Saturday, February 25, 2012

HUKUM ISLAM DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

Menurut Prof. Hazairin Hukum Islam yang berlaku bagi ummat Islam ada dua, pertama hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis, dan yang kedua, hukum Islam yang berlaku secara normatif.
Hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis adalah sebagian hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat yang disebut dengan istilah mu’amalah. Bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud adalah “Hukum Perkawinan, hukum kewarisan, wakaf dan sebagainya seperti sengketa ekonomi Islam”. Hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis ini memerlukan bantuan penyelenggara Negara untuk menjalankannya secara sempurna dengan mendirikan “Peradilan Agama” yang menjadi salah satu unsur dalam system peradilan Nasional di Negara kita.
Sedangkan Hukum Islam yang bersifat normative tidak memerlukan bantuan penyelenggara Negara untuk melaksanakannya, seperti shalat, puasa dan zakat.
Untuk menegakkan hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal dalam Negara Republik Indonesia, pada tanggal 8 Desember 1988, Presiden RI menyampaikan Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibicarakan dan disetujui menjadi Undang-Undang menggantikan semua peraturan perundang-undangan tentang Peradilan Agama yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman 1970.
Pada tanggal 14 Desember 1989, RUU Peradilan Agama itu disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang Republik Indonesia tentang Peradilan Agama. Kemudian pada tanggal 29 Desember 1989, Undang-Undang tersebut menjadi Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989.
Dengan disahkannya Undang-Undang itu semakin mantaplah kedudukan Peradilan Agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang mandiri di tanah air kita dalam menegakkan hukum berdasarkan hukum Islam bagi pencari keadilan yang beragama Islam. Berdasarkan Undang-undang nomo 7 tahun 1989 di atas bahwa   kewenangan Peradilan Agama dalam Pasal 49 ayat (1)Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : (a) perkawinan; (b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hokum Islam; (c) wakaf dan shadaqah yang telah menjadi hukum positif di tanah air kita. Kemudian dengan lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang no. 7 tahun 1989 tentang Peradilam Agama telah membawa perubahan besar dalam eksintensi Lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan yang mendasar adalah penambahan wewenang Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syari’ah. Berdasarkan Pasal 49 huruf (i) UUPA Nomor 3 Tahun 2006 ditegaskan bahwa Peradilan Agama memiliki kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk “Ekonomi Syari’ah”. Pasal ini menyatakan bahwa  yang dimaksud dengan “ekonomi Syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi : (a) Bank Syari’ah; (b) Lembaga Keuangan Makro Syari’ah; (c) Asuransi Syari’ah; (d) Reasuransi Syari’ah;(e)Reksadana Syari’ah (f) Obligasi dan surat berharga berjangka menengah Syari’ah; (g) Sekuritas Syari’ah; (h) Pembiayaan Syri’ah;(i) Pegadaian Syari’ah; (j) Dana pensiun lembaga keuangan Syari’ah; dan (k) Bisnis Syari’ah.
Dengan bertambah kewenangan Peradilan Agama dalam memutus perkara yang berkaitan dengasn “Ekonomi Syari’ah”. Maka para hakim di Pengadilan Agama harus menguasai tentang ilmu ekonomi Syari’ah disamping ilmu hokum formil yang dimiliki selama ini.
Berkaitan dengan hal di atas, Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syari’ah Unisba telah membekali mahasiswanya dengan berbagai mata kuliah yang ada kaitannya dengan ekonomi syari’ah, yaitu antara lain diadakannya mata kuliah (1) Hukum Perbakkan Syari’ah; (2) Fiqh Muamalah( ekonomi Islam) secara komfrehensip dan mendalam; (3)Ushul Fiqh/Filsafat Islam; (4) Etika Bisnis Islam, dan lainnya yang terkait dengan ekonomi syari’ah.
Mata kuliah tersebut diberikan sebagai antisipasi agar lulusan peradilan agama Fakultas Syari’ah Unisba, ketika menjadi hakim nanti dapat memutus perkara sengketa ekonomi syari’ah sesuai dengan undang-undang yang belaku dan dapat adil terhadap berbagai pihak.
Dalam ekonomi syari’ah banyak istilah-istilah aqad yang digunakan. Istilah tersebut harus betul-betul dipahami sehingga tidak terjadi sengketa antar berbagai pihak. Lembaga Keuangan Syri’ah (LKS) yang didukung oleh berbagai peraturan dan perundangan perbankkan berkeinginan untuk menegakkan pola hubungan antara lembaga keuangan dengan nasabah berdasrkan system syari’ah.
Pola hubungan berdasarkan system syari’ah yang harus dibangun tentu saja memerlukan personal yang mampu menggabungkan antara ilmu yang berkaitan dengan ekonomi dan perbankkan syari’ah dengan ilmu syari’ah itu sendiri. Para alumni jurusan Peradilan Agama Fakultas Syari’ah sudah disiapkan untuk itu, dan ini telah terbukti banyak dari alumninya telah bekerja di Lembaga Keuangan Syari’ah. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, alumni Jurusan Peradilan Agama tidak hanya bisa bekerja sebagai hakim di Pengadilan Agama, tapi juga sebagai pejabat di Lembaga Keuangan Syari’ah.
Untuk mengantisipasi sengketa perekonomian syari’ah yang terjadi di Lembaga Keuangan Syari’ah, serta para pengguna jasanya. Mereka menyadari bahwa untuk penyelesaiannya mereka tidak dapat menggunakan Lembaga Peradilan Umum, dan hanya dapat diseselasaikan di Pengadilan Agama. Dengan diundangkannya undang-undang nomor 3 tahun 2006, maka sengketa yang terjadi antara LKS dan pengguna jasanya berkaitan dengan ekonomi syari’ah, mutlak menjadi kewengan Peradilan Agama.
Read more » 0 komentar

Wednesday, February 22, 2012

Siapa Guru Pendidikan Karakter?

“Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda mau, Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda tahu. Anda hanya bisa mengajarkan siapa Anda” – Soekarno

Sebelum saya lebih jauh mengkaji tentang topic yang akan dibahas kali ini, maka saya akan berbagi tentang belajar. Ya, proses belajar bagaimana otak menyerap informasi. Inilah yang seringkali diabaikan, kita sebagai orangtua atau guru maunya seringkali “memaksa” anak mengerti tentang sesuatu hal dan “jalankan” seperti computer, kasi perintah dan tekan “ENTER”. Nah, kalo di manusia bukan ENTER tapi “ENTAR” upsss…
Dari penelitian diberbagai belahan dunia yang terus berkembang, hasil riset tentang tehnik penyerapan informasi ke otak dibagi menjadi 5 tahap :

  • Membaca dengan prosentase penyerapan informasi 10%

  • Mendengar dengan prosentase penyerapan informasi 20%

  • Mendengar dan Melihat dengan prosentase penyerapan informasi 50%

  • Mengatakan dengan prosentase penyerapan informasi 70%

  • Mengatakan dan melakukan dengan prosentase penyerapan informasi 90%


  • Dari informasi diatas mudah bagi kita untuk mengetahui cara yang paling efektif untuk mendidik karakter anak bukan? Kalo mau hasil maksimal, dengan penyerapan diatas 50 % maka metode mendidiknya harus disesuaikan dengan cara otak menyerap informasi.
    Tentunya cara itu adalah kombinasi antara Melihat, Mendengar, Mengatakan dan Melakukan. Saya akan membagi 2 tahap penjelasan, yaitu:

    1. Melihat dan Mendengar

    Adalah proses belajar yang ada contoh dan ada pengajarnya. Jika disekolah tentunya guru yang akan bersuara, jika dirumah maka orangtua. Sebagai guru tentunya harus memberikan contoh dan model karakter yang dikehendaki anak didiknya bagaimana serta mengajarkan “how to achieve”. Jadi pada dasarnya semua guru disekolah bisa menjadi guru pendidikan karakter, jika berkomitmen untuk menjadi contoh dan mau menjelaskan bagaimana agar siswa dapat memiliki karakter seperti gurunya. Sama halnya orangtua yang ada dirumah, siswa hanya 30% berada disekolah, 10-15 % lingkungan sosialnya dan  sisanya dirumah. Maka porsi terbesar adalah orangtua yang menjadi guru pendidikan karakter bagi anaknya.
    Seorang anak dari bayi, dia tidak mengenal bahasa. Saat dia kecil dia belajar dengan melihat contoh, dia belajar jalan, membuka pintu, menyalakan tv, semuanya melihat. Dan proses belajar seperti ini masih berlanjut pada kehidupan kita orang dewasa. Jadi jangan anggap sepele dalam sikap dan perilaku kita untuk memberikan contoh yang baik untum pendidikan karakter anak.

    2. Mengatakan dan Melakukan

    Ini terkait dengan peraturan dan system yang berlaku lingkungan belajar pendidikan karakter (sekolah dan rumah). Bagaimana peraturan disekolah dan dirumah selaras dengan tujuan pendidikan karakter. Baiklah saya akan memberi contoh, di Indonesia, di Surabaya khususnya saya masih bisa memberhentikan angkutan umum (metromini) sembarangan. Dimana saya ada di jalan raya, saya lihat ada angkutan umum saya tinggal angkat tangan saja maka amgkutan umum itu akan berhenti. Hal ini bisa berlaku di Surabaya, tapi tidak di Singapura. Jika saya pindah ke Singapura maka saya tidak bisa seenaknya saja memberhentikan angkutan umum, ada tempat khusus dimana angkutan umum tersebut mau berhenti. Maka perilaku saya akan berubah mengikuti aturan yang berlaku, saya akan ke halte jika mau naik kendaraan umum.
    Jadi dalam pendidikan karakter juga diperlukan seting macam ini juga, seting lingkungan untuk mendukung perilaku Melakukan yang akhirnya akan terbiasa. Seperti ada pepatah bisa karena biasa, sama seperti halnya aturan baru dalam berlalu lintas. Belakangan ini banyak aturan baru sehingga jalan yang biasanya bisa 2 arah hanya satu arah untuk keefektifan pengguna jalan dan menghindari kemacetan, jika kita langgar maka tilang. Pertama terasa berat, setelah 1 bulan sudah biasa, tidak ada beban lagi. Manusia adalah mahluk yang mudah beradaptasi, terasa berat jika itu dijalankan terus menerus, maka lama-lama terbiasa. Dalam melakukan pola ini jangan lupa memberikan konsekuensi jika melanggar, tentunya konsekuensi yang mendidik dan tidak merusak harga diri anak. Contoh: jika melanggar maka mainan kesukaan anak akan disita 2 hari.

    Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
    Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

    Read more » 0 komentar

    Cara Ampuh Mengatasi Persaingan Antar Saudara

    Jika Anda punya anak tunggal tentu tidak akan mengalami masalah ini. Tetapi jika Anda punya 2 orang anak atau bahkan lebih, maka ini adalah sesuatu yang bisa membuat kepala Anda pusing, bahkan bisa membuat Anda histeris mungkin. Banyak orang tua sering mengeluhkan, saya nggak abis pikir dia itu bisa mengirikan kakaknya atau bagaimana dia bisa mengirikan adiknya. “Kan saya sudah berlaku adil terhadap mereka” ungkap orang tua pada umumnya. Anda tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan masalah ini? Persaingan antar saudara mau tidak mau pasti terjadi. Ini adalah sebuah masalah untuk menunjukkan jati diri dari masing-masing anak. Setiap manusia bahkan anak-anak ingin dirinya dianggap sebagai sosok individu yang special. Nah,inilah yang terjadi pada anak-anak kita.
    Seorang kakak dipuji karena ia pandai menggambar misalkan, pandai berhitung misalkan. Nah, si adik tentunya juga ingin dipuji, tetapi bukan terhadap hal yang sama mungkin. Mungkin ia akan merasa bahwa, “ah.. saya tidak mungkin bersaing disitu karena kakak saya lebih bagus” atau “adik saya lebih bagus”. Maka ia akan mencari bidang yang lain. Jika Anda tidak tanggap terhadap hal ini, inilah yang akan memicu persaingan itu jadi semakin sengit. Seringkali orang tua mengatakan “aduh..hebatnya kamu”. Nah, ketika ia mengatakan ini di depan adik atau kakak maka adik atau kakak tersebut bisa jadi akan merasa tersinggung, “Koq dia yang dipuji, saya koq tidak”.Bagaimana mengatasi hal ini? Inilah caranya:

    1. Sederhana sekali, misalkan Anda berhadapan dengan anak nomor 1 dan Anda ingin memuji dia. Anda bisa mengatakan seperti ini, “Wah.. hebat nih, bagus sekali gambar kamu, sama ya seperti juga gambar adik”. Anda memuji anak Anda yang nomor 1, tetapi Anda juga memuji adiknya. Atau sebaliknya Anda berhadapan dengan anak Anda yang nomor 2 dan di dekatnya ada anak nomor 1. Anda mengatakan, “nah.. ini nih baru anak mama hebat sama seperti kakaknya”. Kebanyakan yang di lakukan para orang tua adalah memuji secara personal anak yang bersangkutan. Misalkan seorang adik bisa menyelesaikan sebuah tugas dengan baik, kebanyakan orang tua langsung memujinya “nah.. gitu hebat”. Nah, jika anak yang pertama Anda diam, bukan berarti dia tidak punya perasaan apapun disana. Jika ini sering terjadi dibawah sadarnya dia akan merasa bahwa, “ah.. papa atau mama sayangnya hanya sama adik, sama saya tidak”. Ini bisa terjadi, jadi berhati-hatilah terhadap hal tersebut. Jika Anda memuji anak Anda, pastikan jika ada anak lain disana puji anak tersebut secara tidak langsung. Jika tidak ada anak lainnya Anda boleh sampaikan pujian Anda secara personel pada anak tersebut.

