Monday, February 20, 2012

MACAM-MACAM SISTEM HUKUM DUNIA

Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :  1. Sistem Hukum Eropa Kontinental • Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi). • Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M). • Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi) • Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda). • Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu negara.  Prinsip utama atau prinsip dasar : • Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. • Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU. • Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain undang-undang”. • Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang).  Peran Hakim : • Hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.  Putusan Hakim : • Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudicata) sbgmana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung)  Sumber Hukum : Sumber hukum sistem ini adalah : 1) Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes). 2) Peraturan-peraturan hukum’ (Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan 3) Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.  Penggolongannya : Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu : 1) Bidang hukum publik dan 2) Bidang hukum privat.  Ad. 1) : Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini ialah : 1) Hukum Tata Negara 2) Hukum Administrasi Negara 3) Hukum Pidana  Ad. 2) : Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah : 1) Hukum Sipil, dan 2) Hukum Dagang Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berikut : 1) Terjadinya sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur ”kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria. 2) Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan, misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.  2. Sistem Hukum Anglo Saxon • Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). • Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika Serikat.  Sumber Hukum : 1) Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum. 2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan. Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.  Peran Hakim : • Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. • Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis. • Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). • Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.  Penggolongannya : • Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum privat”. • Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental. • Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental. • Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”. • Berbeda dengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons, hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort). • Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.  3. Sistem Hukum Adat • Berkembang dilingkungan kehidupan sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain. • Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah ”Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje.  Sumber Hukum : • Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya. • Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya. • Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti. • Karena sifatnya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan situasi sosial, hukum adat elastis sifatnya. Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri. Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1) Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan penjabatnya. 2) Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari : o Hukum pertalian sanak (kekerabatan) o Hukum tanah o Hukum perutangan 3) Hukum adat mengenai delik (hukum pidana) Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat  4. Sistem Hukum Islam • Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain seperti negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual maupun secara kelompok.  Sumber Hukum : 1) Qur’an, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. 2) Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita tentang Nabi Muhammad SAW. 3) Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup. 4) Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.  Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu : 1) Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah. 2) Hukum duniawi, terdiri dari : a) Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya. b) Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan. c) Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan. Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Qur’an. Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.  Berdasarkan sistem hukum dunia diatas, negara Indonesia termasuk negara yang menganut sistem hukum Eropa kontinental. Hal ini dapat dilihat dari sejarah dan politik hukumnya, sistem sumber-sumber hukumnya maupun dalam sistem penegakan hukumnya. Namun dalam pembentukan peraturan perundangan yang berlaku sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum adat dan juga sistem hukum Islam. Sistem hukum eropa Kontinental menganut mazhab legisme dan positivisme. Mazhab legisme adalah Mazhab/aliran ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam UU. Atau berarti hukum identik dengan UU. Hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada UU, sehingga pekerjaannya hanya melakukan pelaksanaan UU belaka (wetstoepassing) . Aliran legisme demikian besarnya menganggap kemampuan UU sebagai hukum, termasuk dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial. Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan apabila telah dikeluarkan UU yang mengaturnya. Menurut aliran ini UU adalah obat segala-galanya sekalipun dalam kenyataannya tidak demikian.Mazhab Legisme / Fomalitas. Sedangkan Mazhab / Aliran Positivisme Hukum (Rechtspositivisme) sering juga disebut dengan aliran legitimisme. Aliran ini sangat mengagungkan hukum tertulis. Menurut aliran ini tidak ada norma hukum diluar hukum positif. Semua persoalan masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Sehingga terkesan hakikat dari aliran ini adalah penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis ini sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumbst
Read more » 0 komentar

