelancaran operasional sekolah, bagaimanapun kenyataan dana BOS memberikan kontribusi sekolah cukup besar jika dibandingkan dengan bantuan APBD yang relatif kecil. Bentuk layanan sekolah terhadap siswa dari keluarga miskin masih terbatas pada pemberian bea siswa (khusus) yaitu pembebasan biaya SPP ( Rp. 55.000 – Rp. 60.000) dan Sumbangan BP.3 yang besarnya ditentukan oleh komite sekolah dan sampai sekarang sekolah belum dapat melaksanakan program BOS sesuai dengan juklak yang ditetapkan, diantaranya sekolah belum dapat memikirkan bantuan transportasi bagi siswa keluaraga miskin karena terbatasnya dana yang tersedia untuk operasional oleh sekolah. Untuk mengetahui seberapa besar realisasi anggaran pendapatan Sekolah Menengah Pertama Negeri

B. Bagaimanakah dampak pelaksanaan program BOS terhadap sekolah maupun masyarakat di Kota Sukoharjo
Adapun dampak pelaksanaan BOS ternyata bagi sekolah sangat positif, untuk mengetahui dampak program BOS peneliti melakukan pengumpulan data kuantitatif hasilnya secara umum bahwa BOS dapat memperkuat kemampuan sekolah dalam memberikan materi pembelajaran dan kegiatan tambahan kepada siswa dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan. dana BOS meningkatkan jumlah penerimaan dana sekolah, bagi yang muridnya banyak jumlah penerimaan sangat signifikan, meskipun penambahan penerimaan tiap sekolah berbeda. Dalam banyak hal BOS mengurangi keterbatasan anggaran sekolah dan dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas sekolah untuk memenuhi biaya operasional sekolah. Oleh karena itu beberapa komponen yang semula dibebankan orang tua siswa melalui SPP menjadi berkurang, dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dampak program ternyata dapat mengurangi beban biaya bagi orang tua / wali murid.
Sedangkan dampak yang dirasakan oleh sekolah dengan adanya program BOS antara lain ; adanya peningkatan kuantitas dan kualitas sarana pendidikan hal ini akan dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar siswa, dampak yang diraskan oleh siswa adalah adanya beban biaya sekolah menjadi lebih berkurang, seperti di Semarang secara umum untuk biaya SPP tiap anak sebelum ada program BOS rata-rata berkisar Rp. 90.000,- setelah adanya BOS berkurang menjadi Rp. 55.000,- sehingga mengurangi beban biaya tiap siswa Rp. 35.000,- atau berkisar 30% - 35%. Sedangkan dampak lain adalah dengan adanya program BOS, alokasi sekolah untuk bantuan khusus bagi sisswa miskin atau tidak mampu cukup besar yakni berkisar rata-rata 15 % - 20 % dari jumlah siswa keseluruhan. Berdasarkan hasil evaluasi laporan pertangungjawaban pelaksanaan BOS dari sekolah yang menjadi sampel dan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMP. yang menyatakan bahwa mulai tahun ajaran 2006 / 2007 Sekolah mengalokasikan bantuan khusus bagi siswa tidak/kurang mampu berkisar 20% dari jumlah siswa sebanyak 928 anak yaitu sebanyak 200 anak tidak/kurang mampu yang diberikan dalam bentuk bea siswa bebas dari segala biaya sekolah.
C. Bagaimana pelaksanaan yang dihadapi dalam kebijakan program BOS di SMP Negeri 2 Kartasura
Pelaksanaan program BOS oleh sekolah SMP Negeri pada dasarnya telah berjalan dengan baik, meskipun demikian dalam prakteknya masih terdapat beberapa kelemahan, hal ini dapat kita lihat temuan praktek dilapangan yang tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan program BOS antara lain :
a. Dalam buku petunjuk pelaksanaan BOS, bahwa tujuan khusus BOS adalah untuk membantu bagi siswa/siswi keluraga miskin atau tidak mampu dimaksudkan agar mereka dapat menikmatai layanan pendidikan dasar sembilan tahun dengan berkualitas. Akan tetapi kenyataan dilapangan, oleh sekolah BOS dimanfaatkan untuk subsidi umum untuk membiayai kegiatan operasional sekolah dan semua murid menerima manfaat. Akibatnya dari jumlah siswa/siswi yang berasal dari keluarga miskin maupun tidak mampu belum seluruhnyadapat memperoleh layanan pendidikan secara memadai.
b. Pemanfaatan dana BOS oleh 41 sekolah SMP.Negeri ternyata sebagian besar bantuan BOS digunakan untuk membayar tenaga honorer guru/GTT/PTT/Harlep dan urutan kedua adalah untuk pembelian barang dan jasa sedangkan yang ketiga adalah kegiatan belajar mengajar. Sekolah belum sepenuhnya menggunakan dana BOS sesuai dengan juklak karena secra riil dilapngan masih dana BOS yang digunakan seperti Pemberian transportasi siswa miskin belum dilaksanakan, Untuk transportasi lomba guru, Untuk bayar tenaga harlep yang sudah dibiayai PEMDA, Penerimaan Murid masih dikenakan berbagai pungutan dengan berbagai alasan seperti (stopmap Rp.2000,-), Rehab gedung, Pembelian peralatan yang tidak terkait dengan proses pendidikan komputer, Perbaikan Pagar depan sekolah yang seharusnya hal ini tidak boleh terjadi.
c. Pada dasarnya sekolah dapat menggunakan dana BOS yang dilakukan dengan berbagai kegiatan yang telah disusun berdasarkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang disusun oleh sekolah bersama komite sekolah.
d. Secara konsep atau menurut buku pedoman pelaksanaan program BOS bahwa pencairan dana BOS dilakukan dua tahap dan pencairan dana BOS diterima pada bulan pertama tiap tahapan. Akan tetapi dalam prakteknya pencairan dana BOS sering mengalami keterlambatan atau tidak tepat waktu.
e. Realisasi Pencairan dana BOS Penyaluran dana BOS ke-sekolah pada Tahun 2007 khusus untuk Sekolah Menengah Pertama baik sekolah negeri maupun sekolah swasta sebesar Rp. 220.487.130.000,- (dua ratus dua puluh milyar empat ratus delapan puluh tujuh juta seratus tiga puluh ribu rupiah) dengan jumlah 622.845 anak didik. Realisasi pencairan dana BOS dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama bulan Januari - Juni 2007 dan tahap kedua bulan Juli - Desember 2007.


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Program BOS yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka penanganan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar hal ini sesuai dengan arah pembangunan bidang pendidikan dalam kurun waktu 2004 - 2009 diprioritaskan pada peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dasar yang lebih berkualitas dengan memberikan akses yang ebih besar kepada kelompok masyarakat miskin atau kurang mampu yang selama ini dirasakan kurang dapat menjangkau layanan pendidikan dasar. Program BOS dilakukan bersamaan dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak beberapa tahun terakhir ini yang diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok yang berdampak terhadap kemampuan daya beli masyarakat kurang mampu / miskin, kondisi semacam ini akan dapat menghambat upaya Penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar hal ini juga diperparah dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Sehingga kedua permasalahan tersebut mempunyai dampak terhadap penduduk kurang mampu/miskin akan semakin sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya khususnya biaya pendidikan.
Pada dasarnya pelaksanaan program BOS tahun 2007 oleh lembaga sekolah SMP.Negeri telah dilaksanakan dengan baik artinya telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum Buku Panduan BOS. Meskipun demikian hasil penelitian telah mengungkap masih terdapat beberapa kelemahan yang kiranya perlu mendapatkan perhatian bagi Kepala Sekolah sebagai penerima sekaligus pengelola dana BOS.
B. Saran-Saran
1. Untuk mengatasi keuangan sekolah, alangkah baiknya jika sekolah memiliki unit usaha lain yang dapat mengasilkan sumber keuangan bagi sekolah tanpa harus menggunakan dana BOS, hal ini untuk mengantisipasi adanya defisit keuangan sekolah. Sekolah harus kreatif dalam menggali sumber keuangan yang dapat menguntungkan sekolah tanpa harus memberatkan siswa atau wali murid. Dapat pula mengfungsikan adanya stakeholder dan para alumni dengan bekerjasama ataupun sharring pendapat pada berapa tahun sekali guna memajukan mutu pendidikan. Apalagi masalah keuangan adalah masalah yang sangat urgent karena menyangkut pembiayaan terhadap berjalan tidaknya kegiatan dan kebutuhan pendidikan.
2. Manajemen sekolah perlu diperbaiki lagi, baik itu manajemen keuangannya, sarana dan prasarana hingga humasnya, sehingga tidak menutup kemungkinan akan didapat mutu pendidikan dengan prestasi yang lebih baik dari yang sudah didapat selama ini.


C. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka berikut ini akan disampaikan beberapa rekomendasi yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan pelaksanaan program BOS khususnya dalam rangka mencapai tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan Program BOS SMP. Negeri di sebagai berikut :
1. Searah dengan tujuan program BOS yaitu dalam rangka pembebasan siswa miskin/tidak mampu untuk memperoleh layanan pendidikan dasar yang berkualitas, hendaknya pemanfaatan dana BOS benar-benar diarahkan untuk operasional sekolah yang menunjang kelancaran proses belajar sesuai dengan buku Panduan BOS yang ditetapkan oleh Pemerintah. Karena komitmen sekolah sebagai enerima sekaligus pengelola BOS sangat menentukan keberhasilan dari pada program BOS baik dalam lingkup internal sekolah maupun daerah.
2. Sumber dana sekolah ternyata berasal dari, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dana BOS dan Sumbangan orang tua siswa. Dari ketiga komponen tersebut ternyata biaya operasional sekolah masih sangat tergantung pada sumbangan orang tua murid maupun BOS sedangkan dukungan APBD masih relatif kecil. Oleh karena itu hendaknya dalam pengelolaan dana dengan melibatkan orang tua (komite) serta hendaknya dilakukan secara transparan melalui laporan pertanggungjawaban publik dengan demikian fungsi control akan dapat berjalan efektif.
3. Agar program BOS secara efektif dapat mendukung kelancaran proses belajar mengajar hendaknya pencairan dana BOS oleh Pemerintah dilakukan secara tepat waktu yaitu dilakukan tiap triwulan dan pencairan dana BOS dilakukan pada awal bulan. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan operasional sekolah tidak mengalami hambatan sehingga kegiatan belajar mengajar akan dapat berjalan efektif.


DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Husaini Usman dan Purnomo Setady, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakte, Yogyakarta: Rineka Cipta, 1993
Bogdan, Robert L. dan Biklen, Sari Knoop, Qualitative Reseach for Education, an Intruduction to Theory and Methods, Boston: Allin and Bacon, 1982
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001
Fiere, Paulo, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Yogyakarta: ReaD dan Pustaka Pelajar, 2002
Hadi, Sutrisno, Metodologi Reseach II, Yogyakarta: Andi Offset, 1991
Harsono, Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan, Yogyakarta: Pusaka Book Publisher, 2007
Susilo, Rachmad K. Dwi, 20 Tokoh Sosiologi Modern, Yogjakarta: Ar Ruzz
Media, 2008
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan ,Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Zainuddi, Reformasi Pendidika: Kurikulum dan Manajemen Berbasis Sekolah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/BantuanOp_sekolah.pdf
http://www.ditplb.or.id/2009/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=61
http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/Perpajakan_BOS.pdf
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/02/17/brk,20090217-160599,id.html
Read more » 0 komentar

Thursday, June 16, 2011

ANALISIS KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS PERATURAN PEMERINTAH NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DI MI GUPPI WIRONANGGAN GATAK SUKOHARJO

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia, di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat Akibat dari globalisasi itu sendiri semakin terbukanya persaingan antar negara-negara di dunia.
Kehidupan ekonomi dan sosial masa depan tidak ditentukan sepenuhnya oleh tersedianya sumber alam maupun jumlah penduduk yang besar, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas penduduknya yang dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Bangsa yang tidak menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan tergilas dan terseret oleh masyarakat teknokratis.
Masyarakat teknokratis atau masyarakat industri masa depan adalah masyarakat yang dapat menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menata dan mengembangkan masyarakat. Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu proses pendidikan. Adanya usaha perbaikan pada bidang pendidikan merupakan salah satu wujud pembangunan di Indonesia.
Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, dimana satu dengan yang lain saling berkaitan dan berlangsung dengan serentak. Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual, sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkungan dalam rangka pembangunan nasional. Manusia yang berkualitas telah terkandung jelas dalam
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang termaktub dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 (2003:7) yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi 1 manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan dalam dalam implementasinya di lapangan. Kegagalan demi kegagalan antara lain disebabkan oleh manajemen yang kurang tepat, penempatan tenaga pendidikan tidak sesuai dengan bidang keahliannya, dan penanganan masalah bukan oleh ahlinya, sehingga tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan.
Upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab Mengingat hal tersebut, maka pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak generasi yang berkualitas untuk meneruskan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang. Peranan pendidikan diantaranya adalah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk disumbangkan bagi kesejahteraan umum sebagai warga negara yang aktif. Kebijakan pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (wajar 9 tahun) merupakan upaya pemerintah dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional, dan program tersebut menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan.
Era tehnologi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat di saat ini, menuntut lembaga pendidikan bertanggung jawab dalam mempersiapkan sisiwa untuk menghadapi dunia luar yang penuh dengan persaingan dan tantangan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat berlangsungya proses belajar mengajar antara guru dengan siswa yang melibatkan berbagai unsur yang saling berkaitan. Unsur-unsur tersebut antara lain guru, siswa, lingkungan, bahan ajar, evaluasi serta media belajar. Kegiatan belajar mengajar sendiri dilakukan dengan sasaran agar hasil proses pendidikan tersebut dapat bermanfaat bagi siswa itu sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor yang bersifat internal dan eksternal.
Salah satu faktor yang bersifat eksternal adalah faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah yang dapat berupa lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik berupa gedung sekolahan, perpustakaan, laboratorium, lapangan, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan non fisik bisa berupa suasana belajar, kondisi fisiologis, pergaulan, dan lain-lain,. Hal inilah yang membuat sekolah harus menyediakan kondisi yang sedemikian rupa demi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Kondisi yang dimaksud adalah tersedianya sarana, alat, media serta lingkungan yang tepat dalam membantu kelancaran serta kemudahan bagi guru untuk menyampaikan materi pada siswa sehingga siswa dapat mentransfer materi tersebut dengan mudah.
Madrasah Ibtidauyah merupakan salah satu sekolah negeri yang menerima dan melaksanakan pendidikan gratis ini karena termasuk di sekolah yang berada wilayah pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang dilaksanakan sejak tahun 2007 dan kemudian dilanjutkan program dari pemerintah yaitu pendidikan gratis secara nasional. Pendidikan dasar tingkat SD dan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar yang melandasi pendidikan berikutnya untuk itu tingkat pendidikan dasar SD dan SMP layak untuk mendapat perhatian yang besar Pemanfaatan dana yang diperoleh dari kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan intelektual masyarakat dan memenuhi hak pendidikan serta mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanaan program sekolah gratis dengan judul : ANALISIS KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS PERATURAN PEMERINTAH NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DI MI GUPPI WIRONANGGAN GATAK SUKOHARJO
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan pernyataan mengenai permasalahan apa saja yang akan diteliti untuk mendapatkan jawabannya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
3. Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012 dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun?

C. Tujuan Bahasan
Penelitian yang penulis laksanakan untuk mencari, mengumpulkan, dan memperoleh data yang dapat memberikan informasi dan gambaran pelaksanaan program pendidikan gratis. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
3. Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012 dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun?
D. Metode Penulisan Laporan
Ketepatan dalam memilih dan menentukan sumber data dalam penelitian akan menetukan ketepatan, kekayaan data dan atau informasi yang diperoleh peneliti. Menurut H.B. Sutopo (2002: 58) bahwa “Sumber data dalam penelitian kualitatif bisa berupa orang, peristiwa dan lokasi benda, dokumen atau arsip”. Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2007: 157) mengatakan bahwa: “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Adapun data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Informan adalah orang-orang yang memberikan informasi kepada peneliti karena orang tersebut dipandang mengetahui permasalahan yang dikaji peneliti. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati merupakan data sumber utama dalam melakukan penelitian. Informan yang dipilih peneliti adalah orang-orang yang dipandang benar-benar mengetahui permasalahan.
b. Dokumen dan Arsip Dokumen di dalam penelitian merupakan sumber data yang penting, walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata atau tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak diabaikan karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.