    2. Masalah yang lain adalah kurangnya waktu pribadi dengan masing-masing anak. Suatu hari saat selesai sebuah seminar, seorang bapak menghampiri saya dan mengatakan bahwa dia punya permasalahan untuk mengatasi persaingan antara anak-anaknya. Dia punya 2 orang anak dan dia mengatakan bahwa dia sudah bersikap adil pada mereka semua. Bahkan mereka selalu keluar bersama-sama sebagai sebuah keluarga, tetapi mengapa hal ini masih bisa terjadi. Kemudian saya bertanya pada sang bapak ini. “Pak, apakah bapak pernah mengajak salah seorang anak saja untuk pergi keluar bersama bapak sendiri. Atau mungkin bersama bapak dan ibu”. “Itu tak pernah terjadi selama 13 tahun saya menikah dan saya berkeluarga. Kita selalu pergi bersama-sama”. Nah, inilah masalahnya. “Loh.. koq bisa?” kata bapak itu terkejut, mungkin Anda bisa juga mengatakan oh.. bukankah itu juga hal yang bagus? Keluar bersama-sama sebagai sebuah keluarga. Bukankah itu menjalin sebuah kebersamaan. Ya, itu memang menjalin sebuah kebersamaan, tetapi anak Anda juga memerlukan sesuatu yang lain lagi. Dia ingin dianggap sebagai individu yang special. Ketika Anda keluar hanya dengan salah satu anak saja, katakanlah dengan anak nomor 1 saja kali ini, maka dia akan merasa bahwa dirinya special. Ia akan merasa bahwa dirinya adalah yang diperhatikan untuk saat itu. Lain kali Anda keluar dengan anak nomor 2 saja dan dia akan merasa bahwa dia juga diperhatikan. Karena sebagai anak nomor 2, hal yang yang sering terjadi adalah dia akan selau merasa sebagai nomor 2, karena memang itulah kenyataannya. Dia tidak akan pernah merasakan kapan jadi nomer 1. Nah, sampai dia tua pun si kakak pasti jadi nomor 1 dan ia jadi nomor 2, bukankah seperti itu. Karena itu Anda perlu mengantisipasi perasaan ini, dengan cara menjadikannya nomor 1 pada satu waktu tertentu. Ajak dia keluar, istimewakan dia, buat dia merasa bahwa “yes.. sekarang saya nomor 1″. Imbangi dengan sebuah nasehat bahwa kakaknya juga penting. Katakan kepada anak Anda yang nomor 2 misalkan pada saat Anda mungkin mengajaknya makan di restaurant, “hey.. kalau kita belikan kakak makanan kesukaanya bagaimana? nanti kamu yang kasih oke”. Disini Anda membuatnya merasa penting, tetapi Anda juga membuatnya untuk mempunyai rasa perduli pada saudaranya sendiri.

    Nah, itu adalah hal-hal yang kecil yang anda perlu lakukan agar persaingan-persaingan seperti ini tidak mencuat jadi sebuah isu yang panas di keluarga Anda. Lakukan hal ini sejak mereka masih kecil. Wah kalau anak saya sudah besar sekarang bagaimana? Anda masih punya waktu untuk melakukannya sekarang. Perbaiki semuanya dan Anda akan melihat hubungan mereka akan jauh lebih baik lagi dan sebagai sebuah keluarga akan sangat kokoh dan sangat kuat.
    Read more » 0 komentar

    MACAM-MACAM KEPRIBADIAN ANAK

    Kali ini kita akan membahas bagian yang tidak kalah pentingnya yaitu bagian tentang kepribadian, inilah dasar dari pembentukan karakter seorang anak. Mengapa kita perlu membahas tentang kepribadian, kepribadian adalah bagian dari diri manusia yang sangat unik dimana kita memiliki kecenderungan yang cukup besar untuk merespon segala sesuatu. Dengan memahami kepribadian anak berarti kita telah menyingkat waktu kita untuk menebak-nebak, berusaha mengerti dan memahami anak kita, kita bisa jauh lebih mudah untuk memahami seseorang anak dengan memperhatikan tipologi kepribadiannya. Nah dalam artikel kali ini saya akan menggunakan tipelogi kepribadian yang sangat banyak dipakai oleh family terapis, oleh para HRD manager ataupun praktisi-praktisi di sumber daya manusia untuk menganalisa kepribadian seseorang. Kepribadian ini membagi manusia menjadi empat golongan besar yaitu korelis, sanguinis, phlegmatis dan melankolis.

    Koleris mewakili tipe kepribadian yang tegas dan kemudian cenderung untuk memimpin, yah dia adalah seorang pemimpin yang dilahirkan. Pemimpin yang dilahirkan secara alamiah begitulah koleris. Ciri-cirinya To The Point, dia ingin segala sesuatunya cepat dan dilakukan saat itu juga, dia tidak bertele-tele tetapi pada titik ekstrimnya adalah dia bisa menjadi terlalu dominan dan terlalu mengatur, terlalu mengontrol, sehingga orang lain bisa tidak tahan. Dan kemudian dia ingin segala sesuatunya dilakukan dengan sangat cepat kemudian bisa jadi dia lupa beberapa detail-detail tentang hal penting yang harus dilakukan. Itulah tipe kepribadian koleris yang sejati. Orang koleris akan berpakaian dengan praktis, simple, tidak mementingkan model pakaian tetapi lebih mementingkan fungsi dari pakaian itu. Dan orang koleris biasanya duduknya sangat tegak sekali dan ia berjalan dengan sangat tegak dengan kepala terangkat ke atas. Pada kenyataannya tiap kepribadian itu memiliki kadarnya masing-masing, sangatlah kecil sekali kemungkinannya kita menemukan seseorang yang koleris sejati. Artinya seratus persen koleris sementara di lain-lainnya itu nol semuanya. Seorang anak yang koleris, biasanya memiliki motivasi yang kuat dari dalam, istilahnya “ku tahu yang ku mau”. Jika ingin mengarahkan mereka, tunjukan keuntungan bagi anak jika mereka melakukan hal tersebut. Misal : “Jika kamu les bahasa inggris maka mudah bagi kamu untuk memahami aturan dari permainan yang sering papa dan kamu lakukan, masih banyak permainan serupa yang bisa kita mainkan”.