PENDIDIKAN MASYARAKAT PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS

BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara masalah pendidikan seakan tidak habis-habisnya sampai manusia itu sendiri lenyap dari permukaan bumi alias mati, karena manusia wajib menjalani pendidikannya sejak dia dilahirkan sampai dia masuk liang lahad, jasadnya larut ditelan bumi, dan rohnya kembali kepada sang pencipta yaitu Allah SWT. [1]
Proses pendidikan terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah SWT selesai menciptakan Adam Alaihissalam, lalu Allah SWT mengumpulkan tiga golongan mahluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan Proses Belajar Mengajar (PBM). Tiga golongan mahluk ciptaan Allah dimaksud yaitu Jin, Malaikat, dan Manusia (Adam Alaihissalam) sebagai "mahasiswa" nya, sedangkan Allah SWT bertindak sebagai "Maha Guru" nya. Setelah selesai PBM maka Allah SWT mengadakan evaluasi kepada seluruh mahasiswa ( jin, malaikat, dan manusia) dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh materi pelajaran yang diberikan, dan ternyata Adam lah (dari golongan manusia) yang berhasil menjadi juara dalam ujian tersebut.[2]
Pembangunan pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan upaya pengejewantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu menciptakan anak bangsa yang cerdas dan bermartabat. Proses pencerdasan dan pemartabatan bangsa dilakukan tidak lepas dari proses belajar mengajar dan pelatihan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.
Berbicara pembangunan pendidikan di Indonesia, "Pembangunan bidang pendidikan mengemban misi pemerataan pendidikan yang menimbaulkan ledakan pendidikan (education explotion). Hal itu memberikan peningkatan mutu sangat signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia (human recourses development) bangsa kita. Strategi pendidikan nasional ketika itu adalah popularisasi pendidikan yang mengakar pada pemerataan pendidikanb. Lebih jauh semakin dirasakan bahwa pembangunan sekolah-sekolah memiliki fungsi strategis bagi peningkatan kualitas warga Negara, harkat, dan martabat bangsa Indonesia".
Langkah yang harus dilakukan untuk bisa mencapai derajat manusia Idonesia yang bermartabat, cerdas, dan terampil atau "insan kamil" atau manusia paripurna, adalah dengan mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri manusia sesuai dengan fitrahnya, baik potensi jasmani (yakni daging, tulang, otot, darqh, dan sebaginya) maupun potensi rohani (yaitu akal, akhlak, budi pekerti, kolbu atau bathin, firasat, rasa, karsa, nafsu, dan sebagainay) harus dikembangkan secara seimbang, dijaga, dibina, dan dikembangkan melalui suatu proses pendidikan sejak ia lahir sampai berpulang ke rahmatullah.[3]


