Thursday, June 16, 2011

ANALISIS KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS PERATURAN PEMERINTAH NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DI MI GUPPI WIRONANGGAN GATAK SUKOHARJO

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia, di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat Akibat dari globalisasi itu sendiri semakin terbukanya persaingan antar negara-negara di dunia.
Kehidupan ekonomi dan sosial masa depan tidak ditentukan sepenuhnya oleh tersedianya sumber alam maupun jumlah penduduk yang besar, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas penduduknya yang dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Bangsa yang tidak menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan tergilas dan terseret oleh masyarakat teknokratis.
Masyarakat teknokratis atau masyarakat industri masa depan adalah masyarakat yang dapat menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menata dan mengembangkan masyarakat. Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu proses pendidikan. Adanya usaha perbaikan pada bidang pendidikan merupakan salah satu wujud pembangunan di Indonesia.
Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, dimana satu dengan yang lain saling berkaitan dan berlangsung dengan serentak. Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual, sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkungan dalam rangka pembangunan nasional. Manusia yang berkualitas telah terkandung jelas dalam
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang termaktub dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 (2003:7) yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi 1 manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan dalam dalam implementasinya di lapangan. Kegagalan demi kegagalan antara lain disebabkan oleh manajemen yang kurang tepat, penempatan tenaga pendidikan tidak sesuai dengan bidang keahliannya, dan penanganan masalah bukan oleh ahlinya, sehingga tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan.
Upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab Mengingat hal tersebut, maka pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak generasi yang berkualitas untuk meneruskan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang. Peranan pendidikan diantaranya adalah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk disumbangkan bagi kesejahteraan umum sebagai warga negara yang aktif. Kebijakan pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (wajar 9 tahun) merupakan upaya pemerintah dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional, dan program tersebut menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan.
Era tehnologi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat di saat ini, menuntut lembaga pendidikan bertanggung jawab dalam mempersiapkan sisiwa untuk menghadapi dunia luar yang penuh dengan persaingan dan tantangan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat berlangsungya proses belajar mengajar antara guru dengan siswa yang melibatkan berbagai unsur yang saling berkaitan. Unsur-unsur tersebut antara lain guru, siswa, lingkungan, bahan ajar, evaluasi serta media belajar. Kegiatan belajar mengajar sendiri dilakukan dengan sasaran agar hasil proses pendidikan tersebut dapat bermanfaat bagi siswa itu sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor yang bersifat internal dan eksternal.
Salah satu faktor yang bersifat eksternal adalah faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah yang dapat berupa lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik berupa gedung sekolahan, perpustakaan, laboratorium, lapangan, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan non fisik bisa berupa suasana belajar, kondisi fisiologis, pergaulan, dan lain-lain,. Hal inilah yang membuat sekolah harus menyediakan kondisi yang sedemikian rupa demi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Kondisi yang dimaksud adalah tersedianya sarana, alat, media serta lingkungan yang tepat dalam membantu kelancaran serta kemudahan bagi guru untuk menyampaikan materi pada siswa sehingga siswa dapat mentransfer materi tersebut dengan mudah.
Madrasah Ibtidauyah merupakan salah satu sekolah negeri yang menerima dan melaksanakan pendidikan gratis ini karena termasuk di sekolah yang berada wilayah pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang dilaksanakan sejak tahun 2007 dan kemudian dilanjutkan program dari pemerintah yaitu pendidikan gratis secara nasional. Pendidikan dasar tingkat SD dan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar yang melandasi pendidikan berikutnya untuk itu tingkat pendidikan dasar SD dan SMP layak untuk mendapat perhatian yang besar Pemanfaatan dana yang diperoleh dari kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan intelektual masyarakat dan memenuhi hak pendidikan serta mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanaan program sekolah gratis dengan judul : ANALISIS KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS PERATURAN PEMERINTAH NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DI MI GUPPI WIRONANGGAN GATAK SUKOHARJO
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan pernyataan mengenai permasalahan apa saja yang akan diteliti untuk mendapatkan jawabannya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
3. Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012 dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun?

C. Tujuan Bahasan
Penelitian yang penulis laksanakan untuk mencari, mengumpulkan, dan memperoleh data yang dapat memberikan informasi dan gambaran pelaksanaan program pendidikan gratis. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012?
3. Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012 dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun?
D. Metode Penulisan Laporan
Ketepatan dalam memilih dan menentukan sumber data dalam penelitian akan menetukan ketepatan, kekayaan data dan atau informasi yang diperoleh peneliti. Menurut H.B. Sutopo (2002: 58) bahwa “Sumber data dalam penelitian kualitatif bisa berupa orang, peristiwa dan lokasi benda, dokumen atau arsip”. Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2007: 157) mengatakan bahwa: “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Adapun data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Informan adalah orang-orang yang memberikan informasi kepada peneliti karena orang tersebut dipandang mengetahui permasalahan yang dikaji peneliti. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati merupakan data sumber utama dalam melakukan penelitian. Informan yang dipilih peneliti adalah orang-orang yang dipandang benar-benar mengetahui permasalahan.
b. Dokumen dan Arsip Dokumen di dalam penelitian merupakan sumber data yang penting, walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata atau tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak diabaikan karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.

BAB II
DESKRIPSI TENTANG
PP NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR

A. Isu Pokok PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Pada Era Reformasi, ketentuan mengenai kewajiban pemerintah menyediakan pendidikan gratis dimasukan dalam amandemen keempat UUD 1945. Presiden pun mempertegas dengan mengeluarkan Inpres No. 5 tahun 2006 mengenai percepatan program wajib belajar Dikdas 9 tahun dan pemberantasan Buta Aksara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang tidak mengikat.
Terkait dengan tanggung jawab pemerintah dalam membiayai seluruh biaya pendidikan tertuang dalam UUD 1945 bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar. Sejalan dengan itu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pesan dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan lain yang sederajat.
Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi sudah jelas bahwa “Pendidikan Gratis” menjadi suatu harga mati yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kebijakan diatas kontradiksi dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 9 yang menyatakan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pendanaan pendidikan melibatkan partisipasi masyarakat. Sejalan dengan hal diatas Pendidikan Gratis juga memandulkan semangat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka merangkul peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui komite sekolah.
Pendidikan gratis adalah peserta didik bisa sekolah tanpa kewajiban membayar apapun baik untuk biaya investasi maupun biaya operasional sekolah peserta didik pun ditanggung Kalau kita telaah makna dari sekolah gratis diatas dimana peserta didik, orang tua atau wali peserta didik tidak membayar biaya yang diperlukan sekolah baik biaya investasi maupun biaya operasional sekolah, itu artinya biaya investasi seperti gedung dan sarana belajar lainnya serta biaya operasional misalnya biaya pennyelenggaraan ulangan, alat tulis sekolah dll ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara Orang Tua atau wali peserta didik berkewajiban membiayai kebutuhan operasional peserta didik itu sendiri seperti buku tulis, alat tulis, transport ke sekolah, pakaian, konsumsi, uang saku dan lain-lain. batasan dari ‘sekolah gratis “ betul-betul harus dipahami oleh semua pihak Sehingga kalau batasan-batasan itu dibuat sejelas mungkin, maka pendidikan gratis akan sukses dilaksanakan. Namun apabila tidak ada batasan yang jelas, maka akibatnya perluasan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dasar bagi anak usia 7-15 tahun seperti yang diamanatkan UU No 20 tahun 20003 tentang Sisdiknas hanya sebagai angan-angan belaka.
Seperangkat aturan di atas memberikan gambaran bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan kewajiban pemerintah serta kewajiban sekaligus hak masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam hal ini menyediakan sarana dan prasarananya, sementara masyarakat memberikan dukungan terhadap terselenggaranya pendidikan dasar tersebut. Kerjasama saling menunjang dan saling mendukung antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat merupakan keniscayaan bagi sukses penyelenggaraan pendidikan dasar ini.
Implementasi “Sekolah Gratis” di Kabupaten/ kota suka tidak suka, mau tidak mau memang harus dilaksanakan, karena merupakan amanat konstitusi dari UUD 1945 Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 amandemen keempat , Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya. Penerapan sekolah gratis di Kabupaten/ kota memungkinkan untuk diterapkan apabila ada regulasi, siap pendanaannya, konsep dan mekanismenya jelas, adanya komitmen pemangku kepentingan pendidikan, perubahan mindset pengelola satuan pendidikan.
B. Isu-Isu Strategis No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).
Program wajib belajar diselenggarakan untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar seluas- luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu dan orang tua/walinya berkewajiban memberi kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan dasar. Program wajib belajar diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan harus dapat menampung anak yang normal maupun yang berkelainan dan mempunyai hambatan. Peraturan tentang program wajib belajar mencakup hak dan kewajiban warga negara Indonesia, tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar perlu dievaluasi pencapaiannya minimal setiap tiga tahun. Sebagai bentuk dari akuntabilitas publik, masyarakat berhak mendapat data dan informasi tentang hasil evaluasi penyelenggaraan program wajib belajar tersebut. Program wajib belajar merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan oleh Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri .
C. Analisis PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan terkesan antagonis. Komunitas pendidikan menuntut agar personal pendidikan memperoleh peningkatan kesejahteraan sekaligus peningkatan mutu pelayanannya. Guru menuntut pemerintah memenuhi hak kesejahteraannya sebagaimana amanat UU 14 / 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pemerintah dan masyarakat menuntut peningkatan mutu pelayanan pendidikan tanpa peningkatan kesejahteraan yang bersumber dari masyarakat.Kondisi ini semakin mencuat dengan terbitnya PP No. 48 tentang Pendanaan Pendidikan. Bahkan untuk tingkat satuan SD dan SMP lebih "tragis" terkait terbitnya PP No. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam aturan tersebut, pembiayaan pendidikan dasar ditanggung oleh pemerintah. Artinya, merupakan langkah awal terlaksananya pendanaan pendidikan yang gratis untuk tingkat wajar dikdas 9 tahun (SD dan SMP), yaitu tanpa memungut dana dari masyarakat.
Yang perlu mendapat perhatian ialah masa krisis pendanaan. Yaitu, suatu situasi antara penjelasan pejabat terkait tentang masa berlakunya PP No. 47 tahun 2008 dengan urgensi pembiayaan menyangkut keperluan sekolah, seperti biaya kegiatan kesiswaan, kegiatan kurikulum, tagihan listrik, ledeng, langganan koran, majalah dan internet, petugas sampah dan cleaning service. Tak kalah santernya tuntutan menyangkut honor guru tidak tetap (honorer) dan instruktur ekstrakurikuler, insentif guru, pembelian peralatan kegiatan belajar, pemeliharaan gedung, dan penyelesaian sarana dan prasarana sebagaimana diprogramkan dalam RAPBS.
Menghadapi situasi ini, yang paling "terpukul" adalah SD dan SMP favorit sebagai pengguna dana masyarakat paling besar. Personal komite sekolah, khususnya pada sekolah yang difavoritkan, mendapat paling banyak tekanan. Pertama, keluhan dari siswa tentang penurunan pelayanan pendidikan dari sekolah, khususnya pelayanan kegiatan ekstrakurikuler. Kedua, keluhan dari sekolah menyangkut dana untuk berbagai tagihan. Ketiga, dari pejabat terkait yang belum merestui pungutan dari orang tua siswa. Keempat, tingkat kepedulian orang tua siswa jadi menurun sehubungan dengan terbitnya PP 47 dan 48 tersebut.
Dalam situasi ini, lembaga komite sekolah dengan berbagai peran yang dimilikinya menjadi beku, tak berdaya menjembatani antara sekolah dan pemerintah serta masyarakat. Bahkan tampak beberapa peran komite sekolah tak diperlukan lagi untuk masa mendatang. Padahal dalam UU No. 20/2003 disebutkan bahwa komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1). Dalam situasi sekarang, kepedulian komite sekolah nyaris tak berdaya.
Analisis hukum menunjukkan eksistensi komite sekolah yang cukup kuat. Misalnya pada UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, diatur pada pasal 51, 56, dan 66. Dalam penjelasan pasal 51 tersuratkan bahwa bentuk otonomi manajemen satuan pendidikan ialah melakukan pengelolaan kegiatan pendidikan oleh kepala sekolah dan guru serta dibantu komite sekolah. Pasal 56 ayat (1) dan (3) tersuratkan bahwa fungsinya melalui komite sekolah masyarakat dapat berperan serta dalam penyelengaraan pendidikan. Melalui komite sekolah, masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan berupa perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Kedudukan komite sekolah sebagai lembaga mandiri yang dibentuk untuk memberikan petimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pada tingkat satuan pendidikan. Dan pasal 66 menyuratkan bahwa komite sekolah sebagai salah satu unsur yang bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan.
Kiranya komite sekolah berharap kepada stakeholder, khususnya Disdik untuk memberi solusi pendanaan program sekolah yang mendesak sampai akhir tahun anggaran (APBN/APBD), yaitu Desember 2008. Paling tidak, Disdik merestui secara tertulis untuk memungut DSP dan SPP sampai Desember 2008. Tentunya jenis pungutan yang dilakukan komite sekolah itu melalui prosedur yang benar dan sah, yaitu mengadakan rapat musyawarah dengan orang tua siswa mengenai program sekolah, bersifat tidak memaksa, yaitu sekolah tetap memberikan pelayanan bagi siswa yang benar-benar tidak mampu membayar dan ada pertanggungjawaban penggunaan keuangan. Bahkan komite setuju, dengan upaya penanggulangan biaya keperluan sekolah sampai Desember 2008 tersebut dengan membentuk panitia ad hoc yang semua anggotanya orang tua siswa. Cara ini untuk menyelamatkan program sekolah yang sedang berjalan.
Di samping itu, sekolah berharap segera menerima dari Disdik juknis tentang jenis-jenis pembiayaan mana yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan itu, sekolah dapat menyikapi program-program sekolah yang sedang berjalan, sekalipun harus merampingkan dan atau menghentikan program tersebut. Andaipun program sekolah tersebut tidak tercakup dalam pembiayaan yang menjadi tanggung jawab negara, tentu mulai Januari 2009 program-program itu terpaksa dihentikan dan personal/petugasnya pun ikut mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Lebih jauh, komite sekolah berharap agar segera terealisasi pasal 56 ayat (4) UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu PP yang mengatur Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. PP itu dapat mengatur peran mana yang menjadi tanggung jawab pemerintah/pemerintah daerah, mana yang menjadi tanggung jawab komite sekolah, dan mana yang menjadi tanggung jawab masyarakat. Termasuk porsi pembiayaannya.


BAB III
PAPARAN DATA TENTANG
PP NO 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR

A. Implementasi Kebijakan Pendidikan Gratis Di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012
Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan, demi mencapai kualitas sumber daya manusia Indonesia. Program pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 Tahun masih perlu ditingkatkan mengingat sampai dengan tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan terutama pada keluarga kurang mampu adalah tingginya biaya pendidikan, baik biaya langsung yang meliputi iuran sekolah, buku-buku, seragam dan alat tulis maupun biaya tidak langsung yang meliputi transportasi, biaya kursus, uang saku dan biaya lain-lain.
Pendidikan gratis adalah pendidikan dimana semua lapisan masyarakat terutama masyarakat kurang mampu dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan murah dan mudah yaitu mereka tidak harus membayar biaya-biaya yang dikelola oleh sekolah, misalnya uang SPP, uang pengembangan, uang pendaftaran, dan uang buku atau dapat dikatakan tanpa dipungut biaya. Yang dimaksud dengan pendidikan gratis atau sekolah gratis itu adalah orang tua tidak dipungut biaya khususnya biaya operasional, tapi biaya yang dipergunakan siswa harus dibiayai sendiri, misalnya buku, meskipun sudah ada dana buku BOS tetapi masih menggunakan buku pendamping, buku-buku latihan atau LKS, dan seragam sekolah. Tetapi pemahaman dari orang tua yang kurang, karena mereka menganggap yang dimaksud gratis itu adalah biaya secara keseluruhan. Kebijakan pendidikan gratis merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang kemudian di susul pemerintah pusat dengan jalan menaikkan biaya satuan B Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa masih banyak anak usia sekolah khususnya di kabupaten Sukoharjo terutama dari kalangan ekonomi lemah yang belum dapat mengenyam bangku sekolah ataupun yang terpaksa harus putus sekolah lantaran permasalahan klasik, yaitu tingginya biaya pendidikan sehingga dengan adanya kebijakan ini diharapkan semua anak di Sukoharjo memperoleh kesempatan untuk bisa sekolah. Kemudian komitmen pemerintah yang juga diikuti oleh komitmen pemerintah daerah dalam menyelenggarakan amanat UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan, melaksanakan amanat UUD 45 Pasal 31 serta UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dasar 9 Tahun.