    Jenis kepribadian yang berikutnya adalah Sanguinis. Sanguinis adalah orang yang cerah, ceria, bisa mendengar suaranya jauh sebelum melihat orangnya, heboh sekali dan jika memakai pakaian pakaian biasanya berwarna cerah meriah dengan banyak sekali aksesoris, yah sanguinis adalah orang yang senang menjadi pusat perhatian. Jika Anda datang ke pesta dan melihat satu orang dikelilingi yang lain, bercerita, semua terhibur dan tertawa, maka orang yang bercerita itulah seorang sanguinis. Ya, sanguinis adalah pusat perhatian. Jika Anda melihat orang sanguinis berpakaian cerah warna warni dan banyak aksesoris, dia tidak akan risih dengan itu semua bahkan dia akan suka, karena dengan begitu dia bisa menarik perhatian orang lain. Orang sanguinis akan berjalan dengan gayanya yang ceria dan akan menoleh ke kanan kiri dan melempar banyak senyum kepada orang-orang di sekitarnya. Seorang anak sanguinis merupakan anak yang sangat senang sekali bermain dan berkumpul dengan banyak teman-temannya. Senang dengan aktivitas “outdoor” atau kebersamaan yang menyenangkan. Tentu mudah bagi Anda menerjemahkan bahasa saya berkaitan dengan anak sanguinis.

    Tipe koleris dan tipe sanguinis adalah tipe yang Ekstrovert, tipe yang terbuka kepada orang. Orang sanguinis begitu sangat terbukanya, sehingga bisa cerita tentang banyak hal kepada orang lain dan kemudian bisa dengan mudah melupakannya. Orang sanguinis dengan begitu mudahnya melupakan janjinya dan juga dengan begitu mudahnya dia akan langsung minta maaf. Orang koleris tidak akan melakukannya, dia akan gengsi untuk minta maaf kepada kita. Tapi mereka dasarnya adalah orang-orang yang terbuka, orang-orang yang ekstrovert. Berikutnya kita akan membahas bagian kepribadian yang Introvert yang tertutup. Di bagian ini ada dua jenis kepribadian dua tipelogi kepribadian yaitu Melankolis dan Phlegmatis.

    Melankolis adalah seorang yang rapi, biasanya tulisannya rajin, rapi, lengkap, detail karena itu jika mereka kuliah catatan mereka biasanya akan dipinjam oleh teman-temannya. Dan kemudian dia akan memiliki gaya dandan yang rapi, tidak ada satu helai pun rambut yang tersisir keluar ok semuanya rapi seperti diatur pada tempatnya. Seorang melankolis berpakaian selalu sangat rapi sekali, dimasukkan dan suka warna warna yang memiliki perpaduan warna yang cocok. Jadi tidak akan sembarangan, artinya dia tidak akan memakai bawahan yang berwarna hijau dan kemudian atasnya berwarna kuning cerah. Dia akan mempertimbangkan segala sesuatunya, itulah orang melankolis. Jika memendam sesuatu bisa dipendam sangat lama, ngambeknya bisa sangat lama sekali, tetapi orang melankolis sangat detail, begitu suka dengan data-data dan fakta-fakta. Yah itulah seorang melankolis. Ia begitu ahli di dalam perencanaan dan ahli di dalam analisa. Ciri-ciri anak melankolis yang sangat tampak adalah anak ini sangat teratur, suka kerapian, seringkali saya jumpai mereka secara akademis adalah anak yang cerdas dan pandai. Anak melankolis sangat suka “mengontrol” semuanya sendiri. Terkadang menentukan pakaian yang akan dipakainya, makan apa sore ini, dsb. Mereka terkadang suka mengingatkan kita, jika keluar kamar lampu dimatikan, tv atau laptop dimatikan.

    Kemudian kepribadian yang satunya lagi adalah Phlegmatis. Phlegmatis adalah kepribadian yang suka melakukan segala sesuatu berdasarkan urutan yang telah diberikan, jika memang sudah begini ya begini tidak usah dipikirin yang lain lagi, yah pokoknya ikuti saja. Itulah phlegmatis, tipe pengikut yang setia. Dia bisa tahan duduk berjam-jam melakukan sesuatu berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan dimana itu tidak mungkin bisa dilakukan oleh seorang yang koleris ataupun seorang sanguinis. Mereka tidak akan tahan duduk berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan melakukan satu hal yang sama berulang-ulang kali. Phlegmatis sangat cocok melakukan itu semua, sangat setia dan bisa dipercaya untuk memegang rahasia. Itulah orang phlegmatis, mereka sangat mudah diatur mereka sangat toleran. Jika Anda punya anak phlegmatis, Anda bisa mengatakan “nak sekarang makan ya”, “ya” kalau Anda sibuk, Anda bisa mengatakan “nak, sekarang Mama lagi sibuk, nanti aja makannya ya”, “iya” anak phlegmatis tidak akan menuntut Anda. Itu akan sangat berbeda dengan anak koleris “nak makannya nanti ya”, “tidak! Aku maunya sekarang” itulah anak koleris. Anak phlegmatis biasanya cenderung diam dan mengalah. Mereka sering menghindari konflik dan seringkali merelakan peralatan tulisnya untuk dipinjam dan tak jarang terkadang merasa “ngga enak” untuk memintanya.

    Sekarang Anda telah mengetahui tipologi koleris, sanguinis, melankolis dan phlegmatis nah satu hal yang perlu kita ketahui adalah tidak ada satupun tipologi kepribadian ini yang lebih baik daripada lainnya. Artinya kita semua mempunyai kadar dari keempat tipologi kepribadian ini. Di dalam diri kita ada unsur melankolis, ada unsur phlegmatis, ada unsur koleris dan ada unsur sanguinis-nya. Hanya saja di bagian mana kita dominan dan itu yang membentuk kita, itu yang membedakan kita dari yang lainnya. Nah variable atau kadar perbedaan dari setiap kepribadian ini membuat kita menjadi begitu unik. Tak ada satu orangpun yang memiliki komposisi yang sama, semuanya begitu berbeda. Dan satu hal yang paling penting, adalah seperti yang tadi saya katakan bahwa tidak ada yang baik, tidak ada yang buruk disini. Yang ada adalah pada saat kita tidak menyadari berhadapan dengan siapa dan kemudian kita tidak bisa menjalin suatu komunikasi, itu karena kita tidak bisa memahami persepsinya.