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Pendidikan Masyarakat 
Pendidikan adalah bimbingan pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam kata bimbingan terkandung unsur lain yaitu menunjukan bahwa usaha itu tidak sekali jadi, tetatpi melalui proses yang berjalan bersama-sama menuju ke arah kedewasaan.[4]
Pendidikan Masyarakat Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai sejak anak-anak. Corak dan ragam pendidikan yang dialami anak banyak sekali meliputi : pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan sikap dan mental, pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu antara pendidikan dengan masyarakat terjadi proses salinng pengaruh mempengaruhi.
Di satu pihak masyarakat dengan cita-citanya mendorong terwujudnya pendidikan sebagai sarana untuk merealisasikan cita-citanya. Sedangkan pihak pendidikan mencambuk masyarakat untuk bercita-cita lebih maju. Pendidikan masyarakat adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yanng sesuai kebutuhan masyarakat.[5]
Kalau kita berpegang teguh pada batas kita semula bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar, maka sebagian dari pengalaman yang diperoleh tidak dapat dimasukan dalam kategori pendidikan. Ini hanya dapat dimasukkan dalam kategori pergaulan. Tetapi sebagian besar dari pengalaman di masyarakat itu dapat merupakan pendidikan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu berupa bimbingan secara sadar. Pada taraf-taraf sebelum kedewasaan tercapai, bimbingan secara sadar itu dilakukan oleh orang-orang lain, yaitu pemimpin-pemimpin kemasyarakatan, sedangkan pada masa dewasa, bimbingan lebih bersifat pendidikan sendiri, membentuk kebiasaan sendiri, mencari sumber-sumber pengetahuan sendiri dan mempertebal keyakinan kita sendiri akan nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan.
Setiap individu dalam masyarakat merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk mendukung dan melancarkan kegiatan pembangunan dalam masyarakat tersebut. Manusia sebagai individu, sebagaimana kodratnya memiliki sifat baik maupun buruk. Sifat-sifat yang kurang baik inilah perlu dibina dan dirubah sehingga melahirkan sifat-sifat yang baik lalu dibina dan dikembangkan. Proses perubahan dan pembinaan tersebut disebut dengan pendidikan.[6]
Melalui pendidikan, manusia diharapkan menjadi individu yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk secara mandiri meningkatkan taraf hiudupnya baik lahir maupun bathin serta meningkatkan peranannya sebagai individu/pribadi, warga masyarakat, warga Negara dan sebagai khalifah-Nya.
Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas dari sudut pandang serta pendekatan yang digunakan. Untuk melihat pendidikan secara utuh maka diperlukan suatu pendekatan system, sehingga pendidikan dilihat secara menyeluruh dan tidak lagi parsial atau pragmatis.[7]
Pendidikan merupakan suatu proses, dimana proses tersebut dapat berlangsung dimana dan kapan saja, tidak hanya dalam lingkungan yang formal seperti di sekolah atau kampus karena pendidikan tidak hanya sekolah atau kuliah. Perkembangan seseorang mulai dari kecil, remaja sampai dewasa, di sekolah, di masyarakat dan di rumah merupakan proses pendidikan yang menyeluruh.
Menurut Pannen pendidikan digambarkan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari subsistem-subsistem dan membentuk satu sistem yang utuh. Sistem pendidikan ini memperoleh input dari masyarakat dan lingkungan serta akan memberikan output bagi masyarakat dan lingkungan tersebut.[8]
Sedangkan menurut UU SPN No. 20 Tahun 2003, Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[9]
Sedangkan pendidikan masyarakat adalah suatu gagasan berupa konsep, hasil penelitian dan penerapan pengembangan di masyarakat. Dan fungsi dari pendidikan masyarakat sendiri adalah pola pikir masyarakat terhadap semua terhadap perkembangan dunia yang sedang terjadi saat ini. Pendidikan masyarakat ini dalam kegiatannya membahas mengenai berbagai macam isu yang hadir di masyarakat. Mereka yang bergabung dalam forum ini akan berdiskusi membaca dan berbagai pengalaman membaca buku atau sekedar membicarakan isu hangat yang sedang banyak di bicarakan masyarakat.[10]
Sedangkan masyarakat sendiri adalah sekumpulan orang yang hidup di wilayah tertentu dan terikat oleh aturan yang berlaku. Masyarakat di bagi menjadi dua yaitu masyarakat moderen dan masyarakat sederhana. Masyarakat sederhana mempunyai pengetahuan yang kurang terspesialisasi dan sedikit keterampilan yang diajarkan membuat mereka tiada keperluan rasanya untuk menciptakan institusi yang terpisah bagi pendidikan sepeti sekolah. Sebagai gantinya anak-anak memperoleh warisan budaya dengan mengamati dan meniru orang dewasa dalam berbagai kegiatan seperti upacara, berburu, pertanian dan panen.
Dalam kebudayaan masyarakat sederhana agen pendidikan yang formal termasuk di dalamnya kelauarga dan kerabat. Sedangkan sekolah muncul relative terlambat dalam lingkungan masyarakat sederhana. Adapun beberapa kondisi menurut Imran Manan yang mendorong timbulnya lembaga pendidikan (sekolah) dalam masyarakat sederhana adalah :[11]
a.       Perkembangan agama dan kebutuhan untuk mendidik para calon ulama, pendeta, dll.
b.      Pertumbuhan dari dalam (lingkungan masyarakat itu sendiri) atau pengaruh dari luar.