a. Persiapan pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis
Persiapan yang dilakukan oleh pihak sekolah terutama dalam hal guru, siswa, sekolah dan orang tua. Pihak sekolah tidak henti-hentinya memberikan informasi dan sosialisasi kepada guru, siswa dan orang tua agar mereka tidak kaget dengan adanya kebijakan pendidikan gratis ini. Pihak sekolah harus menerima kebijakan pendidikan gratis ini karena mungkin dalam mengeluarkan biaya harus dipatok di dalam aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah dan tidak lagi menarikiuran dari komite atau wali murid. Untuk pihak siswa, orang tua dan guru diberi sosialisasi tentang kebijakan pendidikan gratis ini agar tidak terjadi kesalahpahaman bahwa yang dikatakan gratis adalah gratis dalam hal biaya operasionalnya. adapun yang harus dilakukan oleh sekolah adalah: OS yang sangat signifikan.
b. Waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis
Kebijakan pendidikan gratis merupakan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah khususnya pemerintah kabupaten Sukoharjo yang dimulai pada tahun 2007 dan kemudian pada tahun 2009 ini disusul pemerintah pusat yaitu dengan adanya kenaikan biaya satuan BOS secara signifikan. Penyaluran dana program sekolah gratis baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketentuan. Dana program gratisdiberikan setiap tiga bulan sekali atau setiap triwulan, awal bulan setiap priode. Penyaluran dana dilaksanakan tim manajemen provinsi kepada tim manajemen kabupaten/kota melalui bank pemerintah/posmenambahkan untuk tahun 2009 periode pertama sudah dimulai bulan Januari sampai Desember 2009 untuk semester 1 dan semester 1 tahun ajaran 20009/2010. Penyalurannya setiap periode dilakukan 3 bulan sekali pada awal bulan.
c. Implementasi kebijakan pendidikan gratis MI GUPPI
Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis tersebut diharapkan dapat berjalan dengan lancar setelah semua pihak sudah mampu melaksanakan persiapan-persiapan yang harus dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman. Kebijakan pendidikan gratis adalah untuk menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah baik di sekolah negeri maupun swasta, menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SM negeri terhadap biaya operasional sekolah kecuali pada rintisan RSBI dan SBI, meringankan beban biaya operasional bagi siswa di sekolah swasta.
B. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo Tahun 2011-2012
Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis secara umum di MI GUPPI sudah dapat berjalan dengan cukup baik, meskipun demikian masih ditemui beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Adapun beberapa kendala yang dihadapi pada waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban
Kendala ini bersifat intern bagi sekolah teutama bagi pengelola dana BOS dalam menyusun laporan pertanggungjawaban BOS. Hal ini disebabkan karena persepsi yang kurang sesuai dengan aturan yang ada, sehingga kadang dalam penyusunan laporan pertanggungjawabannya terdapat kekeliruan. Kondisi ini ditambah dengan semakin singkatnya waktu penyusunan pertanggung jawabannya. Penyusunannya membutuhkan pemikiran yang teliti dan harus di tambah denagn jangka waktu yang sangat singkat padahal laporan pertanggungjawaban tersebut harus didukung dengan data-data yang lengkap dan jelas menambahkan bahwa dalam penggunaan dana itu sangat dibatasi untuk hal apasaja, padahal kenyataannya banyak pengeluaran yang tidak sesuai dengan batasan-batasan penggunaan dana tersebut dan pertanggung jawabannya juga harus sesuai dengan batasan-batasan yang terdapat dalam aturan di buku pedoman pelaksanaan pendidikan gratis itu.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesuai dengan batasan yang sudah diatur di dalam buku pedoman.
b. Keterlambatan pencairan dana
Kegiatan yang berlangsung memerlukan biaya yang harus segera dicukupi. Waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada tahun anggara 2009 akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai dengan desember 2009, yaitu semester 2 tahun ajaran 2008/2009 dan semester 2 tahun ajaran 2009/2010. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan atau triwulan, yaitu perode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-September. Penyalurannya dilakukan di bulan pertama setiap triwulannya.
Yang dimaksud dengan keterlambatan pencairan dana disini adalah tidak tepatnya atau kurangnya kepastian tanggal atau waktu penyaluran dana tetapi masih dalam jangka waktu yang telah ditentukan yaitu setiap tiga bulan sekali atau setiap triwulan sekali yang mengakibatkan proses pembelajaran sedikit terlambat karena belum adanya dana yang digunakan untuk membiayai keperluan-keperluan dalam proses pembelajaran tersebut. Yang seharusnya awal periode atau awal triwulan dananya harus sudah cair sesuai dengan aturannya, tetapi kenyataannya pada awal tahun ini yaitu bulan maret baru dicairkan. menambahkan bahwa terlambatnya pencairan dana tersebut mungkin disebabkan oleh pemerintah dalam membuat rencana APBN. Jadi sekolah harus berusaha meminjam untuk membiayai semua kegiatan yang sudah berlangsung terlebih dahulu.
c. Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.
Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis, tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukup untuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Dalam kenyataannya, kegiatan ekstrakurikuler sangat menunjang kegiatan akademik sekolah karena dengan ekstrakurikuler, kualitas sekolah akan terlihat bermutu atau tidak. seperti halnya kegiatan lomba, kualitas sebuah sekolahan akan terlihat disitu. Penurunan layanan kualitas di sekolah tersebut sangat mungkin terjadi mengingat masih banyaknya guru yang belum terjamin kesejehteraannya, apalagi dengan adanya kebijakan sekolah gratis, guru-guru tidak lagi dimungkinkan menerima insentif khusus dari masyarakat.
d. Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya
Pandangan masyarakat terhadap kebijakan pendidikan gratis ini pada awalnya sangat senang sekali karena membantu seluruh biaya pendidikan, baik operasional maupun non operasional atau pribadi. Jadi mereka menganggap bahwa dengan adanya pendidikan gratis, orang tua sudah tidak membayar semua keperluan di dalam pendidikan anaknya sampai dengan keperluan pribadi siswa seperti seragam sekolah. Padahal yang dimaksud gratis disini adalah mengenai pembiayaan seluruh kegiatan operasional seperti SPP, biaya dari komite atau dana pembangunan, pembiayaan dalam rangka penerimaan siswa baru mulai dari biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, daftar ulang, fotocopy panitia, konsumsi panitia, uang lembur panitia dan lain sebagainya. Begitu pula untuk biaya penunjang kegiatan belajar mengajar mulai dari pembelian buku referensi dan buku teks pelajaran koleksi di perpustakaan.

C. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala-kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di Mi Guppi Wironanggan Gatak Sukoharjo dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
Berbagai masalah yang muncul menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di MI GUPPI sehingga perlu dicari jalan keluarnya agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya yaitu sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu. Adapun beberapa usaha atau upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diantaranya:
a. Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban
Kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesai dengan batasan yang sudah diatur di buku pedoman.


b. Keterlambatan pencairan dana
Pencairan dana yang tidak tepat biasanya terjadi pada awal periode, yaitu yang seharusnya bulan januari itu sudah keluar tapi bulam maret baru terealisasi. Oleh sebab itu, maka pihak sekolah harus mencari dana talangan terlebih dahulu degan cara mencari pinjaman, misalnya meminjam dana yang dari APBD karena keluarnya kadang tidak bersamaan, tetapi setelah dana BOS di naikkan dana yang dari APBD malah diturunkan, jadi ya masih kurang dan harus mencari dana talangan yang lain untuk membiayai operasional sekolah tersebut. Ditambahkan oleh informan M bahwa terkadang sekolah juga bingung karena sudah terlanjur menggunakan dana dari pinjaman ternyata dana yang keluar lebih sedikit dari pinjaman tersebut. Tapi ya memang harus begitu kalau ingin proses pembeajarannya tidak terhambat, karena sumber dana sekolah sekarang hanya mengandalkan dari pemerintah pusat dan daerah saja. Yang penting semua keperluan yang penting didahulukan dan yang lain ditunda terlebih dahulu sampai dananya sudah ada.
c. Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.
Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukupuntuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Padahal pelayanan ekstrakurikuler itu bisa berjalan dengan lancar apabila semua sarana prasaranya tercukupi. Untuk mecukupinya sekolahan harus mencari dana yaitu dengan mengajukan proposal kepada pemerintah walaupun turunnya dana itu tidak tahu kapan terealisasinya. Tetapi di SMP Negeri I Polokarto sudah menjadi SSN atausekolah standar nasional, jadi ada dana khusus yang diberikan pemerintah dalam upaya pengembangan siswa.
d. Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya
Adanya pandangan yang keliru tentang kebijakan pendidikan gratis yaitu gratis secara penuh juga merupakan kendala yang harus di hadapi sehingga masyarakat itu mengetahui sebenarnya apa yang dimaksud dengan pendidikan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah ini. Padahal pendidikan gratis itu ditujukan untuk menggratiskan biaya operasional saja sehingga membantu meringankan biaya pendidikan orang tua. Sehingga pihak sekolah memberikan penjelasan tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis kepada masyarakat atau orang tua murid sesuai dengan aturan-aturan dalam buku pedoman sehingga mereka paham dan mengerti.



BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis adalah adanya fakta bahwa masih banyak anak usia sekolah khususnya di kabupaten Sukoharjo terutama dari kalangan ekonomi lemah yang belum dapat mengenyam bangku sekolah ataupun yang terpaksa putus sekolah lantaran permasalahan klasik, yaitu tingginya biaya pendidikan, komitmen pemerintah yang juga diikuti oleh komitmen pemerintah daerah dalam menyelenggarakan amanat UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan, melaksanakan amanat UUD 45 Pasal 31 serta UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dasar 9 Tahun.
Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban dana yaitu dikarenakan oleh singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesuai dengan batasan yang sudah diatur di dalam buku pedoman.
Mengatasi masalah kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban dana dengan mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pengawas untuk mendapatkan kejelasan sehingga penyusunan laporan pertanggungjawabannya tidak terjadi kesalahanserta mengadakan diskusi dengan pengelola dana BOS dan APBD dari sekolah lain.

B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan, maka penelti mengajukan beberapa saran mengenai implementasi kebijakan pendidikan gratis sebagai berikut :
1. Bagi Pihak Sekolah
Pihak sekolah hendaknya selalu memberikan sosialisasi kepada wali murid dan seluruh siwa mengenai pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis ini supaya tidak adanya anggapan-anggapan yang salah.
2. Bagi Pihak Guru
Bagi guru hendaknya selalu memberikan motivasi kepada siswa bahwa dengan adanya pendidikan gratis maka mereka harus lebih semangat untuk belajar karena sudah tidak terbebani dengan masalah biaya.
3. Bagi Pihak Pemerintah
a. Pihak pemerintah hendaknya lebih serius dalam memberikan pengarahan tentang penyusunan laporan pertanggungjawaban agar benar dan sesuai dengan buku panduannya.
b. Pemerintah supaya lebih cepat dalam penyusunan anggaran sehingga pencairan dana dapat datang tepat waktu sehingga pihak sekolah tidak perlu harus mencari dana talangan dulu untuk membiayai keperluan yang sudah berlangsung.
c. Pemerintah hendaknya memberikan tambahan dana yang ditujukan khusus untuk kegiatan ekstrakurikuler agar kegiatannya itu dapat berlangsung secara optimal.

C. Rekomendasi

1. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di daerah Sukoharjo pembiayaan pendidikan perlu didasarkan pada aktivitas yang ter-jadi di sekolah, bukan didasarkan pada alokasi tertentu atau penjatah-an. Oleh karena itu, pemerintah dalam mengucurkan dana harus berda-sarkan pada program (proposal) yang dibuat oleh sekolah secara rasio-nal dan akuntabel.
2. Pemerintah daerah harus segera menetapkan standar pembiayaan ke-giatan operasional sekolah yang berbasis kualitas sebagai pemicu pe-merataan kualitas pendidikan di Sukoharjo sesuai tuntutan standar nasional pendidikan.
3. Pembinaan terhadap sekolah oleh pihak-pihak terkait perlu dioptimal-kan sebagaimana mestinya, khususnya dalam penggunaan dana yang telah dikucurkan oleh pemerintah kepada sekolah.
4. Pemerintah dan atau lembaga yang membawahi sekolah-sekolah perlu memiliki konsultan atau tenaga ahli bidang pendidikan (termasuk pem biayaan pendidikan).
5. Terbuka kemungkinan kebijakan pembiayaan pendidikan gratis ke de-pan dilakukan terhadap sekolah tidak berbasis jumlah siswa tetapi ber-basis jumlah rombongan belajar (rombel).


DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta : Bulan Bintang.

Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press.

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Qodri A., Ahmad. 2000. Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saifullah, Ali. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional.

Sanaky, Hujair AH. 2003. Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI

Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam., Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Tilaar, Haar. 2004. Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam., Bandung : CV. Pustaka Setia.

Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Jakarta : Bumi Aksara.
Read more » 0 komentar

FUNGSI PENGAWAS DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN DI MI AL-ISLAM KARTASURA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya peningkatan kualitas pendidikan sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah saat ini. Berbagai usaha mulai dari pembaharuan kurikulum, perbaikan dari sarana prasarana, pelatihan-pelatihan guru dan bantuan dana langsung berupa dana Bos ke sekolah-sekolah. Ini menunjukkan keseriusan-keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kualitas mutu sumber daya manusia Indonesia ke depan.
Sejalan dengan ini pemerintah telah pula mengesahkan Undang-Undang Guru dan Dosen agar guru lebih memperhatikan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan pemerintah. Guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai sehingga mampu menerapkan profesionalismenya dalam peningkatan mutu pendidikan ke depan, sebab guru merupakan ujung tombak kemajuan pendidikan dimasa depan.
Dalam menjalankan tugas profesinya guru memerlukan agen pembaharuan yang professional pula sehingga guru tidak tertinggal dari kemajuan ilmu pengetahuan dan technologi yang berkembang terus. Selain itu guru juga memerlukan sosok yang dipandang mampu untuk memecahkan masalah-masalah pokok yang berhubungan dengan pelajaran dan administrasi sekolah. Tidak hanya guru, dalam organisasi sekolah Kepala sekolahpun memerlukan pembinaan yang terstruktur agar kualitas pendidikan di sekolah itu dapat dikendalikan.
Kepala sekolah beserta guru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah mempunyai misi yang tertuang dalam tujuan pendidikan sebagaimana dituliskan dalam visi sekolah. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan manajemen pendidikan yang mantap. Dalam manajemen pendidikan telah diatur peran dan fungsi masing-masing fungsi manajemen tersebut antara lain, planning / perencanaan, organizing / pengorganisasian, staffing/penyusunan tenaga, controlling/pengawasan dan budgeting / pendanaan.
Kepengawasan adalah bagian dari fungsi manajemen pendidikan yaitu controlling. Kepala sekolah beserta guru dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemennya memerlukan control/pengawasan dari pengawas pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Kepengawasan sangat erat hubungannya dengan sekolah-sekolah sebagai tempat berlangsungnya kegiatan/pengelolaan fungsi-fungsi manajemen pendidikan tersebut dan merupakan bagian dari warga sekolah tersebut.Permasalahannya sekarang, apakah peran dan fungsi kepengawasan dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagai bagian dari manajemen pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, bagaimana fungsi pengawas bagi Mi Al-Islam Kartasura?


BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pengawas
Dalam pelaksanaan manajemen pendidikan, terlebih dahulu perlu diketahui bidang garapan manajemen pendidikan yang tergambar dari fungsi-fungsi manajemen pendidikan itu sendiri. Setiap sikap kegiatan dalam proses manajemen pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum. Adanya unsur tujuan ini menjadi tugas dan tanggungjawab bersama dari masing-masing fungsi manajemen tersebut untuk mencapainya. Semua orang yang terlibat di dalamnya mempunyai tanggungjawab dan wewenang, serta hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan dan fungsi masing-masing.Fungsi-fungsi pokok manajemen pendidikan tersebut adalah:
a) Perencanaan (Planing)
Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan. Dalam setiap perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor tujuan dan sarana, baik personel maupun faktor material perencanaan adalah aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan-tindakan yang tertuju pada tercapainya tujuan pendidikan.
b) Pengorganisasian (Organising)
Organisasi adalah aktivitas menyusun dan membentuk hitungan-hitungan yang berwujud suatu ketentuan dalam mencapai tujuan pendidikan.

c) Pengordinasian (Coordinating)
Koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang material, pikiran-pikiran, teknik-teknik, dan tujuan-tujuan ke dalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai tujuan pendidikan.
d) Komunikasi
Komunikasi dalam setiap bentuknya adalah proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang dalam struktur organisasi.
e) Supervisi / Pengawasan (Controlling)
Supervisi sebagai fungsi manajemen pendidikan berarti aktivitas untuk menentukan kondisi-kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
f) Pembiayaan (Budgeting)
Pembiayaan merupakan, motor penggerak bagi setiap organisasi. Kelancaran jalannya suatu organisasi tidak mungkin t Penilaian (Evaluating)
g) Evaluasi adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui sejauh mana pelaksanaan yang dilaksanakan mencapai hasil sesuai dengan rencana.
Dari fungsi-fungsi manajemen pendidikan tersebut yang dibahas disinidalah kepengawasan / supervisi.
Tabrani Rusyani 1997 menyatakan pengawasan adalah pengendalian yang dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan, penilaian kemampuan, meningkatkan dan menyempurnakan, baik manajemen maupun bidang operasionalnya.M. Ngalin Purwanto 2004 mengatakan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu kepala sekolah dan guru dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Burton dalam M. Ngalin Purwanto 2004 menyatakan supervisi adalah layanan yang mengarahkan perhatian kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam mencapai tujuan pendidikan.Dari beberapa batasan di atas dapat disimpulkan supervisi atau kepengawasan adalah aktivitas layanan yang dilaksanakan oleh pengawas berupa pembinaan, pemeriksaan, penilaian yang terencana dan berkelanjutan dengan menekankan pada dasar-dasar kependidikan dengan cara-cara belajar dan perkembangannya dalam mencapai tujuan pendidikan

B. Fungsi Pengawas
Supervisi / kepengawasan mempunyai peran untuk memotivasi guru agar mengemban tugas pokoknya sesuai dengan tuntutan profesinya (Djauzah Ahmad, 1996).
Supervisi / kepengawasan mempunyai peran sebagai pengendali keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengendali disini berupa kepastian pelaksanaan kependidikan, penilaian dan penelaah fakta kegiatan, koreksi dan motivasi rencan agar sejalan dengan perubahan yang mungkin terjadi, mendukung seluruh efektivitas dalam pelaksanaan (H.Tabrani Rusyani, 1997).Supervisi / kepengawasan mempunyai peran membangkitkan dan merangsang semangat kepala sekolah dan guru-guru dalam menjalankan tugasnya, mencari dan mengembangkan metode baru, berusaha mempertinggi mutu pengetahuan / kompetensi guru serta membinakerjasama yang baik dan harmonis di antara warga sekolah (M. Ngalin Purwanto, 2004)
Dari beberapa batasan di atas dapat ditarik kesimpulan peranan kepengawasan adalah : memotivasi semangat kerja kepala sekolah dan guru dalam menjalankan tugasnya, meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru-guru membina kerjasama yang harmonis serta sebagai pengendali keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan sehingga meningkatkan mutu pendidikan lebih terjamin.
Fungsi-fungsi kepengawasan pendidikan yang sangat penting diketahui adalah sebagai berikut.
a) Dalam bidang kepemimpinan
1. Menyusun rencana dan policy bersama
2. Mengikut sertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
3. Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan.
4. Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok.
5. Mengikut sertakan semua anggota dalam menetapkan keputusan-keputusan.
6. Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
7. Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok.
8. Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
b) Dalam hubungan kemanusiaan
1. Memanfaatkan kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
2. Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis dan sebagainya.
3. Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
4. Memupuk rasa saling menghormati diantara sesama anngota kelompok dan sesama manusia.
5. Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
c) Dalam pembinaan proses kelompok
1. Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
2. Menimbulkan dan memelihara sikap percaya dan mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dengan pemimpin.
3. Memupuk sikap dan kesetiaan tolong-menolong
4. Memperbesar rasa tanggungjawab para anggota kelompok.
5. Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat diantara anggota kelompok.
6. Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya
d) Dalam administrasi personel
1. Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
2. Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
3. Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
e) Dalam bidang evaluasi
1. Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci
2. Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kreteria penilaian.
3. Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma-norma yang ada.
Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengdakan perbaikan-perbaikan.
Jika fungsi-fungsi kepengawasan di atas benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk pengawas terhadap para kepala sekolah dan guru-guru, maka kelancaran jalannya sekolah dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
C. Peranan dan Fungsi Kepengawasan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Ada banyak faktor yang menentukan peningkatan mutu pendidikan. Bukan hanya dana yang memadai, juga pengasuh yang mempunyai visi dan misi yang jelas, para guru yang profesional dan masyarakat yang aktif berpartisipasi di dalam pengembangan pendidikannya turut mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dalam era global bukan hanya menjawab tantangan-tantangan internal tetapi juga tantangan-tantangan global. Pendidikan yang mengarah pada disintegrasi kesatuan bangsa bukanlah pendidikan bermutu. Pendidikan yang bermutu bukan hanya dari aspek akademik tetapi juga aspek pengembangan disiplin yang demokratis, kritis, dan produktif.
Peranan kepengawasan hendaknya menuju pada hal-hal seperti di atas. M. Ngalin Purwanto, 2004 mengatakan pengembangan minat dan sikap profesional itu hendaknya merupakan bagian integral dari program kepengawasan yang dilakukan oleh pengawas. Dengan dasar ini dipastikan peningkatan mutu pendidikan lebih terarah dan lebih mudah dicapai. Sebaliknya apabila kepengawasan belum mampu menyentuh kepala sekolah dan guru, tak ubahnya kualitas/mutu pendidikan jalan ditempat bahkan menurun seiring dengan patahnya semangat guru dan beratnya beban ekonomi.
Dari uraian di atas dapat dilihat peranan dan fungsi kepengawasan dalam peningkatan mutu pendidikan ke depan adalah sebagai pembangkit motivasi dan semangat kepala sekolah dan guru, mendorong serta mengarahkan terciptanya kepuasan kerja, karena semua itu mempengaruhi kualitas pekerjaan seseorang dan akhirnya tertuju pada satu tujuan yaitu peningkatan mutu pendidikan.
D. Manajemen lembaga Islam dan Implikasinya
Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lainyang berkaitan untuk mencapai pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Makna definitive ini selanjutnya mempunyai implikasi-implikasi yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan system dalam manajemen pendidikan Islam, dan berikut ini penjabarannya.
Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami. Aspek ini menghendaki adanya muatan-muatan nilai Islami dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam, misalnya penekanan pada penghargaan, maslahat, kualitas, kemajuan dan pemberdayaan. Selanjutnya upaya pengelolaan ini diupayakan bersandar pada pesan-pesan Al-Qur’an dan Hadits agar selalu dapat menjaga sifat Islami.
Kedua, terhadap lembaga pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan objek dari manajemen ini yang secara khusus diarahkan untuk menangani pendidikan Islam dengan segala keunikannya. Maka manajemen ini bisa memaparkan cara-cara pengelolaan manajemen Madrasah, Sekolah, pondok pesantren, perguruan tinggi dll.
Ketiga, proses pengelolaan pendidikan Islam secara Islami menghendaki adanya sifat inklusif dan ekseklusif. Frase secara islami menunjukkan sifat inklusif, yang artinya kaidah-kaidah manajerial bisa dipakai untuk pengelolaan pendidikan selain pendidikan Islam selama ada kesesuaian sifat dan misinya. Dan sebalikanya kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum bisa juga dipakai dalam mengelola pendidikan Islam sesuai dengan nilai-nilai Islam, realitas, dan kultur yang dihadapi lembaga pendidikan Islam. Kemudian frase Lembaga Pendidikan Islam menunjukkan keadaan ekslusif karena menjadi objek langsung, hanya terfokus pada lembaga pendidikan Islam. Sedangkan lembaga pendidikan lainnya telah dibahas secara detail dalam buku-buku manajemen pendidikan.
Keempat, dengan cara menyiasati, frase ini mengandung strategi yang menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen. Manajemen penuh siasat atau strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Demikian pula dengan manajemen pendidikan Islam yang senantiasa diwujudkan melelui strategi tertentu. Adakalanya strategi tersebut sesuai dengan strategi dalam mengelola lembaga pendidikan umum, tetapi bisa jadi berbeda sama sekali lantaran adanya situasi khusus yang dihadapi lembaga pendidikan Islam.
Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait. Sumber-sumber belajar disini memiliki cakupan yang luas, yaitu:
1. Manusia, yang meliputi guru, ustd, dosen, siswa, santri, mahasiswa.
2. Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku paket ajar, dll.
3. Lingkungan, merupakan segala hal yang mengarah pada masyarakat.
4. Alat dan peralatan, seperti laboratorium.
5. Aktivitas.
Adapun hal-hal yang terkaitbisa berupa keadaan sosio-politik, sosio-kultur, sosio-ekonomi, maupun sosio-religius yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
Keenam, tujuan pendidikan Islam. Hal ini merupakan arah dari seluruh program pengelolaan lembaga pendidikan Islam sehingga tujuan itu sangat mempengaruhi komponen-komponen lainnya, bahkan mengendalikannya.
Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya, berhasil guna dan berdaya guna. Artinya manajemen yang berhasil mencapai tujuan dengan penghemat tenaga, waktu, dan biaya. Efektifitas dan efisien ini merupakan penjelasan terhadap komponen-komponen. Sebelumnya sekaligus mengandung makna penyempurnaan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam. (Mujamil, Qomar.2007 : 10-12)
Berbicara tentang manajemen lembaga pendidikan Islam tidak terlepas dari unsur-unsur yang membentuk budaya lembaga itu sendiri. Salah satunya adalah lingkungan sekolah yang terdiri atas lingkungan internal sekolah, misalnya tempat belajar dan mengajar, dan peran penting dari keberadaan para pendidik dan anak didik atau ada guru dan murid, para karyawan sekolah, alat-alat dan fasilitas sekolah, perpustakaan dan aktivitas pembelajaran. Semua itu terlibat langsung dalam susunan interaktif yang membentuk lembaga pendidikan. Adapun lembaga pendidikan yang bersifat eksternal adalah keberadaannya diluar lembaga, misalnya lingkungan masyarakat, hubungan struktural sekolah dengan pemerintah dan interaksi pihak lembaga dengan keluarga seluruh anak didik.
Dalam lingkungan lembaga pendidikan seperti Sekolah/Madrasah, perbedaan individual anak didik perlu mendapat perhatian guru, sehubungan dengan pengelolaan pengajaran agar proses belajar mengajar berjalan secara kondusif. Pengembangan manajemen lembaga pendidikan Islam bermula dari kondisi lingkungan Sekolah/Madrasah yang berkaitan dengan masyarakat. Hubungan yang sosiatif antara keduanya dimulai dengan beberapa harapan, yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan tentang lingkungan yang bersih, yaitu bersih dalam perilaku negative. Oleh karena itu, perlu dipelajari dan diamalkan semua yang berkaitan dengan pendidikan akhlaq dan budi pekerti yang baik menurut agama, undang-undang dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2. Pendidikan tentang dakwah yang menyemarakkan lingkungan masyarakat dengan berbagai kegiatan positif dan dijunjung tinggi oleh nilai-nilai keagamaan.
3. Pendidikan tentang sangsi social yang merusak nama baik lingkungan social-religiusnya. Sangsi social di berlakukan dengan tetap mempertahankan keselarasan dengan hokum yang berlaku dan nilai-nilai keagamaan.