    Read more » 0 komentar

    Monday, February 20, 2012

    MACAM-MACAM SISTEM HUKUM DUNIA

    Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :  1. Sistem Hukum Eropa Kontinental • Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi). • Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M). • Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi) • Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda). • Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu negara.  Prinsip utama atau prinsip dasar : • Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. • Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU. • Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain undang-undang”. • Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang).  Peran Hakim : • Hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.  Putusan Hakim : • Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudicata) sbgmana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung)  Sumber Hukum : Sumber hukum sistem ini adalah : 1) Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes). 2) Peraturan-peraturan hukum’ (Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan 3) Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.  Penggolongannya : Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu : 1) Bidang hukum publik dan 2) Bidang hukum privat.  Ad. 1) : Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini ialah : 1) Hukum Tata Negara 2) Hukum Administrasi Negara 3) Hukum Pidana  Ad. 2) : Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah : 1) Hukum Sipil, dan 2) Hukum Dagang Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berikut : 1) Terjadinya sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur ”kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria. 2) Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan, misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.  2. Sistem Hukum Anglo Saxon • Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). • Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika Serikat.  Sumber Hukum : 1) Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum. 2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan. Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.  Peran Hakim : • Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. • Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis. • Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). • Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.  Penggolongannya : • Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum privat”. • Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental. • Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental. • Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”. • Berbeda dengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons, hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort). • Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.  3. Sistem Hukum Adat • Berkembang dilingkungan kehidupan sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain. • Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah ”Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje.  Sumber Hukum : • Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya. • Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya. • Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti. • Karena sifatnya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan situasi sosial, hukum adat elastis sifatnya. Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri. Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1) Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan penjabatnya. 2) Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari : o Hukum pertalian sanak (kekerabatan) o Hukum tanah o Hukum perutangan 3) Hukum adat mengenai delik (hukum pidana) Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat  4. Sistem Hukum Islam • Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain seperti negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual maupun secara kelompok.  Sumber Hukum : 1) Qur’an, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. 2) Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita tentang Nabi Muhammad SAW. 3) Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup. 4) Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.  Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu : 1) Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah. 2) Hukum duniawi, terdiri dari : a) Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya. b) Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan. c) Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan. Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Qur’an. Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.  Berdasarkan sistem hukum dunia diatas, negara Indonesia termasuk negara yang menganut sistem hukum Eropa kontinental. Hal ini dapat dilihat dari sejarah dan politik hukumnya, sistem sumber-sumber hukumnya maupun dalam sistem penegakan hukumnya. Namun dalam pembentukan peraturan perundangan yang berlaku sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum adat dan juga sistem hukum Islam. Sistem hukum eropa Kontinental menganut mazhab legisme dan positivisme. Mazhab legisme adalah Mazhab/aliran ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam UU. Atau berarti hukum identik dengan UU. Hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada UU, sehingga pekerjaannya hanya melakukan pelaksanaan UU belaka (wetstoepassing) . Aliran legisme demikian besarnya menganggap kemampuan UU sebagai hukum, termasuk dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial. Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan apabila telah dikeluarkan UU yang mengaturnya. Menurut aliran ini UU adalah obat segala-galanya sekalipun dalam kenyataannya tidak demikian.Mazhab Legisme / Fomalitas. Sedangkan Mazhab / Aliran Positivisme Hukum (Rechtspositivisme) sering juga disebut dengan aliran legitimisme. Aliran ini sangat mengagungkan hukum tertulis. Menurut aliran ini tidak ada norma hukum diluar hukum positif. Semua persoalan masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Sehingga terkesan hakikat dari aliran ini adalah penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis ini sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumbst
    Read more » 0 komentar

    PENDIDIKAN MASYARAKAT PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS

    BAB I
    PENDAHULUAN
    Berbicara masalah pendidikan seakan tidak habis-habisnya sampai manusia itu sendiri lenyap dari permukaan bumi alias mati, karena manusia wajib menjalani pendidikannya sejak dia dilahirkan sampai dia masuk liang lahad, jasadnya larut ditelan bumi, dan rohnya kembali kepada sang pencipta yaitu Allah SWT. [1]
    Proses pendidikan terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah SWT selesai menciptakan Adam Alaihissalam, lalu Allah SWT mengumpulkan tiga golongan mahluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan Proses Belajar Mengajar (PBM). Tiga golongan mahluk ciptaan Allah dimaksud yaitu Jin, Malaikat, dan Manusia (Adam Alaihissalam) sebagai "mahasiswa" nya, sedangkan Allah SWT bertindak sebagai "Maha Guru" nya. Setelah selesai PBM maka Allah SWT mengadakan evaluasi kepada seluruh mahasiswa ( jin, malaikat, dan manusia) dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh materi pelajaran yang diberikan, dan ternyata Adam lah (dari golongan manusia) yang berhasil menjadi juara dalam ujian tersebut.[2]
    Pembangunan pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan upaya pengejewantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu menciptakan anak bangsa yang cerdas dan bermartabat. Proses pencerdasan dan pemartabatan bangsa dilakukan tidak lepas dari proses belajar mengajar dan pelatihan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.
    Berbicara pembangunan pendidikan di Indonesia, "Pembangunan bidang pendidikan mengemban misi pemerataan pendidikan yang menimbaulkan ledakan pendidikan (education explotion). Hal itu memberikan peningkatan mutu sangat signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia (human recourses development) bangsa kita. Strategi pendidikan nasional ketika itu adalah popularisasi pendidikan yang mengakar pada pemerataan pendidikanb. Lebih jauh semakin dirasakan bahwa pembangunan sekolah-sekolah memiliki fungsi strategis bagi peningkatan kualitas warga Negara, harkat, dan martabat bangsa Indonesia".
    Langkah yang harus dilakukan untuk bisa mencapai derajat manusia Idonesia yang bermartabat, cerdas, dan terampil atau "insan kamil" atau manusia paripurna, adalah dengan mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri manusia sesuai dengan fitrahnya, baik potensi jasmani (yakni daging, tulang, otot, darqh, dan sebaginya) maupun potensi rohani (yaitu akal, akhlak, budi pekerti, kolbu atau bathin, firasat, rasa, karsa, nafsu, dan sebagainay) harus dikembangkan secara seimbang, dijaga, dibina, dan dikembangkan melalui suatu proses pendidikan sejak ia lahir sampai berpulang ke rahmatullah.[3]