BAB II
DESKRIPSI TENTANG
PP NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR

A. Isu Pokok PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Pada Era Reformasi, ketentuan mengenai kewajiban pemerintah menyediakan pendidikan gratis dimasukan dalam amandemen keempat UUD 1945. Presiden pun mempertegas dengan mengeluarkan Inpres No. 5 tahun 2006 mengenai percepatan program wajib belajar Dikdas 9 tahun dan pemberantasan Buta Aksara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang tidak mengikat.
Terkait dengan tanggung jawab pemerintah dalam membiayai seluruh biaya pendidikan tertuang dalam UUD 1945 bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar. Sejalan dengan itu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pesan dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan lain yang sederajat.
Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi sudah jelas bahwa “Pendidikan Gratis” menjadi suatu harga mati yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kebijakan diatas kontradiksi dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 9 yang menyatakan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pendanaan pendidikan melibatkan partisipasi masyarakat. Sejalan dengan hal diatas Pendidikan Gratis juga memandulkan semangat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka merangkul peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui komite sekolah.
Pendidikan gratis adalah peserta didik bisa sekolah tanpa kewajiban membayar apapun baik untuk biaya investasi maupun biaya operasional sekolah peserta didik pun ditanggung Kalau kita telaah makna dari sekolah gratis diatas dimana peserta didik, orang tua atau wali peserta didik tidak membayar biaya yang diperlukan sekolah baik biaya investasi maupun biaya operasional sekolah, itu artinya biaya investasi seperti gedung dan sarana belajar lainnya serta biaya operasional misalnya biaya pennyelenggaraan ulangan, alat tulis sekolah dll ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara Orang Tua atau wali peserta didik berkewajiban membiayai kebutuhan operasional peserta didik itu sendiri seperti buku tulis, alat tulis, transport ke sekolah, pakaian, konsumsi, uang saku dan lain-lain. batasan dari ‘sekolah gratis “ betul-betul harus dipahami oleh semua pihak Sehingga kalau batasan-batasan itu dibuat sejelas mungkin, maka pendidikan gratis akan sukses dilaksanakan. Namun apabila tidak ada batasan yang jelas, maka akibatnya perluasan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dasar bagi anak usia 7-15 tahun seperti yang diamanatkan UU No 20 tahun 20003 tentang Sisdiknas hanya sebagai angan-angan belaka.
Seperangkat aturan di atas memberikan gambaran bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan kewajiban pemerintah serta kewajiban sekaligus hak masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam hal ini menyediakan sarana dan prasarananya, sementara masyarakat memberikan dukungan terhadap terselenggaranya pendidikan dasar tersebut. Kerjasama saling menunjang dan saling mendukung antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat merupakan keniscayaan bagi sukses penyelenggaraan pendidikan dasar ini.
Implementasi “Sekolah Gratis” di Kabupaten/ kota suka tidak suka, mau tidak mau memang harus dilaksanakan, karena merupakan amanat konstitusi dari UUD 1945 Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 amandemen keempat , Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya. Penerapan sekolah gratis di Kabupaten/ kota memungkinkan untuk diterapkan apabila ada regulasi, siap pendanaannya, konsep dan mekanismenya jelas, adanya komitmen pemangku kepentingan pendidikan, perubahan mindset pengelola satuan pendidikan.
B. Isu-Isu Strategis No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).
Program wajib belajar diselenggarakan untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar seluas- luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu dan orang tua/walinya berkewajiban memberi kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan dasar. Program wajib belajar diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan harus dapat menampung anak yang normal maupun yang berkelainan dan mempunyai hambatan. Peraturan tentang program wajib belajar mencakup hak dan kewajiban warga negara Indonesia, tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar perlu dievaluasi pencapaiannya minimal setiap tiga tahun. Sebagai bentuk dari akuntabilitas publik, masyarakat berhak mendapat data dan informasi tentang hasil evaluasi penyelenggaraan program wajib belajar tersebut. Program wajib belajar merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan oleh Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri .
C. Analisis PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan terkesan antagonis. Komunitas pendidikan menuntut agar personal pendidikan memperoleh peningkatan kesejahteraan sekaligus peningkatan mutu pelayanannya. Guru menuntut pemerintah memenuhi hak kesejahteraannya sebagaimana amanat UU 14 / 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pemerintah dan masyarakat menuntut peningkatan mutu pelayanan pendidikan tanpa peningkatan kesejahteraan yang bersumber dari masyarakat.Kondisi ini semakin mencuat dengan terbitnya PP No. 48 tentang Pendanaan Pendidikan. Bahkan untuk tingkat satuan SD dan SMP lebih "tragis" terkait terbitnya PP No. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam aturan tersebut, pembiayaan pendidikan dasar ditanggung oleh pemerintah. Artinya, merupakan langkah awal terlaksananya pendanaan pendidikan yang gratis untuk tingkat wajar dikdas 9 tahun (SD dan SMP), yaitu tanpa memungut dana dari masyarakat.
Yang perlu mendapat perhatian ialah masa krisis pendanaan. Yaitu, suatu situasi antara penjelasan pejabat terkait tentang masa berlakunya PP No. 47 tahun 2008 dengan urgensi pembiayaan menyangkut keperluan sekolah, seperti biaya kegiatan kesiswaan, kegiatan kurikulum, tagihan listrik, ledeng, langganan koran, majalah dan internet, petugas sampah dan cleaning service. Tak kalah santernya tuntutan menyangkut honor guru tidak tetap (honorer) dan instruktur ekstrakurikuler, insentif guru, pembelian peralatan kegiatan belajar, pemeliharaan gedung, dan penyelesaian sarana dan prasarana sebagaimana diprogramkan dalam RAPBS.
Menghadapi situasi ini, yang paling "terpukul" adalah SD dan SMP favorit sebagai pengguna dana masyarakat paling besar. Personal komite sekolah, khususnya pada sekolah yang difavoritkan, mendapat paling banyak tekanan. Pertama, keluhan dari siswa tentang penurunan pelayanan pendidikan dari sekolah, khususnya pelayanan kegiatan ekstrakurikuler. Kedua, keluhan dari sekolah menyangkut dana untuk berbagai tagihan. Ketiga, dari pejabat terkait yang belum merestui pungutan dari orang tua siswa. Keempat, tingkat kepedulian orang tua siswa jadi menurun sehubungan dengan terbitnya PP 47 dan 48 tersebut.
Dalam situasi ini, lembaga komite sekolah dengan berbagai peran yang dimilikinya menjadi beku, tak berdaya menjembatani antara sekolah dan pemerintah serta masyarakat. Bahkan tampak beberapa peran komite sekolah tak diperlukan lagi untuk masa mendatang. Padahal dalam UU No. 20/2003 disebutkan bahwa komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1). Dalam situasi sekarang, kepedulian komite sekolah nyaris tak berdaya.
Analisis hukum menunjukkan eksistensi komite sekolah yang cukup kuat. Misalnya pada UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, diatur pada pasal 51, 56, dan 66. Dalam penjelasan pasal 51 tersuratkan bahwa bentuk otonomi manajemen satuan pendidikan ialah melakukan pengelolaan kegiatan pendidikan oleh kepala sekolah dan guru serta dibantu komite sekolah. Pasal 56 ayat (1) dan (3) tersuratkan bahwa fungsinya melalui komite sekolah masyarakat dapat berperan serta dalam penyelengaraan pendidikan. Melalui komite sekolah, masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan berupa perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Kedudukan komite sekolah sebagai lembaga mandiri yang dibentuk untuk memberikan petimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pada tingkat satuan pendidikan. Dan pasal 66 menyuratkan bahwa komite sekolah sebagai salah satu unsur yang bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan.
Kiranya komite sekolah berharap kepada stakeholder, khususnya Disdik untuk memberi solusi pendanaan program sekolah yang mendesak sampai akhir tahun anggaran (APBN/APBD), yaitu Desember 2008. Paling tidak, Disdik merestui secara tertulis untuk memungut DSP dan SPP sampai Desember 2008. Tentunya jenis pungutan yang dilakukan komite sekolah itu melalui prosedur yang benar dan sah, yaitu mengadakan rapat musyawarah dengan orang tua siswa mengenai program sekolah, bersifat tidak memaksa, yaitu sekolah tetap memberikan pelayanan bagi siswa yang benar-benar tidak mampu membayar dan ada pertanggungjawaban penggunaan keuangan. Bahkan komite setuju, dengan upaya penanggulangan biaya keperluan sekolah sampai Desember 2008 tersebut dengan membentuk panitia ad hoc yang semua anggotanya orang tua siswa. Cara ini untuk menyelamatkan program sekolah yang sedang berjalan.
Di samping itu, sekolah berharap segera menerima dari Disdik juknis tentang jenis-jenis pembiayaan mana yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan itu, sekolah dapat menyikapi program-program sekolah yang sedang berjalan, sekalipun harus merampingkan dan atau menghentikan program tersebut. Andaipun program sekolah tersebut tidak tercakup dalam pembiayaan yang menjadi tanggung jawab negara, tentu mulai Januari 2009 program-program itu terpaksa dihentikan dan personal/petugasnya pun ikut mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Lebih jauh, komite sekolah berharap agar segera terealisasi pasal 56 ayat (4) UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu PP yang mengatur Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. PP itu dapat mengatur peran mana yang menjadi tanggung jawab pemerintah/pemerintah daerah, mana yang menjadi tanggung jawab komite sekolah, dan mana yang menjadi tanggung jawab masyarakat. Termasuk porsi pembiayaannya.


