Sunday, October 2, 2011

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sember Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.
Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana serta biaya apabila seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu. Namun dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tenaga kependidikan pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut tenaga kependidikan untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Profesionalisme tenaga kependidikan juga secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Tenaga kependidikan yang profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas yang mudah. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan bermutu, dikenal dengan perlunya paradigma baru pendidikan yang difokuskan pada otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi. Keempat pilar manajemen ini diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan pendidikan bermutu ( Wirakartakusumah, 1998).
Istilah mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut.
Unsur-unsur paradigma baru pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapatkan kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat dimengerti sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan peserta didik dan staf pengajar/ staf non akademik, pengembangan kurikulum dan materi ajar, serta penentuan standar akademik. Dalam penerapannya di sekolah, misalnya, paling tidak bahwa guru/pengajar semestinya diberikan hak-hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tak sekedar sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya .
Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan output dan outcome yang memuaskan pelanggan. Akuntabilitas menuntut kesepadanan antara tujuan lembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan dalam hal norma, etika dan nilai (values) termasuk semua program dan kegiatan yang dilaksanakannya. Hal ini memerlukan transparansi (keterbukaan) dari semua fihak yang terlibat dan akuntabilitas untuk penggunaan semua sumberdayanya.
Suatu pengendalian dan akreditasi dari luar diperlukan melalui proses evaluasi tentang pengembangan mutu lembaga pendidikan tersebut. Hasil akreditasi tersebut perlu diketahui oleh masyarakat yang menunjukkan posisi lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam menghasilkan produk atau jasa yang bermutu. Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh suatu badan yang berwenang.
Adapun evaluasi adalah suatu upaya sistematis untuk mengumpulkan dan memproses informasi yang menghasilkan kesimpulan tentang nilai, manfaat, serta kinerja dari lembaga pendidikan atau unit kerja yang dievaluasi, kemudian menggunakan hasil evaluasi tersebut dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan. Evaluasi bisa dilakukan secara internal atau eksternal.
Untuk bisa menghasilkan mutu pendidikan menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan suatu lembaga pendidikan, yaitu :
1.    Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” di antara fihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
2.    Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
3.    Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
4.    Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah di antara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.
Patricia Kovel-Jarboe (1993) mengutip Caffee dan Sherr menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu adalah suaru filosofi komprehensif tentang kehidupan dan kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu, produktivitas, dan mengurangi pembiayaan. Adapun istilah yang bersamaan maknanya dengan TQM adalah continous quality improvement (CQI) atau perbaikan mutu berkelanjutan. Tetapi TQM memfokuskan proses atau sistem pencapaian tujuan organisasi.
Ø Elemen Pendukung Dalam TQM
Elemen-elemen pendukung dimaksud adalah :
1.      Kepemimpinan
Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :
a.       Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.
b.      Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.
c.       Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan.
d.      Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.
e.       Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan
f.       Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil/berjasa
g.      Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
h.      Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal
i.        Pandai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat
j.        Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan
k.      Mau mendengar dan menyadari kesalahan
l.        Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi
m.    Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja
2.      Pendidikan dan Pelatihan
Kemampuan mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh organisasi.
3.      Struktur Pendukung
Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar, tetapi akan lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri.

4.      Komunikasi
Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.
5.      Ganjaran dan Pengakuan
Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.
6.      Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.
Falsafah Manajemen Mutu Terpadu Dr. W. Edward Demings meletakkan kerangka pemikiran dalam perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan yang terdiri dari hal-hal berikut:
a.       Reaksi berantai untuk perbaikan kualitas.
b.      Transformasi organisasi.
c.       Peran esensial pimpinan.
d.      Hindari praktik-orakti manajemen yang merugikan.
e.       Penerapan system of profound knowledge.