    BAB II
    PEMBAHASAN
    A.    Konsep Pendidikan Masyarakat 
    Pendidikan adalah bimbingan pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam kata bimbingan terkandung unsur lain yaitu menunjukan bahwa usaha itu tidak sekali jadi, tetatpi melalui proses yang berjalan bersama-sama menuju ke arah kedewasaan.[4]
    Pendidikan Masyarakat Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai sejak anak-anak. Corak dan ragam pendidikan yang dialami anak banyak sekali meliputi : pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan sikap dan mental, pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu antara pendidikan dengan masyarakat terjadi proses salinng pengaruh mempengaruhi.
    Di satu pihak masyarakat dengan cita-citanya mendorong terwujudnya pendidikan sebagai sarana untuk merealisasikan cita-citanya. Sedangkan pihak pendidikan mencambuk masyarakat untuk bercita-cita lebih maju. Pendidikan masyarakat adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yanng sesuai kebutuhan masyarakat.[5]
    Kalau kita berpegang teguh pada batas kita semula bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar, maka sebagian dari pengalaman yang diperoleh tidak dapat dimasukan dalam kategori pendidikan. Ini hanya dapat dimasukkan dalam kategori pergaulan. Tetapi sebagian besar dari pengalaman di masyarakat itu dapat merupakan pendidikan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu berupa bimbingan secara sadar. Pada taraf-taraf sebelum kedewasaan tercapai, bimbingan secara sadar itu dilakukan oleh orang-orang lain, yaitu pemimpin-pemimpin kemasyarakatan, sedangkan pada masa dewasa, bimbingan lebih bersifat pendidikan sendiri, membentuk kebiasaan sendiri, mencari sumber-sumber pengetahuan sendiri dan mempertebal keyakinan kita sendiri akan nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan.
    Setiap individu dalam masyarakat merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk mendukung dan melancarkan kegiatan pembangunan dalam masyarakat tersebut. Manusia sebagai individu, sebagaimana kodratnya memiliki sifat baik maupun buruk. Sifat-sifat yang kurang baik inilah perlu dibina dan dirubah sehingga melahirkan sifat-sifat yang baik lalu dibina dan dikembangkan. Proses perubahan dan pembinaan tersebut disebut dengan pendidikan.[6]
    Melalui pendidikan, manusia diharapkan menjadi individu yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk secara mandiri meningkatkan taraf hiudupnya baik lahir maupun bathin serta meningkatkan peranannya sebagai individu/pribadi, warga masyarakat, warga Negara dan sebagai khalifah-Nya.
    Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas dari sudut pandang serta pendekatan yang digunakan. Untuk melihat pendidikan secara utuh maka diperlukan suatu pendekatan system, sehingga pendidikan dilihat secara menyeluruh dan tidak lagi parsial atau pragmatis.[7]
    Pendidikan merupakan suatu proses, dimana proses tersebut dapat berlangsung dimana dan kapan saja, tidak hanya dalam lingkungan yang formal seperti di sekolah atau kampus karena pendidikan tidak hanya sekolah atau kuliah. Perkembangan seseorang mulai dari kecil, remaja sampai dewasa, di sekolah, di masyarakat dan di rumah merupakan proses pendidikan yang menyeluruh.
    Menurut Pannen pendidikan digambarkan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari subsistem-subsistem dan membentuk satu sistem yang utuh. Sistem pendidikan ini memperoleh input dari masyarakat dan lingkungan serta akan memberikan output bagi masyarakat dan lingkungan tersebut.[8]
    Sedangkan menurut UU SPN No. 20 Tahun 2003, Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[9]
    Sedangkan pendidikan masyarakat adalah suatu gagasan berupa konsep, hasil penelitian dan penerapan pengembangan di masyarakat. Dan fungsi dari pendidikan masyarakat sendiri adalah pola pikir masyarakat terhadap semua terhadap perkembangan dunia yang sedang terjadi saat ini. Pendidikan masyarakat ini dalam kegiatannya membahas mengenai berbagai macam isu yang hadir di masyarakat. Mereka yang bergabung dalam forum ini akan berdiskusi membaca dan berbagai pengalaman membaca buku atau sekedar membicarakan isu hangat yang sedang banyak di bicarakan masyarakat.[10]
    Sedangkan masyarakat sendiri adalah sekumpulan orang yang hidup di wilayah tertentu dan terikat oleh aturan yang berlaku. Masyarakat di bagi menjadi dua yaitu masyarakat moderen dan masyarakat sederhana. Masyarakat sederhana mempunyai pengetahuan yang kurang terspesialisasi dan sedikit keterampilan yang diajarkan membuat mereka tiada keperluan rasanya untuk menciptakan institusi yang terpisah bagi pendidikan sepeti sekolah. Sebagai gantinya anak-anak memperoleh warisan budaya dengan mengamati dan meniru orang dewasa dalam berbagai kegiatan seperti upacara, berburu, pertanian dan panen.
    Dalam kebudayaan masyarakat sederhana agen pendidikan yang formal termasuk di dalamnya kelauarga dan kerabat. Sedangkan sekolah muncul relative terlambat dalam lingkungan masyarakat sederhana. Adapun beberapa kondisi menurut Imran Manan yang mendorong timbulnya lembaga pendidikan (sekolah) dalam masyarakat sederhana adalah :[11]
    a.       Perkembangan agama dan kebutuhan untuk mendidik para calon ulama, pendeta, dll.
    b.      Pertumbuhan dari dalam (lingkungan masyarakat itu sendiri) atau pengaruh dari luar.
    c.       Pembagian kerja dalam masyarakat yang menuntut keterampilan dan dan teknik khusus.
    d.      Konflik dalam masyarakat yang mengancam nilai-nilai tradisional dan akhirnya menuntut pendidikan untuk menguatkan penerimaan nilai-nilai warisan budaya.
    Dalam suatu masyarakat sederhana tidak mempunyai orang yang khusus berfungsi mengajar. Anggota-anggota masyarakat yang lebih tua mengajar kelaurga yang muda, walupun untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti untuk menjadi guru mengaji, sebagai penceramah, dll. Sebagai hasilnya mereka yang mengajar turut serta secara penuh dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya, karena guru-guru dalam masyarakat langsung mempraktekkan apa yang mereka ajarkan, seperti seorang guru mengaji langsung mempraktekkan apa yang mereka ajarkan, seorang ahli bertani langsung mempraktekkan apa yang akan mereka wariskan (ajarkan) kepada pewarisnya, dll.
    Dalam masyarakat sederhana pembelajaran menjadi lebih mudah sebab objek pembelajaran selalu dapat diperoleh. Walaupun begitu di sejumlah masyarakat sederhana ada juga sejumlah pengetahuan khusus yang mesti diajarkan dengan jelas, karena pengetahuan ini dipercayai menjamin kelangsungan dan kesuburan masyarakat.
    Sedangkan dalam masyarakat modern pendidikan memisahkan anak dari orang tuanya untuk memperoleh ketampilan (ilmu pengetahuan dan teknologi) serta akan membutuhkan waktu yang lebih panjang dari pada masyarakat sederhana. Dengan didirikannya lemabaga-lembaga formal (sekolah) membuat mereka lebih banyak terpisah dengan lingkungan masyarakat nmereka sedniri. Hal ini mengakibatkan anak-anak dalam masyarakat meodern akan terasing dengan lingkungan masyarakatnya yang pada akhirnya akan mengurangi kepedulian diantara mereka.
    Dalam masyarakat modern pengetahuan yang akan diajarkan akan membutuhkan seorang tenaga pengajar yang professional. Hal ini berimplikasi dengan cara pandang mereka bawah mereka akan dapat memetik keuntungan ataupun kerugian dari spesialisasi, pengetahuan dan keahlian yang telah mereka kuasai. Dengan adanya tenaga-tenega professional, lembaga formal, serta sarana-dan parsaran yang memadai akan melahirkan masyarakat modern yang juga akan memiliki kaulifikasi atau kompetensi sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam perencanaan pembelajaran.
    Akan tetapi kebanyakan tenaga pengejar (guru) dalam masyarakat modern cenderung mangajarkan sesuatu kepada muridnya jauh dengan realita yang ada. Sebagai contoh seorang guru bidang ekonomi yang mengajarkan cara menjadi manager keuangan, tidak akan terlibat langsung menjadi manager keuangan. Hal ini berimplikasi kepada jauhnya sesuatu apa yang mereka pelajari dari diri dan lingkungan mereka sendiri.
    Anak-anak dalam masyarakat modern cenderung berada dibawah tekanan yang besar dari orang tua dan guru-gurunya untuk menguasai pelajaran yang ditentukan dan dalam waktu yang telah ditentukan. Gejala ini akan berpotensi menimbulkan gejala kelainan mental jika hasil yang akan dicapai terlalau berat dibandingkan dengan kemampuan anak.
    Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education).[12]
    Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika. Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR. Arief Rahman dalam Mukhlishah, 2002 adalah : 1). Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya. 2). Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran. Dan 3). Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
    Sedangkan menurut Surya, M., 2002 salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal.[13]
    Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.[14]
    Pendidikan kita selama ini memandang sekolah sebagai tempat untuk menyerahkan anak didik sepenuhnya. Sekolah dianggap sebagai tempat segala ilmu pengetahuan dan diajarkan kepada anak didik. Cara pandang ini sangat keliru mengingat sistem pendidikan juga harus dikembangkan di keluarga. Sekolah hanyalah sebagai instrumen untuk memperluas cakupan dan memperdalam intensitas penanaman cita-cita sosial budaya yang tidak mungkin lagi dikembangkan melalui mekanisme keluarga
    Memulai kembali menata pendidikan dengan mempertahankan fungsi keluarga dan masyarakat sebagau basis pendidikan di sekolah bukan lagi ide untuk masa depan tetapi menjadi tuntutan yang sangat mendesak. Upaya ini akan menjadi cara untuk mengembalikan sistem pendidikan kita kepada hakekat pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang hakiki adalah suatu langkah prosedural yang bertujuan untuk melatenkan kemampuan sosial budaya berupa program-program kolektif alam pikir, alam rasa, dan tradisi tindak manusia ke dalam pribadi dan kelompok manusia muda agar mereka siap menghadapi segala kemungkinan yang timbul di masa datang.[15]
    Karena itu diperlukan partisipasi semua elemen (stakeholder) terutama orang tua dan masyarakat. Untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan perlu dikembangkan model pendidikan berbasis masyarakat, di mana proses pendidikan tidak terlepas dari masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai basis keseluruhan kegiatan pendidikan. Semua potensi yang ada di masyarakat apabila dapat diberdayakan secara sistemik, sinergik dan simbiotik, melalui proses yang konsepsional, dapat dijadikan sebagai upaya yang strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.