BAB III
PAPARAN DATA TENTANG
PP NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR

A. Implementasi Kebijakan Pendidikan Gratis Di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012
Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan, demi mencapai kualitas sumber daya manusia Indonesia. Program pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 Tahun masih perlu ditingkatkan mengingat sampai dengan tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan terutama pada keluarga kurang mampu adalah tingginya biaya pendidikan, baik biaya langsung yang meliputi iuran sekolah, buku-buku, seragam dan alat tulis maupun biaya tidak langsung yang meliputi transportasi, biaya kursus, uang saku dan biaya lain-lain.
Pendidikan gratis adalah pendidikan dimana semua lapisan masyarakat terutama masyarakat kurang mampu dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan murah dan mudah yaitu mereka tidak harus membayar biaya-biaya yang dikelola oleh sekolah, misalnya uang SPP, uang pengembangan, uang pendaftaran, dan uang buku atau dapat dikatakan tanpa dipungut biaya. Yang dimaksud dengan pendidikan gratis atau sekolah gratis itu adalah orang tua tidak dipungut biaya khususnya biaya operasional, tapi biaya yang dipergunakan siswa harus dibiayai sendiri, misalnya buku, meskipun sudah ada dana buku BOS tetapi masih menggunakan buku pendamping, buku-buku latihan atau LKS, dan seragam sekolah. Tetapi pemahaman dari orang tua yang kurang, karena mereka menganggap yang dimaksud gratis itu adalah biaya secara keseluruhan. Kebijakan pendidikan gratis merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang kemudian di susul pemerintah pusat dengan jalan menaikkan biaya satuan B Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa masih banyak anak usia sekolah khususnya di kabupaten Sukoharjo terutama dari kalangan ekonomi lemah yang belum dapat mengenyam bangku sekolah ataupun yang terpaksa harus putus sekolah lantaran permasalahan klasik, yaitu tingginya biaya pendidikan sehingga dengan adanya kebijakan ini diharapkan semua anak di Sukoharjo memperoleh kesempatan untuk bisa sekolah. Kemudian komitmen pemerintah yang juga diikuti oleh komitmen pemerintah daerah dalam menyelenggarakan amanat UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan, melaksanakan amanat UUD 45 Pasal 31 serta UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dasar 9 Tahun.


a. Persiapan pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis
Persiapan yang dilakukan oleh pihak sekolah terutama dalam hal guru, siswa, sekolah dan orang tua. Pihak sekolah tidak henti-hentinya memberikan informasi dan sosialisasi kepada guru, siswa dan orang tua agar mereka tidak kaget dengan adanya kebijakan pendidikan gratis ini. Pihak sekolah harus menerima kebijakan pendidikan gratis ini karena mungkin dalam mengeluarkan biaya harus dipatok di dalam aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah dan tidak lagi menarikiuran dari komite atau wali murid. Untuk pihak siswa, orang tua dan guru diberi sosialisasi tentang kebijakan pendidikan gratis ini agar tidak terjadi kesalahpahaman bahwa yang dikatakan gratis adalah gratis dalam hal biaya operasionalnya. adapun yang harus dilakukan oleh sekolah adalah: OS yang sangat signifikan.
b. Waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis
Kebijakan pendidikan gratis merupakan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah khususnya pemerintah kabupaten Sukoharjo yang dimulai pada tahun 2007 dan kemudian pada tahun 2009 ini disusul pemerintah pusat yaitu dengan adanya kenaikan biaya satuan BOS secara signifikan. Penyaluran dana program sekolah gratis baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketentuan. Dana program gratisdiberikan setiap tiga bulan sekali atau setiap triwulan, awal bulan setiap priode. Penyaluran dana dilaksanakan tim manajemen provinsi kepada tim manajemen kabupaten/kota melalui bank pemerintah/posmenambahkan untuk tahun 2009 periode pertama sudah dimulai bulan Januari sampai Desember 2009 untuk semester 1 dan semester 1 tahun ajaran 20009/2010. Penyalurannya setiap periode dilakukan 3 bulan sekali pada awal bulan.
c. Implementasi kebijakan pendidikan gratis MI GUPPI
Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis tersebut diharapkan dapat berjalan dengan lancar setelah semua pihak sudah mampu melaksanakan persiapan-persiapan yang harus dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman. Kebijakan pendidikan gratis adalah untuk menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah baik di sekolah negeri maupun swasta, menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SM negeri terhadap biaya operasional sekolah kecuali pada rintisan RSBI dan SBI, meringankan beban biaya operasional bagi siswa di sekolah swasta.
B. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012
Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis secara umum di MI GUPPI sudah dapat berjalan dengan cukup baik, meskipun demikian masih ditemui beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Adapun beberapa kendala yang dihadapi pada waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban
Kendala ini bersifat intern bagi sekolah teutama bagi pengelola dana BOS dalam menyusun laporan pertanggungjawaban BOS. Hal ini disebabkan karena persepsi yang kurang sesuai dengan aturan yang ada, sehingga kadang dalam penyusunan laporan pertanggungjawabannya terdapat kekeliruan. Kondisi ini ditambah dengan semakin singkatnya waktu penyusunan pertanggung jawabannya. Penyusunannya membutuhkan pemikiran yang teliti dan harus di tambah denagn jangka waktu yang sangat singkat padahal laporan pertanggungjawaban tersebut harus didukung dengan data-data yang lengkap dan jelas menambahkan bahwa dalam penggunaan dana itu sangat dibatasi untuk hal apasaja, padahal kenyataannya banyak pengeluaran yang tidak sesuai dengan batasan-batasan penggunaan dana tersebut dan pertanggung jawabannya juga harus sesuai dengan batasan-batasan yang terdapat dalam aturan di buku pedoman pelaksanaan pendidikan gratis itu.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesuai dengan batasan yang sudah diatur di dalam buku pedoman.
b. Keterlambatan pencairan dana
Kegiatan yang berlangsung memerlukan biaya yang harus segera dicukupi. Waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada tahun anggara 2009 akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai dengan desember 2009, yaitu semester 2 tahun ajaran 2008/2009 dan semester 2 tahun ajaran 2009/2010. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan atau triwulan, yaitu perode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-September. Penyalurannya dilakukan di bulan pertama setiap triwulannya.
Yang dimaksud dengan keterlambatan pencairan dana disini adalah tidak tepatnya atau kurangnya kepastian tanggal atau waktu penyaluran dana tetapi masih dalam jangka waktu yang telah ditentukan yaitu setiap tiga bulan sekali atau setiap triwulan sekali yang mengakibatkan proses pembelajaran sedikit terlambat karena belum adanya dana yang digunakan untuk membiayai keperluan-keperluan dalam proses pembelajaran tersebut. Yang seharusnya awal periode atau awal triwulan dananya harus sudah cair sesuai dengan aturannya, tetapi kenyataannya pada awal tahun ini yaitu bulan maret baru dicairkan. menambahkan bahwa terlambatnya pencairan dana tersebut mungkin disebabkan oleh pemerintah dalam membuat rencana APBN. Jadi sekolah harus berusaha meminjam untuk membiayai semua kegiatan yang sudah berlangsung terlebih dahulu.
c. Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.
Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis, tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukup untuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Dalam kenyataannya, kegiatan ekstrakurikuler sangat menunjang kegiatan akademik sekolah karena dengan ekstrakurikuler, kualitas sekolah akan terlihat bermutu atau tidak. seperti halnya kegiatan lomba, kualitas sebuah sekolahan akan terlihat disitu. Penurunan layanan kualitas di sekolah tersebut sangat mungkin terjadi mengingat masih banyaknya guru yang belum terjamin kesejehteraannya, apalagi dengan adanya kebijakan sekolah gratis, guru-guru tidak lagi dimungkinkan menerima insentif khusus dari masyarakat.
d. Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya
Pandangan masyarakat terhadap kebijakan pendidikan gratis ini pada awalnya sangat senang sekali karena membantu seluruh biaya pendidikan, baik operasional maupun non operasional atau pribadi. Jadi mereka menganggap bahwa dengan adanya pendidikan gratis, orang tua sudah tidak membayar semua keperluan di dalam pendidikan anaknya sampai dengan keperluan pribadi siswa seperti seragam sekolah. Padahal yang dimaksud gratis disini adalah mengenai pembiayaan seluruh kegiatan operasional seperti SPP, biaya dari komite atau dana pembangunan, pembiayaan dalam rangka penerimaan siswa baru mulai dari biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, daftar ulang, fotocopy panitia, konsumsi panitia, uang lembur panitia dan lain sebagainya. Begitu pula untuk biaya penunjang kegiatan belajar mengajar mulai dari pembelian buku referensi dan buku teks pelajaran koleksi di perpustakaan.

C. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
Berbagai masalah yang muncul menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di MI GUPPI sehingga perlu dicari jalan keluarnya agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya yaitu sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu. Adapun beberapa usaha atau upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diantaranya:
a. Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban
Kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesai dengan batasan yang sudah diatur di buku pedoman.


b. Keterlambatan pencairan dana
Pencairan dana yang tidak tepat biasanya terjadi pada awal periode, yaitu yang seharusnya bulan januari itu sudah keluar tapi bulam maret baru terealisasi. Oleh sebab itu, maka pihak sekolah harus mencari dana talangan terlebih dahulu degan cara mencari pinjaman, misalnya meminjam dana yang dari APBD karena keluarnya kadang tidak bersamaan, tetapi setelah dana BOS di naikkan dana yang dari APBD malah diturunkan, jadi ya masih kurang dan harus mencari dana talangan yang lain untuk membiayai operasional sekolah tersebut. Ditambahkan oleh informan M bahwa terkadang sekolah juga bingung karena sudah terlanjur menggunakan dana dari pinjaman ternyata dana yang keluar lebih sedikit dari pinjaman tersebut. Tapi ya memang harus begitu kalau ingin proses pembeajarannya tidak terhambat, karena sumber dana sekolah sekarang hanya mengandalkan dari pemerintah pusat dan daerah saja. Yang penting semua keperluan yang penting didahulukan dan yang lain ditunda terlebih dahulu sampai dananya sudah ada.
c. Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.
Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukupuntuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Padahal pelayanan ekstrakurikuler itu bisa berjalan dengan lancar apabila semua sarana prasaranya tercukupi. Untuk mecukupinya sekolahan harus mencari dana yaitu dengan mengajukan proposal kepada pemerintah walaupun turunnya dana itu tidak tahu kapan terealisasinya. Tetapi di SMP Negeri I Polokarto sudah menjadi SSN atausekolah standar nasional, jadi ada dana khusus yang diberikan pemerintah dalam upaya pengembangan siswa.
d. Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya
Adanya pandangan yang keliru tentang kebijakan pendidikan gratis yaitu gratis secara penuh juga merupakan kendala yang harus di hadapi sehingga masyarakat itu mengetahui sebenarnya apa yang dimaksud dengan pendidikan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah ini. Padahal pendidikan gratis itu ditujukan untuk menggratiskan biaya operasional saja sehingga membantu meringankan biaya pendidikan orang tua. Sehingga pihak sekolah memberikan penjelasan tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis kepada masyarakat atau orang tua murid sesuai dengan aturan-aturan dalam buku pedoman sehingga mereka paham dan mengerti.



BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis adalah adanya fakta bahwa masih banyak anak usia sekolah khususnya di kabupaten Sukoharjo terutama dari kalangan ekonomi lemah yang belum dapat mengenyam bangku sekolah ataupun yang terpaksa putus sekolah lantaran permasalahan klasik, yaitu tingginya biaya pendidikan, komitmen pemerintah yang juga diikuti oleh komitmen pemerintah daerah dalam menyelenggarakan amanat UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan, melaksanakan amanat UUD 45 Pasal 31 serta UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dasar 9 Tahun.
Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban dana yaitu dikarenakan oleh singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesuai dengan batasan yang sudah diatur di dalam buku pedoman.
Mengatasi masalah kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban dana dengan mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pengawas untuk mendapatkan kejelasan sehingga penyusunan laporan pertanggungjawabannya tidak terjadi kesalahanserta mengadakan diskusi dengan pengelola dana BOS dan APBD dari sekolah lain.

B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan, maka penelti mengajukan beberapa saran mengenai implementasi kebijakan pendidikan gratis sebagai berikut :
1. Bagi Pihak Sekolah
Pihak sekolah hendaknya selalu memberikan sosialisasi kepada wali murid dan seluruh siwa mengenai pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis ini supaya tidak adanya anggapan-anggapan yang salah.
2. Bagi Pihak Guru
Bagi guru hendaknya selalu memberikan motivasi kepada siswa bahwa dengan adanya pendidikan gratis maka mereka harus lebih semangat untuk belajar karena sudah tidak terbebani dengan masalah biaya.
3. Bagi Pihak Pemerintah
a. Pihak pemerintah hendaknya lebih serius dalam memberikan pengarahan tentang penyusunan laporan pertanggungjawaban agar benar dan sesuai dengan buku panduannya.
b. Pemerintah supaya lebih cepat dalam penyusunan anggaran sehingga pencairan dana dapat datang tepat waktu sehingga pihak sekolah tidak perlu harus mencari dana talangan dulu untuk membiayai keperluan yang sudah berlangsung.
c. Pemerintah hendaknya memberikan tambahan dana yang ditujukan khusus untuk kegiatan ekstrakurikuler agar kegiatannya itu dapat berlangsung secara optimal.

C. Rekomendasi

1. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di daerah Sukoharjo pembiayaan pendidikan perlu didasarkan pada aktivitas yang ter-jadi di sekolah, bukan didasarkan pada alokasi tertentu atau penjatah-an. Oleh karena itu, pemerintah dalam mengucurkan dana harus berda-sarkan pada program (proposal) yang dibuat oleh sekolah secara rasio-nal dan akuntabel.
2. Pemerintah daerah harus segera menetapkan standar pembiayaan ke-giatan operasional sekolah yang berbasis kualitas sebagai pemicu pe-merataan kualitas pendidikan di Sukoharjo sesuai tuntutan standar nasional pendidikan.
3. Pembinaan terhadap sekolah oleh pihak-pihak terkait perlu dioptimal-kan sebagaimana mestinya, khususnya dalam penggunaan dana yang telah dikucurkan oleh pemerintah kepada sekolah.
4. Pemerintah dan atau lembaga yang membawahi sekolah-sekolah perlu memiliki konsultan atau tenaga ahli bidang pendidikan (termasuk pem biayaan pendidikan).
5. Terbuka kemungkinan kebijakan pembiayaan pendidikan gratis ke de-pan dilakukan terhadap sekolah tidak berbasis jumlah siswa tetapi ber-basis jumlah rombongan belajar (rombel).


DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta : Bulan Bintang.

Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press.

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Qodri A., Ahmad. 2000. Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saifullah, Ali. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional.

Sanaky, Hujair AH. 2003. Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI

Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam., Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Tilaar, Haar. 2004. Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam., Bandung : CV. Pustaka Setia.

Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Jakarta : Bumi Aksara.
Read more » 0 komentar

FUNGSI PENGAWAS DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN DI MI AL-ISLAM KARTASURA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya peningkatan kualitas pendidikan sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah saat ini. Berbagai usaha mulai dari pembaharuan kurikulum, perbaikan dari sarana prasarana, pelatihan-pelatihan guru dan bantuan dana langsung berupa dana Bos ke sekolah-sekolah. Ini menunjukkan keseriusan-keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kualitas mutu sumber daya manusia Indonesia ke depan.
Sejalan dengan ini pemerintah telah pula mengesahkan Undang-Undang Guru dan Dosen agar guru lebih memperhatikan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan pemerintah. Guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai sehingga mampu menerapkan profesionalismenya dalam peningkatan mutu pendidikan ke depan, sebab guru merupakan ujung tombak kemajuan pendidikan dimasa depan.
Dalam menjalankan tugas profesinya guru memerlukan agen pembaharuan yang professional pula sehingga guru tidak tertinggal dari kemajuan ilmu pengetahuan dan technologi yang berkembang terus. Selain itu guru juga memerlukan sosok yang dipandang mampu untuk memecahkan masalah-masalah pokok yang berhubungan dengan pelajaran dan administrasi sekolah. Tidak hanya guru, dalam organisasi sekolah Kepala sekolahpun memerlukan pembinaan yang terstruktur agar kualitas pendidikan di sekolah itu dapat dikendalikan.
Kepala sekolah beserta guru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah mempunyai misi yang tertuang dalam tujuan pendidikan sebagaimana dituliskan dalam visi sekolah. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan manajemen pendidikan yang mantap. Dalam manajemen pendidikan telah diatur peran dan fungsi masing-masing fungsi manajemen tersebut antara lain, planning / perencanaan, organizing / pengorganisasian, staffing/penyusunan tenaga, controlling/pengawasan dan budgeting / pendanaan.
Kepengawasan adalah bagian dari fungsi manajemen pendidikan yaitu controlling. Kepala sekolah beserta guru dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemennya memerlukan control/pengawasan dari pengawas pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Kepengawasan sangat erat hubungannya dengan sekolah-sekolah sebagai tempat berlangsungnya kegiatan/pengelolaan fungsi-fungsi manajemen pendidikan tersebut dan merupakan bagian dari warga sekolah tersebut.Permasalahannya sekarang, apakah peran dan fungsi kepengawasan dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagai bagian dari manajemen pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, bagaimana fungsi pengawas bagi Mi Al-Islam Kartasura?


BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pengawas
Dalam pelaksanaan manajemen pendidikan, terlebih dahulu perlu diketahui bidang garapan manajemen pendidikan yang tergambar dari fungsi-fungsi manajemen pendidikan itu sendiri. Setiap sikap kegiatan dalam proses manajemen pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum. Adanya unsur tujuan ini menjadi tugas dan tanggungjawab bersama dari masing-masing fungsi manajemen tersebut untuk mencapainya. Semua orang yang terlibat di dalamnya mempunyai tanggungjawab dan wewenang, serta hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan dan fungsi masing-masing.Fungsi-fungsi pokok manajemen pendidikan tersebut adalah:
a) Perencanaan (Planing)
Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan. Dalam setiap perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor tujuan dan sarana, baik personel maupun faktor material perencanaan adalah aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan-tindakan yang tertuju pada tercapainya tujuan pendidikan.
b) Pengorganisasian (Organising)
Organisasi adalah aktivitas menyusun dan membentuk hitungan-hitungan yang berwujud suatu ketentuan dalam mencapai tujuan pendidikan.

c) Pengordinasian (Coordinating)
Koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang material, pikiran-pikiran, teknik-teknik, dan tujuan-tujuan ke dalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai tujuan pendidikan.
d) Komunikasi
Komunikasi dalam setiap bentuknya adalah proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang dalam struktur organisasi.
e) Supervisi / Pengawasan (Controlling)
Supervisi sebagai fungsi manajemen pendidikan berarti aktivitas untuk menentukan kondisi-kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
f) Pembiayaan (Budgeting)
Pembiayaan merupakan, motor penggerak bagi setiap organisasi. Kelancaran jalannya suatu organisasi tidak mungkin t Penilaian (Evaluating)
g) Evaluasi adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui sejauh mana pelaksanaan yang dilaksanakan mencapai hasil sesuai dengan rencana.
Dari fungsi-fungsi manajemen pendidikan tersebut yang dibahas disinidalah kepengawasan / supervisi.
Tabrani Rusyani 1997 menyatakan pengawasan adalah pengendalian yang dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan, penilaian kemampuan, meningkatkan dan menyempurnakan, baik manajemen maupun bidang operasionalnya.M. Ngalin Purwanto 2004 mengatakan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu kepala sekolah dan guru dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Burton dalam M. Ngalin Purwanto 2004 menyatakan supervisi adalah layanan yang mengarahkan perhatian kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam mencapai tujuan pendidikan.Dari beberapa batasan di atas dapat disimpulkan supervisi atau kepengawasan adalah aktivitas layanan yang dilaksanakan oleh pengawas berupa pembinaan, pemeriksaan, penilaian yang terencana dan berkelanjutan dengan menekankan pada dasar-dasar kependidikan dengan cara-cara belajar dan perkembangannya dalam mencapai tujuan pendidikan