BAB III
REGULASI MENEJERIAL
Eksistensi pengawas sekolah dinaungi oleh sejumlah dasar hukum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah landasan hukum yang terbaru yang menegaskan keberadaan pejabat fungsional itu. Selain itu, Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 (disempurnakan dengan keputusan nomor 091/2001) dan Keputuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1998 (disempurnakan dengan keputusan nomor 097/U/2001) merupakan menetapan pengawas sebagai pejabat fungsional yang permanen sampai saat ini. Jika ditilik sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada, yang terkait dengan pendidikan, ternyata secara hukum pengawas sekolah tidak diragukan lagi keberadaannya. Dengan demikian, tidak ada alasan apapun dan oleh siapapun yang memarjinalkan dan mengecilkan eksistensi pengawas sekolah.
Menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku, keberadaan pengawas sekolah jelas dan tegas. Dengan demikian bukan berarti pengawas sekolah terbebas dari berbagai masalah. Ternyata institusi pengawas sekolah semakin bermasalah setelah terjadinya desentralisasi penangan pendidikan. Institusi ini sering dijadiakn sebagai tempat pembuangan, tempat parkir, dan tempat menimbun sejumlah aparatur yang tidak terpakai lagi (kasarnya: pejabat rongsokan). Selain itu, pengawas sekolah belum difungsikan secara optimal oleh manajemen pendidikan di kabupaten dan kota. Hal yang paling mengenaskan adalah tidak tercantumnya anggaran untuk pengawas sekolah dalam anggaran belanja daerah (kabupaten/kota). Sekurang-kurangnya fenomena itu masih terlihat sampai sekarang.
Penodaan terhadap institusi pengawas sekolah dan belum difungsikannya para pengawas sekolah secara optimal bak lingkaran yang tidak berujung berpangkal. Lingkaran itu susah dicari awalnya dan sulit ditemukan akhirnya. Tidak ada ujung dan tidak ada pangkal. Akan tetapi, jika dimasuki lebih dalam, inti permasalahannya dapat ditemukan. Institusi pengawas sekolah adalah institusi yang sah. Keabsahannya itu diatur oleh ketentuan yang berlaku. Seyogyanya, aturan-aturan itu tidak boleh dilanggar oleh manajemen atau birokrasi yang mengurus pengawas sekolah. Aturan itu ternyata sangat lengkap. Mulai dari aturan merekrut calon pengawas, sampai kepada memberdayakan dan menfugsikan pengawas sekolah untuk operasional pendidikan, ternyata sudah ada aturannya. Pelecehan atau pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada itulah yang merupakan titik pangkal permasalahan pengawas sekolah sebagai institusi di dalam sistem pendidikan.