c.       Pembagian kerja dalam masyarakat yang menuntut keterampilan dan dan teknik khusus.
d.      Konflik dalam masyarakat yang mengancam nilai-nilai tradisional dan akhirnya menuntut pendidikan untuk menguatkan penerimaan nilai-nilai warisan budaya.
Dalam suatu masyarakat sederhana tidak mempunyai orang yang khusus berfungsi mengajar. Anggota-anggota masyarakat yang lebih tua mengajar kelaurga yang muda, walupun untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti untuk menjadi guru mengaji, sebagai penceramah, dll. Sebagai hasilnya mereka yang mengajar turut serta secara penuh dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya, karena guru-guru dalam masyarakat langsung mempraktekkan apa yang mereka ajarkan, seperti seorang guru mengaji langsung mempraktekkan apa yang mereka ajarkan, seorang ahli bertani langsung mempraktekkan apa yang akan mereka wariskan (ajarkan) kepada pewarisnya, dll.
Dalam masyarakat sederhana pembelajaran menjadi lebih mudah sebab objek pembelajaran selalu dapat diperoleh. Walaupun begitu di sejumlah masyarakat sederhana ada juga sejumlah pengetahuan khusus yang mesti diajarkan dengan jelas, karena pengetahuan ini dipercayai menjamin kelangsungan dan kesuburan masyarakat.
Sedangkan dalam masyarakat modern pendidikan memisahkan anak dari orang tuanya untuk memperoleh ketampilan (ilmu pengetahuan dan teknologi) serta akan membutuhkan waktu yang lebih panjang dari pada masyarakat sederhana. Dengan didirikannya lemabaga-lembaga formal (sekolah) membuat mereka lebih banyak terpisah dengan lingkungan masyarakat nmereka sedniri. Hal ini mengakibatkan anak-anak dalam masyarakat meodern akan terasing dengan lingkungan masyarakatnya yang pada akhirnya akan mengurangi kepedulian diantara mereka.
Dalam masyarakat modern pengetahuan yang akan diajarkan akan membutuhkan seorang tenaga pengajar yang professional. Hal ini berimplikasi dengan cara pandang mereka bawah mereka akan dapat memetik keuntungan ataupun kerugian dari spesialisasi, pengetahuan dan keahlian yang telah mereka kuasai. Dengan adanya tenaga-tenega professional, lembaga formal, serta sarana-dan parsaran yang memadai akan melahirkan masyarakat modern yang juga akan memiliki kaulifikasi atau kompetensi sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam perencanaan pembelajaran.
Akan tetapi kebanyakan tenaga pengejar (guru) dalam masyarakat modern cenderung mangajarkan sesuatu kepada muridnya jauh dengan realita yang ada. Sebagai contoh seorang guru bidang ekonomi yang mengajarkan cara menjadi manager keuangan, tidak akan terlibat langsung menjadi manager keuangan. Hal ini berimplikasi kepada jauhnya sesuatu apa yang mereka pelajari dari diri dan lingkungan mereka sendiri.
Anak-anak dalam masyarakat modern cenderung berada dibawah tekanan yang besar dari orang tua dan guru-gurunya untuk menguasai pelajaran yang ditentukan dan dalam waktu yang telah ditentukan. Gejala ini akan berpotensi menimbulkan gejala kelainan mental jika hasil yang akan dicapai terlalau berat dibandingkan dengan kemampuan anak.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education).[12]
Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika. Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR. Arief Rahman dalam Mukhlishah, 2002 adalah : 1). Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya. 2). Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran. Dan 3). Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Sedangkan menurut Surya, M., 2002 salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal.[13]
Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.[14]
Pendidikan kita selama ini memandang sekolah sebagai tempat untuk menyerahkan anak didik sepenuhnya. Sekolah dianggap sebagai tempat segala ilmu pengetahuan dan diajarkan kepada anak didik. Cara pandang ini sangat keliru mengingat sistem pendidikan juga harus dikembangkan di keluarga. Sekolah hanyalah sebagai instrumen untuk memperluas cakupan dan memperdalam intensitas penanaman cita-cita sosial budaya yang tidak mungkin lagi dikembangkan melalui mekanisme keluarga
Memulai kembali menata pendidikan dengan mempertahankan fungsi keluarga dan masyarakat sebagau basis pendidikan di sekolah bukan lagi ide untuk masa depan tetapi menjadi tuntutan yang sangat mendesak. Upaya ini akan menjadi cara untuk mengembalikan sistem pendidikan kita kepada hakekat pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang hakiki adalah suatu langkah prosedural yang bertujuan untuk melatenkan kemampuan sosial budaya berupa program-program kolektif alam pikir, alam rasa, dan tradisi tindak manusia ke dalam pribadi dan kelompok manusia muda agar mereka siap menghadapi segala kemungkinan yang timbul di masa datang.[15]
Karena itu diperlukan partisipasi semua elemen (stakeholder) terutama orang tua dan masyarakat. Untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan perlu dikembangkan model pendidikan berbasis masyarakat, di mana proses pendidikan tidak terlepas dari masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai basis keseluruhan kegiatan pendidikan. Semua potensi yang ada di masyarakat apabila dapat diberdayakan secara sistemik, sinergik dan simbiotik, melalui proses yang konsepsional, dapat dijadikan sebagai upaya yang strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.