B. Fungsi Pengawas
Supervisi / kepengawasan mempunyai peran untuk memotivasi guru agar mengemban tugas pokoknya sesuai dengan tuntutan profesinya (Djauzah Ahmad, 1996).
Supervisi / kepengawasan mempunyai peran sebagai pengendali keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengendali disini berupa kepastian pelaksanaan kependidikan, penilaian dan penelaah fakta kegiatan, koreksi dan motivasi rencan agar sejalan dengan perubahan yang mungkin terjadi, mendukung seluruh efektivitas dalam pelaksanaan (H.Tabrani Rusyani, 1997).Supervisi / kepengawasan mempunyai peran membangkitkan dan merangsang semangat kepala sekolah dan guru-guru dalam menjalankan tugasnya, mencari dan mengembangkan metode baru, berusaha mempertinggi mutu pengetahuan / kompetensi guru serta membinakerjasama yang baik dan harmonis di antara warga sekolah (M. Ngalin Purwanto, 2004)
Dari beberapa batasan di atas dapat ditarik kesimpulan peranan kepengawasan adalah : memotivasi semangat kerja kepala sekolah dan guru dalam menjalankan tugasnya, meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru-guru membina kerjasama yang harmonis serta sebagai pengendali keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan sehingga meningkatkan mutu pendidikan lebih terjamin.
Fungsi-fungsi kepengawasan pendidikan yang sangat penting diketahui adalah sebagai berikut.
a) Dalam bidang kepemimpinan
1. Menyusun rencana dan policy bersama
2. Mengikut sertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
3. Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan.
4. Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok.
5. Mengikut sertakan semua anggota dalam menetapkan keputusan-keputusan.
6. Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
7. Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok.
8. Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
b) Dalam hubungan kemanusiaan
1. Memanfaatkan kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
2. Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis dan sebagainya.
3. Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
4. Memupuk rasa saling menghormati diantara sesama anngota kelompok dan sesama manusia.
5. Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
c) Dalam pembinaan proses kelompok
1. Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
2. Menimbulkan dan memelihara sikap percaya dan mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dengan pemimpin.
3. Memupuk sikap dan kesetiaan tolong-menolong
4. Memperbesar rasa tanggungjawab para anggota kelompok.
5. Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat diantara anggota kelompok.
6. Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya
d) Dalam administrasi personel
1. Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
2. Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
3. Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
e) Dalam bidang evaluasi
1. Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci
2. Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kreteria penilaian.
3. Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma-norma yang ada.
Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengdakan perbaikan-perbaikan.
Jika fungsi-fungsi kepengawasan di atas benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk pengawas terhadap para kepala sekolah dan guru-guru, maka kelancaran jalannya sekolah dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
C. Peranan dan Fungsi Kepengawasan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Ada banyak faktor yang menentukan peningkatan mutu pendidikan. Bukan hanya dana yang memadai, juga pengasuh yang mempunyai visi dan misi yang jelas, para guru yang profesional dan masyarakat yang aktif berpartisipasi di dalam pengembangan pendidikannya turut mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dalam era global bukan hanya menjawab tantangan-tantangan internal tetapi juga tantangan-tantangan global. Pendidikan yang mengarah pada disintegrasi kesatuan bangsa bukanlah pendidikan bermutu. Pendidikan yang bermutu bukan hanya dari aspek akademik tetapi juga aspek pengembangan disiplin yang demokratis, kritis, dan produktif.
Peranan kepengawasan hendaknya menuju pada hal-hal seperti di atas. M. Ngalin Purwanto, 2004 mengatakan pengembangan minat dan sikap profesional itu hendaknya merupakan bagian integral dari program kepengawasan yang dilakukan oleh pengawas. Dengan dasar ini dipastikan peningkatan mutu pendidikan lebih terarah dan lebih mudah dicapai. Sebaliknya apabila kepengawasan belum mampu menyentuh kepala sekolah dan guru, tak ubahnya kualitas/mutu pendidikan jalan ditempat bahkan menurun seiring dengan patahnya semangat guru dan beratnya beban ekonomi.
Dari uraian di atas dapat dilihat peranan dan fungsi kepengawasan dalam peningkatan mutu pendidikan ke depan adalah sebagai pembangkit motivasi dan semangat kepala sekolah dan guru, mendorong serta mengarahkan terciptanya kepuasan kerja, karena semua itu mempengaruhi kualitas pekerjaan seseorang dan akhirnya tertuju pada satu tujuan yaitu peningkatan mutu pendidikan.
D. Manajemen lembaga Islam dan Implikasinya
Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lainyang berkaitan untuk mencapai pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Makna definitive ini selanjutnya mempunyai implikasi-implikasi yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan system dalam manajemen pendidikan Islam, dan berikut ini penjabarannya.
Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami. Aspek ini menghendaki adanya muatan-muatan nilai Islami dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam, misalnya penekanan pada penghargaan, maslahat, kualitas, kemajuan dan pemberdayaan. Selanjutnya upaya pengelolaan ini diupayakan bersandar pada pesan-pesan Al-Qur’an dan Hadits agar selalu dapat menjaga sifat Islami.
Kedua, terhadap lembaga pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan objek dari manajemen ini yang secara khusus diarahkan untuk menangani pendidikan Islam dengan segala keunikannya. Maka manajemen ini bisa memaparkan cara-cara pengelolaan manajemen Madrasah, Sekolah, pondok pesantren, perguruan tinggi dll.
Ketiga, proses pengelolaan pendidikan Islam secara Islami menghendaki adanya sifat inklusif dan ekseklusif. Frase secara islami menunjukkan sifat inklusif, yang artinya kaidah-kaidah manajerial bisa dipakai untuk pengelolaan pendidikan selain pendidikan Islam selama ada kesesuaian sifat dan misinya. Dan sebalikanya kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum bisa juga dipakai dalam mengelola pendidikan Islam sesuai dengan nilai-nilai Islam, realitas, dan kultur yang dihadapi lembaga pendidikan Islam. Kemudian frase Lembaga Pendidikan Islam menunjukkan keadaan ekslusif karena menjadi objek langsung, hanya terfokus pada lembaga pendidikan Islam. Sedangkan lembaga pendidikan lainnya telah dibahas secara detail dalam buku-buku manajemen pendidikan.
Keempat, dengan cara menyiasati, frase ini mengandung strategi yang menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen. Manajemen penuh siasat atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Demikian pula dengan manajemen pendidikan Islam yang senantiasa diwujudkan melelui strategi tertentu. Adakalanya strategi tersebut sesuai dengan strategi dalam mengelola lembaga pendidikan umum, tetapi bisa jadi berbeda sama sekali lantaran adanya situasi khusus yang dihadapi lembaga pendidikan Islam.
Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait. Sumber-sumber belajar disini memiliki cakupan yang luas, yaitu:
1. Manusia, yang meliputi guru, ustd, dosen, siswa, santri, mahasiswa.
2. Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku paket ajar, dll.
3. Lingkungan, merupakan segala hal yang mengarah pada masyarakat.
4. Alat dan peralatan, seperti laboratorium.
5. Aktivitas.
Adapun hal-hal yang terkaitbisa berupa keadaan sosio-politik, sosio-kultur, sosio-ekonomi, maupun sosio-religius yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
Keenam, tujuan pendidikan Islam. Hal ini merupakan arah dari seluruh program pengelolaan lembaga pendidikan Islam sehingga tujuan itu sangat mempengaruhi komponen-komponen lainnya, bahkan mengendalikannya.
Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya, berhasil guna dan berdaya guna. Artinya manajemen yang berhasil mencapai tujuan dengan penghemat tenaga, waktu, dan biaya. Efektifitas dan efisien ini merupakan penjelasan terhadap komponen-komponen. Sebelumnya sekaligus mengandung makna penyempurnaan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam. (Mujamil, Qomar.2007 : 10-12)
Berbicara tentang manajemen lembaga pendidikan Islam tidak terlepas dari unsur-unsur yang membentuk budaya lembaga itu sendiri. Salah satunya adalah lingkungan sekolah yang terdiri atas lingkungan internal sekolah, misalnya tempat belajar dan mengajar, dan peran penting dari keberadaan para pendidik dan anak didik atau ada guru dan murid, para karyawan sekolah, alat-alat dan fasilitas sekolah, perpustakaan dan aktivitas pembelajaran. Semua itu terlibat langsung dalam susunan interaktif yang membentuk lembaga pendidikan. Adapun lembaga pendidikan yang bersifat eksternal adalah keberadaannya diluar lembaga, misalnya lingkungan masyarakat, hubungan struktural sekolah dengan pemerintah dan interaksi pihak lembaga dengan keluarga seluruh anak didik.
Dalam lingkungan lembaga pendidikan seperti Sekolah/Madrasah, perbedaan individual anak didik perlu mendapat perhatian guru, sehubungan dengan pengelolaan pengajaran agar proses belajar mengajar berjalan secara kondusif. Pengembangan manajemen lembaga pendidikan Islam bermula dari kondisi lingkungan Sekolah/Madrasah yang berkaitan dengan masyarakat. Hubungan yang sosiatif antara keduanya dimulai dengan beberapa harapan, yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan tentang lingkungan yang bersih, yaitu bersih dalam perilaku negative. Oleh karena itu, perlu dipelajari dan diamalkan semua yang berkaitan dengan pendidikan akhlaq dan budi pekerti yang baik menurut agama, undang-undang dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2. Pendidikan tentang dakwah yang menyemarakkan lingkungan masyarakat dengan berbagai kegiatan positif dan dijunjung tinggi oleh nilai-nilai keagamaan.
3. Pendidikan tentang sangsi social yang merusak nama baik lingkungan social-religiusnya. Sangsi social di berlakukan dengan tetap mempertahankan keselarasan dengan hokum yang berlaku dan nilai-nilai keagamaan.