Ø Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (TQM) di Sekolah

Pada dasarnya TQM dalam dunia pendidikan menurut frankin P. schargel (1994:2) dalam buku Syafarudin (2002: 35 ) dikatakan bahwa Total qulity management education is process wich involves focusing on meeting and exceeding custumer expectations, continous impruvment, sharing responsibilities with employess, and reducasing scraf and rework. Artinya bahwa mutu terpadu pendidikan dipahami sebagai suatu proses yang meilibatkan pemusatan pada pencapaian kepuasan harapan pelanggan pendidikan, perbaikan terus menerus, pembagian tanggung jawab, dengan para pegawai, dan pengurangan pekerjaan tersisa dan pengerjaan kembali.
Hampir senada dengan pendapat Frankin dalam artikel Dheeraj mehrotra menekankan pada penerapan manajemen mutu yang disesuaikan dengan sifat-sifat dasar pendidikan. Sisi pelanggan yaitu siswa, orang tua dan masyarakat menjadi fokus utama.
Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip tentang mutu oleh para ahli dengan pengalaman praktek telah dicapai pengembangan suatu model sederhana akan tetapi sangat efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu di sekolah. Model tersebut terdiri dari komponen-komponen berikut :
Tujuan       : Perbaikan terus menerus, artinya mutu selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Prinsip       : Fokus pada pelanggan, perbaikan proses dan keterlibatan total.
Elemen       :Kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.

Ø Hakekat Peningkatan Mutu Sekolah
Hampir semua bangsa-bangsa negara di dunia ini terus melakukan proses untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara masing-masing. Sebab kunci masa depan suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan sistem pendidikan yang berkualitas, yang ditunjukkan oleh keberadaan sekolah-sekolah yang berkualitas pula.
Peningkatan mutu pendidikan yang berpusat pada peningkatan mutu sekolah merupakan suatu proses yang dinamis, berjangka panjang yang musti dilakukan secara sistematis lagi konsisten untuk diarahkan menuju suatu tujuan tertentu. Peningkatan mutu sekolah tidak bersifat instan, melainkan suatu proses yang harus dilalui dengan sabar, tahap demi tahap, yang terukur dengan arah yang jelas dan pasti.
Peningkatan mutu sekolah, dapat disebut sebagai suatu perpaduan antara knowledge-skill, art, dan entrepreneurship. Suatu perpaduan yang diperlukan untuk membangun keseimbangan antara berbagai tekanan, tuntutan, keinginan, gagasan-gagasan, pendekatan dan praktik. Perpaduan tersebut di atas berujung pada bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan sehingga terwujud proses pembelajaran yang berkualitas. Semua upaya peningkatan mutu sekolah harus melewati variabel ini. Proses pembelajaran merupakan faktor yang langsung menentukan kualitas sekolah.
UNESCO memiliki resep bahwa untuk meningkatkan kualitas sekolah diperlukan berbagai kebijakan, yang mencakup antara lain (UNESCO, 2001.):
a.       Sekolah harus siap dan terbuka dengan mengembangkan a reactive mindset, menanggalkan “problem solving” yang menekankan pada orientasi masa lalu, berubah menuju “change anticipating” yang berorientasi pada “how can we do things differently”.
b.      Pilar kualitas sekolah adalah Learning how to learn, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
c.       Menetapkan standar pendidikan dengan indikator yang jelas.
d.      Memperbaharui dan kurikulum sehingga relevan dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.
e.       Meningkatkan pemanfaatan ICT dalam pembelajaran dan pengeloaan sekolah.
f.       Menekankan pada pengembangan sistem peningkatan kemampuan professional guru.
g.      Mengembangkan kultur sekolah yang kondusif pada peningkatan mutu.
h.      Meningkatkan partisipasi orang tua masyakat dan kolaborasi sekolah dan fihak-fihak lain.
i.        Melaksanakan Quality Assurance.