B.     Petunjuk Al-Qur’an dan Hadits
Paradigma pendidikan dalam Alquran tidak lepas dari tujuan Allah SWT menciptakan manusia itu seindiri, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas kepada sang Kholik yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup dunia maupun akhirat, sebagaimna Firman-Nya dalam (QS. Adz-Dzariyat:56) "Tidak semata-mata kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah". " bahwa tujuan pendidikan dalam Alquran adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT. dan kholifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang diciptakan Allah".
Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah suaramu.[16]
Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir jaman.
Konsep pendidikan dalam perspektif Alquran yang direfleksikan Allah SWT dalam QS. Luqman (31):12-19 selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)


Artinya:[17] Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqmman, yaitu : " bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"(12)
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya: "Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar"(13)
Dan Kami perintahkan kepada manusia terhadap dua orang ibu-bapak; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (14)
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuannya tentang itu, maka janganlah engkau mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberikan kepadamu apa yang telah engkau kerjakan. (15)
(Luqman berkata): "Hai anakkua, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui" (16)
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (17)
Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.(18)
Dan sederhanalah engkau dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (19)
Ketokohan Luqman Al-Hakim seperti dijelaskan di atas merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan, hingga dapat melahirkan para ahli pendidikan dibidangnya masing-masing sejak Alquran dilauncingkan oleh pembawa risalah terakhir Rosululloh Muhammad SAW empat belas abad yang lalu hingga sekarang bahkan sampai akhir jaman. Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi keilmuan atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang sangat utama dan urgen. Ia merangkul iptek sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan disamakan derajatnya dengan jihad bagi perjuangan orang-orang yang berilmu dan yang mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka temukan tentang fenomena dan rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan dengan firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11 :
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ  
Artinya: "Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."[18]
Ilmu pengetahuan yang dituju oleh Alquran adalah ilmu pengetahuan dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang mengatur segala yang berhubungan dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu syariah dan akidah saja.[19] Ia mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, sejarah, fisika, biologi, matematika, astronomi, dan geografi dalam bentuk gejala-gejala umum, general ideas, atau grand theory yang perlu dikem,bangkan lagi oleh akal manusia. Dalam pandangan yang bersifat internal-global, ilmu-ilmu dalam Alquran dapat dijabarkan ke dalam masalah-masalah akidah, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, kisah-kisah lampau,berita-berita akan dating, dan ilmu pengetahuan ilahiah lainnya.
Demikian lengkapnya berbagai ilmu yang terdapat dalam Alquran, tidak terkecuali masalah sains dan matematika. Tentang term ini menjelaskan bahwa Matematika Islam ialah matematika yang menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagi postulat. Hal itu sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW bahwa: " Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, kamu tidakakan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan Sunnah Rasul Allah (Hadits)." [20]
Sebab itu masih menurut dia, dalam Matematika Islam, kita tidak lagi perlu membuktikan suatu data yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, sekalipun nanti dalam perjalananya, Matematika Islam seolah membuktikan kebenaran sunnah-sunnah Nabi. Data bilangan dari Alquran dan Nabi, diolah dan dibuat model matematikanya.