    B.     Petunjuk Al-Qur’an dan Hadits
    Paradigma pendidikan dalam Alquran tidak lepas dari tujuan Allah SWT menciptakan manusia itu seindiri, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas kepada sang Kholik yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup dunia maupun akhirat, sebagaimna Firman-Nya dalam (QS. Adz-Dzariyat:56) "Tidak semata-mata kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah". " bahwa tujuan pendidikan dalam Alquran adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT. dan kholifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang diciptakan Allah".
    Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah suaramu.[16]
    Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir jaman.
    Konsep pendidikan dalam perspektif Alquran yang direfleksikan Allah SWT dalam QS. Luqman (31):12-19 selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
    وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)


    Artinya:[17] Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqmman, yaitu : " bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"(12)
    Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya: "Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar"(13)
    Dan Kami perintahkan kepada manusia terhadap dua orang ibu-bapak; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (14)
    Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuannya tentang itu, maka janganlah engkau mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberikan kepadamu apa yang telah engkau kerjakan. (15)
    (Luqman berkata): "Hai anakkua, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui" (16)
    Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (17)
    Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.(18)
    Dan sederhanalah engkau dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (19)
    Ketokohan Luqman Al-Hakim seperti dijelaskan di atas merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan, hingga dapat melahirkan para ahli pendidikan dibidangnya masing-masing sejak Alquran dilauncingkan oleh pembawa risalah terakhir Rosululloh Muhammad SAW empat belas abad yang lalu hingga sekarang bahkan sampai akhir jaman. Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi keilmuan atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang sangat utama dan urgen. Ia merangkul iptek sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan disamakan derajatnya dengan jihad bagi perjuangan orang-orang yang berilmu dan yang mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka temukan tentang fenomena dan rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan dengan firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11 :
    وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ  
    Artinya: "Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."[18]
    Ilmu pengetahuan yang dituju oleh Alquran adalah ilmu pengetahuan dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang mengatur segala yang berhubungan dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu syariah dan akidah saja.[19] Ia mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, sejarah, fisika, biologi, matematika, astronomi, dan geografi dalam bentuk gejala-gejala umum, general ideas, atau grand theory yang perlu dikem,bangkan lagi oleh akal manusia. Dalam pandangan yang bersifat internal-global, ilmu-ilmu dalam Alquran dapat dijabarkan ke dalam masalah-masalah akidah, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, kisah-kisah lampau,berita-berita akan dating, dan ilmu pengetahuan ilahiah lainnya.
    Demikian lengkapnya berbagai ilmu yang terdapat dalam Alquran, tidak terkecuali masalah sains dan matematika. Tentang term ini menjelaskan bahwa Matematika Islam ialah matematika yang menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagi postulat. Hal itu sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW bahwa: " Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, kamu tidakakan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan Sunnah Rasul Allah (Hadits)." [20]
    Sebab itu masih menurut dia, dalam Matematika Islam, kita tidak lagi perlu membuktikan suatu data yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, sekalipun nanti dalam perjalananya, Matematika Islam seolah membuktikan kebenaran sunnah-sunnah Nabi. Data bilangan dari Alquran dan Nabi, diolah dan dibuat model matematikanya.