Ø Faktor-Faktor yang mempengaruhi Peningkatan Mutu Pembelajaran
Untuk meningkatkan mutu sekolah seperti dapat menggunakan yang disarankan oleh Sudarwan Danim ( 2007 : 56 ), yaitu dengan melibatkan lima faktor yang dominan :
1.       Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikanlayananyang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.
2.       Siswa; pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .
3.       Guru; pelibatan guru secara maksimal , dengan meningkatkan kopmetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
4.       Kurikulum; adanya kurikulum yang tetap tetapi dinamis , dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals (tujuan ) dapat dicapai secara maksimal;
5.       Jaringan Kerjasama; jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang tua dan masyarakat ) tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan / instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam dunia kerja
Berdasarkan pendapat diatas, perubahan paradigma harus dilakukan secara bersama-sama antara pimpinan dan karyawan sehingga mereka mempunyai langkah dan strategi yang sama yaitu menciptakan mutu dilingkungan kerja khususnya lingkungan kerja pendidikan. Pimpinan dan karyawan harus menjadi satu tim yang utuh (teamwork ) yangn saling membutuhkan dan saling mengisi kekurangan yang ada sehingga target (goals ) akan tercipta dengan baik.
Ø Penerapan Manajemen Mutu ISO 9001 dalam Pendidikan
ISO 9001 disusun berdasarkan delapan prinsip manajemen kualitas. delapan prinsip ini dapat dipakai oleh manajemen senior sebagai suatu kerangka kelja (framework) untuk membimbing organisasi¬organisasi mereka menuju peningkatan prestasi. Prinsip-prinsip tersebut diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan kolekti[ dari para ahli internasional yang berpartisipasi dalam komite teknik ISO.
Delapan prinsip manajemen kualitas dalam ISO 9001: 2000 adalah sebagai berikut :
Prinsip 1: Fokus Pelanggan
Prinsip 2: Kepemimpinan
Prinsip 3: Keterlibatan Orang
Prinsip 4: Pendekatan Proses
Prinsip 5: Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen
Prinsip 6: Peningkatat terus menerus
Prinsip7: Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan
Prinsip 8: Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan

Ø Strategi Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah
Secara umum untuk meningkatkan mutu pendidikan harus diawali dengan strategi peningkatan pemerataan pendidikan, dimana unsure makro dan mikro pendidikan ikut terlibat, untuk menciptakan (Equality dan Equity ) , mengutip pendapat Indra Djati Sidi ( 2001 : 73 ) bahwa pemerataan pendidikan harus mengambil langkah sebagai berikut :
a.       Pemerintah menanggung biaya minimum pendidikan yang diperlukan anak usia sekolah baik negeri maupun swasta yang diberikan secara individual kepada siswa.
b.      Optimalisasi sumber daya pendidikan yang sudah tersedia, antara lain melalui double shift ( contoh pemberdayaan SMP terbuka dan kelas Jauh )
c.       Memberdayakan sekolah-sekolah swasta melalui bantuan dan subsidi dalam rangka peningkatan mutu embelajaran siswa dan optimalisasi daya tampung yang tersedia.
d.      Melanjutkan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB ) dan Ruang Kelas Baru (RKB ) bagi daerah-daerah yang membutuhkan dengan memperhatikan peta pendidiakn di tiap –tiap daerah sehingga tidak mengggangu keberadaan sekolah swasta.
e.       Memberikan perhatian khusus bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin, masyarakat terpencil, masyarakat terisolasi, dan daerah kumuh.
f.       Meningkatkan partisipasi anggota masyarakat dan pemerintah daerah untuk ikut serta mengangani penuntansan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Sedangkan peningkatan mutu sekolah secara umum dapat diambil satu strategi dengan membangun Akuntabilitas pendidikan dengan pola kepemimpinan , seperti kepemimpinan sekolah Kaizen ( Sudarwan Danim, 2007 : 225 ) yang menyarankan :
a.       Untuk memperkuat tim-tim sebagai bahan pembangun yang fundamental dalam struktur perusahaan
b.      Menggabungkan aspek–aspek positif individual dengan berbagai manfaat dari konsumen
c.       Berfokus pada detail dalam mengimplementasikan gambaran besar tentang perusahaan
d.      Menerima tanggung jawab pribadi untuk selalu mengidentifikasikan akar menyebab masalah
e.       Membangun hubungan antar pribadi yang kuat
f.       Menjaga agar pemikiran tetap terbuka terhadap kritik dan nasihat yang konstruktif
g.      Memelihara sikap yang progresif dan berpandangan ke masa depan
h.      Bangga dan menghargai prestasi kerja
i.        Bersedia menerima tanggung jawab dan mengikuti pelatihan