C.    Urgensi Kajian ini Dalam Pendidikan
Salah satu keutamaan Al-Islam bagi umat manusia adalah adanya sistem yang paripurna dan konsisten di dalam membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan budaya, serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaaan dan peradaban. Semua itu dimaksudkan untuk merubah manusia dari kegelapan syirik, kebodohan, kesesatan dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah dan kemantapan.[21]
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Alloh, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Alloh menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Alloh mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya menunjuki mereka ke jalan yang lurus . [22]
Kesempurnaan sistem Islam tersebut terlihat pula dalam sistem pendidikan Rasulullah dalam mendidik para shahabat yang telah menghasilkan generasi yang tak ada duanya. Generasi yang disebut-sebut sebagai generasi terbaik yang pernah muncul di muka bumi ini. Tak ada yang mampu menandinginya baik sebelum dan sesudah generasi shahabat tersebut.
Namun bukan berarti sepeninggal Rasulullah, kita tak akan merasakan dan tak mampu melaksanakan pendidikan Islam. Sebab beliau telah meninggalkan dua kurikulum yang dapat kita pakai acuan dalam mendidik manusia yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hakekat/nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai bersifat praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif didalam masyrakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat khayal.[23]
Pendidikan Islam adalah; proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada peserta didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran hakekat pendidikan Islam yaitu;[24]
a.       Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Isla harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan Istiqomah, penanaman nilai/ilmu, pengarahan, pengajaran dan pembimbingan kepada anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan terstuktur dengan menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
b.      Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam, dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
c.       Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
d.      Pada diri peserta didik, maksudnya pendidikan ini diberikian kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani. Potensi ini memmungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga bisa mendidik.
e.       Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
f.       Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup, dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
Prinsip diatas adalah pikiran idealitas pendidikan Islam terutama di Indonesia, tetapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut banyak sekali permasalah yang telah menghambat pencapaian cita-cita tersebut malah terkadang membelokkan tujuan utama dari pendidikan Islam. Problem pendidikan Islam harus menjadi tanggung jawab bersama baik dari pendidik, pemerintah, orang tua didik dan anak didik itu sendiri, jadi kesadaran dari semua pihak sangatlah diharapkan.[25]

D.    Kesimpulan
Pendidikan dalam pandangan Islam yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan hidupnya sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi berbagai kebutuhan individu dan komunitas, serta tuntutan pemiliharaan kebudayaan silam dengan kebutuhan kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan yang akan dihadapi. Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah:
a.       Mendidik akhlak dan jiwa manusia, menanamkan nilai-nilai keutamaan, membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi.
b.      Menjadi manusia yang hidup mulia dan bahagia dunia dan akhirat
c.       Menjadi hamba Allah SWT yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Karena manusia diciptakan sebagai khalifah dan mengabdi kepada-Nya.
d.      Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kita dan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
e.       Serta mampu menjalankan hidupnya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan memiliki pengetahuan baik pengatahuan agama maupun pengetahuan umum.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Ciputat Press, 2007.
Azra, Azyumardi, (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi), Buku Kompas, Jakarta
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; Yayasan penyelenggara penafsir Al-Qur’an, 1987)
Dr. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Fahmi Basya, Sains Spiritual Quran, SSQ Center, 1427 H.
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al-Ghazaly, Jakarta: P3M, 1986
HM. Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2007.
Irfan Hielmy, Masyarakat Madani Suatu Ikhtiar dalam Menyongsong Milenium Baru, PiP Darussalam, 1999.
Langgulung Hasan. 1980. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta.
Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung.
Manan, Imran (1989), Anthropologi Pendidikan (Suatu pengantar), Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
------------------, (1989), Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan, Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
Muhaimin, 2002; Paradigma Pendidikan Islam; upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah; Rosda karya; Bandung
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UUD 1945
Tafsir Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung
Tillar. R, (1979), Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Jakarta
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, (2003), Rajawali Perss: Jakarta
Widodo, Sembodo Ardi, Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Nimas Multima, 2007.