BAB IV
ANALISIS

 Bagaimana Fungsi Pengawas Bagi Manajemen lembaga Di Mi Al-Islam Kartasura
Peningkatan mutu pendidikan telah menjadi komitmen Departemen Pendidikan Nasional yang ditunjukkan dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK). Ada beberapa direktorat di lingkungan Ditjen PMPTK, satu di antaranya adalah Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat ini bertugas meningkatkan mutu tenaga kependidikan yang terdiri atas: (1) tenaga pengawas satuan pendidikan, (2) kepala sekolah/madrasah, (3) tenaga administrasi sekolah/madrasah, (4) tenaga laboratorium laboran/teknisi, dan (5) tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.
Salah satu tenaga kependidikan yang dinilai strategik dan penting untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah dan kepala sekolah/madrasah adalah tenaga pengawas sekolah/madrasah. Usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu tenaga pengawas sekolah/madrasah antara lain adalah penyempurnaan sejumlah unsur mulai dari rumusan konsep dasar pengawasan, peranan dan fungsi pengawas, kompetensi kualifikasi dan sertifikasi, rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, pengembangan karir, pendidikan dan pelatihan, penghargaan dan perlindungan sampai pada pemberhentian dan pensiun. Mengingat banyaknya unsur-unsur yang harus ditingkatkan pembinaannya dan dibahas, maka pada kesempatan ini pembahasan dibatasi pada peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah saja.
Masalahnya adalah pengawas sekolah/madrasah selama ini masih banyak yang belum mengetahui dan memahami peranan yang harus dimainkannya serta fungsi yang diembannya. Terlebih-lebih melaksanakan peranan dan fungsi tersebut.Permasalahan ini muncul karena sejak diberlakukannya otonomi daerah, banyak bupati/walikota mengangkat pengawas sekolah bukan berasal dari guru dan atau kepala sekolah. Ada pengawas sekolah yang diangkat dari mantan pejabat atau staf dinas dengan maksud untuk memperpanjang masa pensiunnya, pada hal mereka belum pernah menjadi guru atau kepala sekolah. Bahkan ada pula yang diangkat sebagai balas budi “tim sukses” bupati/walikota terpilih. Ironisnya, setelah mereka dilantik sebagai pengawas sekolah, mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan pengawas sekolah. Pengangkatan dengan cara tersebut sebenarnya bertentangan dengan pendapat Wiles & Bondi (2007) yang menyatakan: Selection criteria for supervisors, based on their training and experience. Experience:
a. Minimum of two years of classroom teaching experience.
b. Minimum of one year of leadership experience (such as principal).
c. Cerification as a teacher.
Tetapi, yang lebih parah lagi adalah pengangkatan tersebut di atas telah melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 39 yang berbunyi:
(2) Kriteria minimal untuk menjadi pengawas satuan pendidikan meliputi:
a. Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi,
b. Memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan,
c. Lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan.
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan konsep dan teori tentang peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah bagi para pengawas sekolah/madrasah. Harapannya adalah agar para pengawas sekolah/madrasah semakin bertambah pengetahuan dan pemahaman tentang peranan yang harus dimainkan dan fungsi yang diembannya serta yang lebih penting lagi mereka mampu mempraktikannya dengan baik di tempat tugasnya masing-masing.
PERANAN PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH
Peranan menurut Getzels (1967), “That roles are defined in terms of role expectations-the normative rights and duties that define within limits what a person should or should not do under various circumtances while he is the incumbent a particular role within an intitution.” Dari pendapat Getzels tersebut, maka perananperanan dapat didefinisikan dalam terminologi harapan-harapan peranan yang bersifat kebenaran normatif dan menetapkan batasan-batasan kewajiban-kewajiban apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan seseorang secara khusus di dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, setiap kita berbicara tentang peranan seseorang di dalam suatu organisasi termasuk juga organisasi sekolah/madrasah tentunya, selalu berupa peranan-peranan yang normatif atau yang ideal-ideal saja.
Peranan adalah aspek dinamis yang melekat pada posisi atau status seseorang di dalam suatu organisasi seperti yang dinyatakan oleh Lipham & Hoeh (1974), “We indicate that a role is a dynamis aspect of a position, office, or status in institution.”.Karena peranan bersifat dinamis, maka ia berkembang terus sesuai dengan tuntutan kebutuhan organisasi.
Peranan pengawas sekolah/madrasah menurut Wiles & Bondi (2007), “The role of the supervisor is to help teachers and other education leaders understand issues and make wise decisions affecting student education.” Bertitik tolak dari pendapat Wiles & Bondi tersebut, maka peranan pengawas sekolah/madrasah adalah membantu guru-guru dan pemimpin-pemimpin pendidikan untuk memahami isu-isu dan membuat keputusan yang bijak yang mempengaruhi pendidikan siswa. Untuk membantu guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta meningkatkan prestasi belajar siswa, maka peranan umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai: (1) observer (pemantau), (2) supervisor (penyelia), (3) evaluator (pengevaluasi) pelaporan, dan (4) successor (penindak lanjut hasil pengawasan). Apa saja yang dilakukan setiap peranan akan dibahas pada subbab fungsi pengawas sekolah/madrasah di bawah ini.
Dalam praktiknya, orang sering menyamakan antara arti pengevaluasian dengan penilaian. Pada hal, arti pengevaluasian berbeda dengan penilaian. Pengevaluasian pendidikan ialah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang,dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan penilaian ialah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa.
Peranan sebagai penyelia adalah melaksanakan supervisi. Supervisi meliputi: (1) supervisi akademik, dan (2) supervisi manajerial. Kedua supervisi ini harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas sekolah/madrasah.
Sasaran supervisi akademik antara lain adalah untuk membantu guru dalam hal: (a) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan, (b) melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan, (c) menilai proses dan hasil pembelajaran/bimbingan, (d) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan, (e) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (f) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (g) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik,(h) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (i) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan, (j) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (k) mengembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dan sebagainya) yang tepat dan berdaya guna, (l) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan, dan (m) mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.


DAFTAR PUSTAKA
 Anonim 2003 PRRI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta Depdiknas
 Djauzal H. Achmad 1993. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud
 Purwanto M. Ngalin. 2004. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.Bandung; PT. Remaja Rosdakarya
 Rusyam Tabrani R. 1997 Manajemen Pendidikan. Bandung; Media Pustaka
 Tilaar H.A.R. 2001 Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung PT. Remaja Rosdakarya
 Staf Tenaga Kependidikan. 2006. Laporan Rapat Kordinasi Pengembangan Kebijakan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Read more » 0 komentar

PERAN DAN FUNGSI-FUNGSI KEPALA SEKOLAH DI MIM KLASEMAN GATAK SUKOHARJO

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain: Bagaimana Hakikat menjadi seorang pemimpin atau kepala sekolah?




BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Pengertian Kepemimpinan
Kata pemimpin secara etimilogi (Ilmu kata asal) menutut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata pimpin dengan mendapat awalam me- yang berarti menuntut, menunjukkan jalan, membimbing. (Aunur, 2001: 6) dalam bentuk kegiatan, maka si pelaku disebut pemimpin. Dengan kata lain pemimpin adalah orang yang memimpin, mengetahui atau mengepalai. Dari sini berkembang lagi istilah kepemimpinan (Dengan tambahan awalan ke-) yang menunjukkan pada semua aspek kepemimpinan. Aspek kepemimpinan yaitu mencakup fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan.
Dari pengertian diatas, terdapat unsure-unsur penting dari makna pemimpin, yaitu sebagai berikut:
1. Unsur Kekuasaan, yaitu menguasai organisasi dan mengendalikan struktur organisasi;
2. Unsur Intruksional, yaitu berwenwng memberikan perintah, tugas, dan segala hal yang harus dilaksanakan oleh bawahannya;
3. Unsur Responsibility, yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kinerja organisasi;
4. Unsur Pendelegasian, yaitu memiliki hak dan wewenang memindahkan tugasnya kepada bawahannya;
Dalam pancasila sila keempat dikatakan bahwa “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.” Dari sila tersebut, secara filosofis, dapat diambil suatu konsep kepemimpinan yang Indonesiawi, yaitu sebagai berikut:
1. Kepemimpinan yang dibangun oleh kecerdasan filosofis para pemimpin. Kecerdasan Filosofis adalah pandai menemukan hikmah dari setiap penyelenggara organisasi, terlebih lagi suatu Negara.
2. Kepemimpinan yang menetapkan pengambilan keputusan dengan nilai-nilai kebijaksanaan, artinya memberikan kemaslahatan bagi seluruh kepentingan bangsa dan Negara, kebijaksanaan yang memaslahatkan anggota suatu organisasi yang dipimpinnya.
3. Kepemimpinan yang berprinsip pada nilai-nilai demokrasi, yaitu dengan melaksanakan musyawarah dalam pengambilan keputusan dan tidak menganut kepemimpinan otoriter.
4. Kepemimpinan yang pandai memilih wakil-wakilnya untuk diberi wewenang, tugas dan kewajiban dalam menjalankan roda kepemimpinan organisasi. ( Hikayat. 2009: 251)
Teori kepemimpinan menjelaskan peran pemimpin dalam mempengaruhi orang lain dan hubungan antara kepemimpinan dan keefektifan organisasi. Dalam bab ini, teori kepemimpinan akan dikelompokkan menjadi 4: (a) sifat teori kepemimpinan, (b) pendekatan kekuatan terhadap kepemimpinan, (c) perilaku pemimpin, dan (d) kepemimpinan transformasional, visioner, dan moral.
Terdapat berbagai definisi kepemimpinan, cenderung berupa deskripsi kepemimpinan dalam hal orientasi tertentu atau pendekatan terhadap pembelajaran kepemimpinan. Yukl (1994) menggunakan salah satu definisi kepemimpinan yaitu bahwa kepemimpinan meliputi proses hubungan sosial di mana ada tujuan tertentu dari seseorang terhadap orang lain untuk mengatur kegiatan dan hubungan dalam sebuah kelompok atau organisasi. Penerapan bagi Pemimpin Sekolah Pemahaman teori kepemimpinan akan membantu pemimpin sekolah untuk :
1. Menilai kekuatan dan kelemahan diri yang berhubungan dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk kepemimpinan yang efektif
2. Menggunakan kekuasaan dengan benar untuk mempengaruhi secara positif dan mendapatkan komitmen dari orang lain
3. Menilai keyakinan diri sehubungan dengan asumsi-asumsi tentang kepemimpinan dan pengikutnya
4. Memahami berbagai peran kepemimpinan
5. Mengenali hubungan antara perilaku pemimpin yang berorientasi-tugas dan yang berorientasi-manusia
6. Menyadari pentingnya tujuan moral dan nilai etis bagi kepemimpinan

B. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
- Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
- Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.
Desentralisasi dan otonomi pendidikan akan berhasil dengan baik, jika diiringi pemberdayaan pola kepemimpinan kepala sekolah yang optimal. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan.
C. Hakikat Pemimpin atau Kepala Sekolah
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya
• Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
• Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
• Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
• Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
• Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
• Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
 Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
 Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
 Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.