BAB III
KESIMPULAN
Dalam kehidupan sekolah itu pula dilaksanakan secara berkesinambungan peningkatan kualitas profesional guru. Dalam konseptualisasi mutu sekolah perlu diserap gagasan tren perkembangan global, dimana mutu sekolah tidak semata-mata dalam arti kapasitas intelektual tetapi yang tidak kalah penting adalah aspek moral-karakter dan soft skill. Untuk mewujudkan sekolah dengan konsepsi kualitas abad 21, kebijakan yang relevan harus dikembangkan, khususnya perubahan cara pandang.
Kepemimpinan kepala sekolah dan kreatifitas guru yang professional, inovatif, kreatif, mrupakan salah satu tolok ukur dalam Peningkatan mutu pembelajaran di sekolah , karena kedua elemen ini merupakan figure yang bersentuhan langsung dengan proses pembelajaran, kedua elemen ini merupakan figur sentral yang dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat (orang tua) siswa, kepuasan masyarakat akan terlihat dari output dan outcome yang dilakukan pada setiap periode. Jika pelayanan yang baik kepada masyarakat maka mereka tidak akan secara sadar dan secara otomatis akan membantu segala kebutuhan yang di inginkan oleh pihak sekolah, sehingga dengan demikian maka tidak akan sulit bagi pihak sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Core Business Solutions, Inc. (2003) .ISO in Education - An Overvie•w. Di ambil tanggal I Januari 2008 dari http://www.thecoresolution.com
Giding, Robelt Henriques dan Sherry Keith. (1991). Education, Management and Participation. Boston: Allyn Bacon
Indra Djati Sidi.2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta : Logos
------Kepmendikbud No. 053/U/200 1 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM),
-------Kepmendiknas No. 044/U/2002 dan UU Sisdiknas No. 20/2003
Lalu Sumayang.2003. Manajemen produksi dan Operasi. Jakarta : Salemba Empat
Marwata, (2007). Pengalaman dalam Pengembangan/Penyelenggaraan
Penjaminan Mutu Sekolah. Disapaikan dalam Seminar Nasional dalam rangka peningkatan kinetja lembaga pendidikan di Universitas Negeri
McLaughlin, M. W., & Talbert, J. E. (1993, March). Contexts that matter for teaching and learning: Strategic opportunities for meeting the nation's educational goals. Stanford, CA: Stanford University, Center for Research On The Context of Secondary School Teaching.
Mustaqim, (2008). Peningkatan Mutu Pembelajaran Sekolah. Di http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/05/peningkatan-mutu-pembelajaran-di-sekolah/
----------Permen Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
Prajogo, Daniel I. (200S). The Sustainability of ISO in a legal Service Organisation. The Service Industries Journal. Vol. 2S, No 5. 603 - 614.
Purkey,S. and Smith, M. (1983) "Effective schools: a review" The Elementary School Journal 83, 427-462
Rohiyat. (2008). Manajemen Sekolah. Bandung : Aditama
Rousseau. (1999). Encyclopedia of Philosophy of Education. Edisi 11110/1999. http://www.en.wikipedia.org/wikil
Sallis, E. (1993). Total Quality Manajement in education. London. Kogan
Read more » 0 komentar

Copyright © Dunia_Pendidikan 2011