    C.    Urgensi Kajian ini Dalam Pendidikan
    Salah satu keutamaan Al-Islam bagi umat manusia adalah adanya sistem yang paripurna dan konsisten di dalam membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan budaya, serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaaan dan peradaban. Semua itu dimaksudkan untuk merubah manusia dari kegelapan syirik, kebodohan, kesesatan dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah dan kemantapan.[21]
    Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Alloh, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Alloh menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Alloh mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya menunjuki mereka ke jalan yang lurus . [22]
    Kesempurnaan sistem Islam tersebut terlihat pula dalam sistem pendidikan Rasulullah dalam mendidik para shahabat yang telah menghasilkan generasi yang tak ada duanya. Generasi yang disebut-sebut sebagai generasi terbaik yang pernah muncul di muka bumi ini. Tak ada yang mampu menandinginya baik sebelum dan sesudah generasi shahabat tersebut.
    Namun bukan berarti sepeninggal Rasulullah, kita tak akan merasakan dan tak mampu melaksanakan pendidikan Islam. Sebab beliau telah meninggalkan dua kurikulum yang dapat kita pakai acuan dalam mendidik manusia yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah.
    Hakekat/nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai bersifat praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif didalam masyrakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat khayal.[23]
    Pendidikan Islam adalah; proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada peserta didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran hakekat pendidikan Islam yaitu;[24]
    a.       Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Isla harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan Istiqomah, penanaman nilai/ilmu, pengarahan, pengajaran dan pembimbingan kepada anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan terstuktur dengan menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
    b.      Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam, dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
    c.       Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
    d.      Pada diri peserta didik, maksudnya pendidikan ini diberikian kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani. Potensi ini memmungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga bisa mendidik.
    e.       Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
    f.       Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup, dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
    Prinsip diatas adalah pikiran idealitas pendidikan Islam terutama di Indonesia, tetapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut banyak sekali permasalah yang telah menghambat pencapaian cita-cita tersebut malah terkadang membelokkan tujuan utama dari pendidikan Islam. Problem pendidikan Islam harus menjadi tanggung jawab bersama baik dari pendidik, pemerintah, orang tua didik dan anak didik itu sendiri, jadi kesadaran dari semua pihak sangatlah diharapkan.[25]

    D.    Kesimpulan
    Pendidikan dalam pandangan Islam yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan hidupnya sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi berbagai kebutuhan individu dan komunitas, serta tuntutan pemiliharaan kebudayaan silam dengan kebutuhan kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan yang akan dihadapi. Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah:
    a.       Mendidik akhlak dan jiwa manusia, menanamkan nilai-nilai keutamaan, membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi.
    b.      Menjadi manusia yang hidup mulia dan bahagia dunia dan akhirat
    c.       Menjadi hamba Allah SWT yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Karena manusia diciptakan sebagai khalifah dan mengabdi kepada-Nya.
    d.      Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kita dan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
    e.       Serta mampu menjalankan hidupnya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan memiliki pengetahuan baik pengatahuan agama maupun pengetahuan umum.

    DAFTAR PUSTAKA
    Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Ciputat Press, 2007.
    Azra, Azyumardi, (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi), Buku Kompas, Jakarta
    Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; Yayasan penyelenggara penafsir Al-Qur’an, 1987)
    Dr. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
    Fahmi Basya, Sains Spiritual Quran, SSQ Center, 1427 H.
    Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al-Ghazaly, Jakarta: P3M, 1986
    HM. Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2007.
    Irfan Hielmy, Masyarakat Madani Suatu Ikhtiar dalam Menyongsong Milenium Baru, PiP Darussalam, 1999.
    Langgulung Hasan. 1980. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta.
    Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung.
    Manan, Imran (1989), Anthropologi Pendidikan (Suatu pengantar), Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
    ------------------, (1989), Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan, Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
    Muhaimin, 2002; Paradigma Pendidikan Islam; upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah; Rosda karya; Bandung
    Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UUD 1945
    Tafsir Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung
    Tillar. R, (1979), Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Jakarta
    Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, (2003), Rajawali Perss: Jakarta
    Widodo, Sembodo Ardi, Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Nimas Multima, 2007.





    [1] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UUD 1945
    [2] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan..., Hal 3
    [3] Irfan Hielmy, Masyarakat Madani Suatu Ikhtiar dalam Menyongsong Milenium Baru, PiP Darussalam, 1999.
    [4] Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung.
    [5] Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung
    [6] Azra, Azyumardi, (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi), Buku Kompas, Jakarta
    [7] Azra, Azyumardi, (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi)
    [8] Manan, Imran (1989), Anthropologi Pendidikan (Suatu pengantar), Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
    [9]  Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, (2003), Rajawali Perss: Jakarta
    [10] Tillar. R, (1979), Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Jakarta
    [11] Manan, Imran (1989), Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan, Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
    [12] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UUD 1945

    [13] HM. Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2007.
    [14] Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al-Ghazaly, Jakarta: P3M, 1986.
    [15] Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al-Ghazaly, Jakarta: P3M, 1986.
    [16] Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Ciputat Press, 2007.
    [17] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; Yayasan penyelenggara penafsir Al-Qur’an, 1987)

    [18] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; Yayasan penyelenggara penafsir Al-Qur’an, 1987)


    [19] Widodo, Sembodo Ardi, Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Nimas Multima, 2007.
    [20] Fahmi Basya, Sains Spiritual Quran, SSQ Center, 1427 H.
    [21]  Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung.
    [22] Muhaimin, 2002; Paradigma Pendidikan Islam; upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah; Rosda karya; Bandung
    [23] Langgulung Hasan. 1980. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta.
    [24] Tafsir Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung
    [25] Tafsir Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung
    Read more » 3 komentar

    Copyright © Dunia_Pendidikan 2011