BAB III
REGULASI MENEJERIAL
Eksistensi pengawas sekolah dinaungi oleh sejumlah dasar hukum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah landasan hukum yang terbaru yang menegaskan keberadaan pejabat fungsional itu. Selain itu, Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 (disempurnakan dengan keputusan nomor 091/2001) dan Keputuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1998 (disempurnakan dengan keputusan nomor 097/U/2001) merupakan menetapan pengawas sebagai pejabat fungsional yang permanen sampai saat ini. Jika ditilik sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada, yang terkait dengan pendidikan, ternyata secara hukum pengawas sekolah tidak diragukan lagi keberadaannya. Dengan demikian, tidak ada alasan apapun dan oleh siapapun yang memarjinalkan dan mengecilkan eksistensi pengawas sekolah.
Menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku, keberadaan pengawas sekolah jelas dan tegas. Dengan demikian bukan berarti pengawas sekolah terbebas dari berbagai masalah. Ternyata institusi pengawas sekolah semakin bermasalah setelah terjadinya desentralisasi penangan pendidikan. Institusi ini sering dijadiakn sebagai tempat pembuangan, tempat parkir, dan tempat menimbun sejumlah aparatur yang tidak terpakai lagi (kasarnya: pejabat rongsokan). Selain itu, pengawas sekolah belum difungsikan secara optimal oleh manajemen pendidikan di kabupaten dan kota. Hal yang paling mengenaskan adalah tidak tercantumnya anggaran untuk pengawas sekolah dalam anggaran belanja daerah (kabupaten/kota). Sekurang-kurangnya fenomena itu masih terlihat sampai sekarang.
Penodaan terhadap institusi pengawas sekolah dan belum difungsikannya para pengawas sekolah secara optimal bak lingkaran yang tidak berujung berpangkal. Lingkaran itu susah dicari awalnya dan sulit ditemukan akhirnya. Tidak ada ujung dan tidak ada pangkal. Akan tetapi, jika dimasuki lebih dalam, inti permasalahannya dapat ditemukan. Institusi pengawas sekolah adalah institusi yang sah. Keabsahannya itu diatur oleh ketentuan yang berlaku. Seyogyanya, aturan-aturan itu tidak boleh dilanggar oleh manajemen atau birokrasi yang mengurus pengawas sekolah. Aturan itu ternyata sangat lengkap. Mulai dari aturan merekrut calon pengawas, sampai kepada memberdayakan dan menfugsikan pengawas sekolah untuk operasional pendidikan, ternyata sudah ada aturannya. Pelecehan atau pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada itulah yang merupakan titik pangkal permasalahan pengawas sekolah sebagai institusi di dalam sistem pendidikan.


BAB IV
ANALISIS

 Bagaimana Fungsi Pengawas Bagi Manajemen lembaga Di Mi Al-Islam Kartasura
Peningkatan mutu pendidikan telah menjadi komitmen Departemen Pendidikan Nasional yang ditunjukkan dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK). Ada beberapa direktorat di lingkungan Ditjen PMPTK, satu di antaranya adalah Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat ini bertugas meningkatkan mutu tenaga kependidikan yang terdiri atas: (1) tenaga pengawas satuan pendidikan, (2) kepala sekolah/madrasah, (3) tenaga administrasi sekolah/madrasah, (4) tenaga laboratorium laboran/teknisi, dan (5) tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.
Salah satu tenaga kependidikan yang dinilai strategik dan penting untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah dan kepala sekolah/madrasah adalah tenaga pengawas sekolah/madrasah. Usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu tenaga pengawas sekolah/madrasah antara lain adalah penyempurnaan sejumlah unsur mulai dari rumusan konsep dasar pengawasan, peranan dan fungsi pengawas, kompetensi kualifikasi dan sertifikasi, rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, pengembangan karir, pendidikan dan pelatihan, penghargaan dan perlindungan sampai pada pemberhentian dan pensiun. Mengingat banyaknya unsur-unsur yang harus ditingkatkan pembinaannya dan dibahas, maka pada kesempatan ini pembahasan dibatasi pada peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah saja.
Masalahnya adalah pengawas sekolah/madrasah selama ini masih banyak yang belum mengetahui dan memahami peranan yang harus dimainkannya serta fungsi yang diembannya. Terlebih-lebih melaksanakan peranan dan fungsi tersebut.Permasalahan ini muncul karena sejak diberlakukannya otonomi daerah, banyak bupati/walikota mengangkat pengawas sekolah bukan berasal dari guru dan atau kepala sekolah. Ada pengawas sekolah yang diangkat dari mantan pejabat atau staf dinas dengan maksud untuk memperpanjang masa pensiunnya, pada hal mereka belum pernah menjadi guru atau kepala sekolah. Bahkan ada pula yang diangkat sebagai balas budi “tim sukses” bupati/walikota terpilih. Ironisnya, setelah mereka dilantik sebagai pengawas sekolah, mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan pengawas sekolah. Pengangkatan dengan cara tersebut sebenarnya bertentangan dengan pendapat Wiles & Bondi (2007) yang menyatakan: Selection criteria for supervisors, based on their training and experience. Experience:
a. Minimum of two years of classroom teaching experience.
b. Minimum of one year of leadership experience (such as principal).
c. Cerification as a teacher.
Tetapi, yang lebih parah lagi adalah pengangkatan tersebut di atas telah melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 39 yang berbunyi:
(2) Kriteria minimal untuk menjadi pengawas satuan pendidikan meliputi:
a. Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi,
b. Memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan,
c. Lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan.
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan konsep dan teori tentang peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah bagi para pengawas sekolah/madrasah. Harapannya adalah agar para pengawas sekolah/madrasah semakin bertambah pengetahuan dan pemahaman tentang peranan yang harus dimainkan dan fungsi yang diembannya serta yang lebih penting lagi mereka mampu mempraktikannya dengan baik di tempat tugasnya masing-masing.
PERANAN PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH
Peranan menurut Getzels (1967), “That roles are defined in terms of role expectations-the normative rights and duties that define within limits what a person should or should not do under various circumtances while he is the incumbent a particular role within an intitution.” Dari pendapat Getzels tersebut, maka perananperanan dapat didefinisikan dalam terminologi harapan-harapan peranan yang bersifat kebenaran normatif dan menetapkan batasan-batasan kewajiban-kewajiban apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan seseorang secara khusus di dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, setiap kita berbicara tentang peranan seseorang di dalam suatu organisasi termasuk juga organisasi sekolah/madrasah tentunya, selalu berupa peranan-peranan yang normatif atau yang ideal-ideal saja.
Peranan adalah aspek dinamis yang melekat pada posisi atau status seseorang di dalam suatu organisasi seperti yang dinyatakan oleh Lipham & Hoeh (1974), “We indicate that a role is a dynamis aspect of a position, office, or status in institution.”.Karena peranan bersifat dinamis, maka ia berkembang terus sesuai dengan tuntutan kebutuhan organisasi.
Peranan pengawas sekolah/madrasah menurut Wiles & Bondi (2007), “The role of the supervisor is to help teachers and other education leaders understand issues and make wise decisions affecting student education.” Bertitik tolak dari pendapat Wiles & Bondi tersebut, maka peranan pengawas sekolah/madrasah adalah membantu guru-guru dan pemimpin-pemimpin pendidikan untuk memahami isu-isu dan membuat keputusan yang bijak yang mempengaruhi pendidikan siswa. Untuk membantu guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta meningkatkan prestasi belajar siswa, maka peranan umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai: (1) observer (pemantau), (2) supervisor (penyelia), (3) evaluator (pengevaluasi) pelaporan, dan (4) successor (penindak lanjut hasil pengawasan). Apa saja yang dilakukan setiap peranan akan dibahas pada subbab fungsi pengawas sekolah/madrasah di bawah ini.
Dalam praktiknya, orang sering menyamakan antara arti pengevaluasian dengan penilaian. Pada hal, arti pengevaluasian berbeda dengan penilaian. Pengevaluasian pendidikan ialah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang,dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan penilaian ialah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa.
Peranan sebagai penyelia adalah melaksanakan supervisi. Supervisi meliputi: (1) supervisi akademik, dan (2) supervisi manajerial. Kedua supervisi ini harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas sekolah/madrasah.
Sasaran supervisi akademik antara lain adalah untuk membantu guru dalam hal: (a) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan, (b) melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan, (c) menilai proses dan hasil pembelajaran/bimbingan, (d) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan, (e) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (f) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (g) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik,(h) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (i) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan, (j) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (k) mengembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dan sebagainya) yang tepat dan berdaya guna, (l) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan, dan (m) mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.


DAFTAR PUSTAKA
 Anonim 2003 PRRI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta Depdiknas
 Djauzal H. Achmad 1993. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud
 Purwanto M. Ngalin. 2004. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.Bandung; PT. Remaja Rosdakarya
 Rusyam Tabrani R. 1997 Manajemen Pendidikan. Bandung; Media Pustaka
 Tilaar H.A.R. 2001 Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung PT. Remaja Rosdakarya
 Staf Tenaga Kependidikan. 2006. Laporan Rapat Kordinasi Pengembangan Kebijakan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Read more » 0 komentar

Copyright © Dunia_Pendidikan 2011