BAB III
REGULASI MENEJERIAL
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru.
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, –seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya–, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan–, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003).
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.


BAB IV
ANALISIS
 Hakikat Menjadi Seorang Pemimpin Atau Kepala Sekolah
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan kepala sekolah. Karena kepala sekolah sebagai pemimpin di lembaganya, maka kepala sekolah harus mampu membawa lembaga ke arah tercapainya tujuan yang telah di tentukan. Kepala sekolah harus mampu melihat adanya perubahan terhadap regulasi pendidikan dan kehidupan globalisasi.
Menurut pengertiannya, kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kata kepala sekolah berasal dari dua kata yakni kepala dan sekolah. Kata kepala dapat diartikan sebagai ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi, sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi penjelasan.
Kepemimpinan kepala sekolah sangat menunjang akan tercapainya pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien. Untuk hal itu, maka yang menjadi fokus adalah perbaikan proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai hasil pendidikan yang berkualitas.
Untuk menciptakan sekolah yang efektif dan efisien, kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkatan sekolah dan ujung tombak utama dalam mengelola pendidikan diharapkan mampu memegang tugas dan bertanggung jawab memegang peran aktif dalam memajukan sekolah / lembaga pendidikan.
Kepala sekolah dalam kepemimpinannya memerlukan pengetahuan dan ketrampilan konseptual, kemampuan untuk melihat organisasi secara keseluruhan termasuk kesanggupan melihat dengan jelas peranan organisasi dalam situasi pembangunan yang menyeluruh. Pemahaman tentang fungsi organisasi bergantung satu sama lain dan perubahan pada setiap bagian mempengaruhi semua bagian yang lainnya. Artinya adalah kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran jalannya sekolah secara teknis akademis saja. Akan tetapi semua kegiatan, keadaan lingkungan sekolah dengan situasi dan kondisinya serta hubungan dengan masyarakat sekitarnya merupakan tanggung jawab sebagai kepala sekolah.
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen sekolah. Karena itu perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat dan dekat. Perilaku instrumental merupakan tugas-tugas yang diorientasikan dan secara langsung diklarifikasi dalam peranan dan tugas-tugas para guru, sebagai individu dan sebagai kelompok. Perilaku pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Maka dari itu, seorang kepala sekolah harus mempunyai kriteria atau kualifikasi umum sebagai seorang kepala sekolah, yaitu:
a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi
b. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-Kanak / Raudhatul Athfal (TK / RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 tahun di TK / RA.
d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
Kata pemimpin tersebut mengandung makna luas, yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam praktik organisasi kata memimpin, mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberi teladan, memberi dorongan, memberikan bantuan, dam lain sebagainya.
Banyak variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan kepala sekolah, sebagai seorang pemimpin suatu organisasi yang bersifat kompleks dan unik. Perencanaan yang disusun seefektif apapun tetapi masih tergantung bagaimana seorang pemimpin memahami kadar dan proses perubahan itu.
Kepala sekolah adalah orang yang membawahi sekelompok anggota staf. Membawahi bukan berarti berkuasa dan dapat bertindak sewenang-wenang, melainkan dalam arti kepala sekolah berada di atas dalam tanggung jawab dan harus selalu dapat melihat ke bawah, fungsi kepala sekolah dalam hal ini adalah memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada guru agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar secara efektif dan efisien. Usaha dan kegiatan dalam memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk tumbuh dan berkembang secara profesional merupakan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam bidang supervisi. Sebagai seorang supervisor, kepala sekolah harus berusaha memberikan kesempatan dan bantuan profesional kepada guru-gurunya untuk tumbuh dan berkembang, serta mengidentifikasi bakat-bakat dan kesanggupannya.
Proses inovasi di sekolah dapat berjalan dengan baik, jika kepala sekolah dapat bertindak sebagai pemimpin bukan bertindak sebagai bos, ada perbedaan diantara keduanya. Karena itu, seyogianya kepemimpinan kepala sekolah harus menghindari terciptanya pola hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, sebaliknya perlu mengedepankan kerja sama fungsional.
Permasalahan kepemimpinan kepala sekolah pada masa otonomi daerah memang selalu menarik untuk diperdebatkan, sebab masih banyak ditemukan sosok kepala sekolah yang tak paham dengan perubahan dan tidak tahu apa yang seharusnya diperbuat untuk sekolahnya. Hal ini dikarenakan tidak semua kepala sekolah memiliki wawasan yang cukup memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah sangat menunjang tercapainya pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien. Kepemimpinan kepala sekolah untuk mewujudkan pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien harus difokuskan pada perbaikan proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai hasil pendidikan yang bekualitas.
Menurut Hadiyanto, karakteristik pengelolaan sekolah efektif adalah pertama sekolah memiliki administrasi yang kuat. Hal itu ditunjukan dengan perhatian pada kualitas pembelajaran. Kedua sekolah mempunyai harapan dimana tidak ada satupun siswa yang gagal pada prestasi minimum. Ketiga suasana sekolah (school atmosphere) teratur tetapi tidak kaku, tenang tanpa adanya tekanan, dan kondusif untuk urusan pembelajaran. Keempat sekolah memiliki fokus pembelajaran yang dipahami secara luas dan mendalam, artinya pembelajaran menjadi perhatian utama dibandingkan dengan aktifitas lainnya. Kelima sekolah efektif merupakan sekolah yang sering memonitor kemajuan peserta didik.
Selanjutnya Hadiyanto dalam DeGrauwe dan Varghese memberikan rambu-rambu sekolah yan efisien dapat ditinjau dari tiga faktor, yaitu: pertama sekolah efisien adalah sekolah yang menghasilkan luluasan terbaik. Kedua sekolah baik karena adanya interaksi antara stakeholders yang saling menguatkan. Ketiga sekolah mempunyai lulusan terbaik, tetapi dengan biaya yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Usaha menciptakan sekolah yang efektif dan efisien, kepala sekolah diharapkan dapat tugas dan wewenang fungsi sebagai kepala sekolah. Terutama pada era otonomi pendidikan, kepala sekolah memegang peranan penting untuk keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS). Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kompetensi manajerial yang profesional dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan seperti yang telah dijelaskan di dalam permendiknas no. 12 tahun 2007.
Hadiyanto dan Gaffar, menjelaskan fungsi utama kepala sekolah sebagai seorang manajer ditingkatan sekolah adalah memahami konsep dan penerapan manajemen berbasis sekolah yang merupakan model manajemen yang sedang dikembangkan pada era otonomi pendidikan.
Untuk itu kepala sekolah harus mempunyai 3 kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk mensukseskan kepemimpinannya, yaitu: pertama ketrampilan konseptual, yaitu ketrampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi. Kedua ketrampilan manusiawi, yaitu ketrampilan untuk bekerja sama, memotivasi, dan memimpin.
Ketiga ketrampilan teknik, yaitu ketrampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pembelajaran, pengorganisir keinginan masyarakat, manajer yang berpikiran cerdas, fasilitator yang terampil dan orang yang berpandangan optimis terhadap lingkungan sekolah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang kepala sekolah harus mempunyai Hakikat kriteria atau kualifikasi umum sebagai seorang kepala sekolah, yaitu:
 Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi
 Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun
 Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-Kanak / Raudhatul Athfal (TK / RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 tahun di TK / RA.
 Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.


DAFTAR PUSTAKA

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2005)
Rohiat, Kecerdasar Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah (Refika Aditama: Bandung, 2008)
M. Daryanto, Administrasi Pendidikan (Rineka Cipta: Jakarta, 1998)
Sugeng Listo Prabowo, Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah / Madrasah (UIN Malang Press: Malang, 2008)
John MacBeath; Peter Mortimore,. Improving School Effectiveness. Terj: Nin Bakdi Soemanto. (Jakarta: PT. Grasindo, 2001).
Syaefuddin, Aas. 1998. Kinerja Kepala Sekolah Dasar dalam Melaksanakan Supervisi Pengajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan.
Suyanto. 2001. Kepemimpinan Kepala Sekolah. (Online) UNESCO Office, Jakarta, Indonesia Dalam http://www.kompas.com/kompas-cetak/0103/23/dikbud/foru09.htm diakses tanggal 25 Februari 2007
Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen pendidikan di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2004)
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008)
Read more » 0 komentar

Copyright © Dunia_Pendidikan 2011