[1] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UUD 1945
[2] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan..., Hal 3
[3] Irfan Hielmy, Masyarakat Madani Suatu Ikhtiar dalam Menyongsong Milenium Baru, PiP Darussalam, 1999.
[4] Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung.
[5] Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung
[6] Azra, Azyumardi, (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi), Buku Kompas, Jakarta
[7] Azra, Azyumardi, (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi)
[8] Manan, Imran (1989), Anthropologi Pendidikan (Suatu pengantar), Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
[9]  Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, (2003), Rajawali Perss: Jakarta
[10] Tillar. R, (1979), Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Jakarta
[11] Manan, Imran (1989), Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan, Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.
[12] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UUD 1945

[13] HM. Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2007.
[14] Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al-Ghazaly, Jakarta: P3M, 1986.
[15] Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al-Ghazaly, Jakarta: P3M, 1986.
[16] Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Ciputat Press, 2007.
[17] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; Yayasan penyelenggara penafsir Al-Qur’an, 1987)

[18] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung; Yayasan penyelenggara penafsir Al-Qur’an, 1987)


[19] Widodo, Sembodo Ardi, Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Nimas Multima, 2007.
[20] Fahmi Basya, Sains Spiritual Quran, SSQ Center, 1427 H.
[21]  Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung.
[22] Muhaimin, 2002; Paradigma Pendidikan Islam; upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah; Rosda karya; Bandung
[23] Langgulung Hasan. 1980. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta.
[24] Tafsir Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung
[25] Tafsir Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung
Read more » 3 komentar

PERILAKU ORGANISASI PADA GURU FIQIH

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalaui kegiatan pengajaran. Ada dua konsep pendidikan yang saling berkaitan yaitu belajar (Learning) dan pembelajaran (Instruction). Konsep belajar berakar pada pihak pendidik. Tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas tinggi yaitu manusia yang mampu menghadapai perkembangan zaman.[1]
Untuk Pencapaian tersebut di butuhkan visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bersama oleh warga sekolah, diperlukan kondisi sekolah yang kondusif dan keharmonisan antara tenaga pendidikan yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan orang tua murid/masyarakat yang masing-masing mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan organisasi. Meneurut John. M. Pfiffner dan S. Owen Lane menyebutkan bahwa organisasi adalah proses pemnggabungan perkerjaan yang orang-orang atau kelompok harus melakukan dengan kekuasaan yang di perlukan unruk pelaksaaannya (Sutarto, 1984: 24). Artinya bahwa suatu organisasi akan berhasil dalam mencapai tujuan dan program-programnya jika orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya. Agar orang-orang dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin yang dapat mengarahkan segala sumber daya dan membawa organisasi pendidikan (sekolah) menuju ke arah pencapaian tujuan.[2]
Dalam suatu organisasi, berhasil atau tidaknya tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh factor-faktor seperti pemimpin dan orang yang dipimpinnya, serta perilaku organisasi yang dijalankannya atau tempat dimana kegiatan manajeman dijalankan (Supardi dan Syaiful Anwar, 2002; 1). Agar organisasi dan kepemimpinan yang dilaksanakan oleh pemimpin dalam organisasi dapat berjalan secara efektif dan efesien, salah satu tugas yang harus dilakukan adalah mengawal dan mengarahkan perilaku organisasi dalam memberikan kepuasan kepada orang yang dipimpinnya/ yang menjadi costumernya.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan satuan pendidikan harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan dalam lingkungan satuan pendidikan selalu melibatkan upaya seorang kepala sekolah untuk mempengaruhi perilaku organisasi, para pengikut/guru dalam suatu situasi. Agar kepala sekolah dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya, dia bukan saja harus memiliki wibawa tetapi harus memiliki kesanggupan untuk menggunakan wibawa ini terhadap para guru supaya diperoleh kinerja guru yang baik.[3]
Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan arah perilaku organisasi dan azas-azasnya. Diantaranya adalah pembagian tugas. Yang perlu diperhatikan dalam azas pembagian tugas ini adalah kemampuan dari individu-individu yang diserahi tugas. Dengan demikian dalam suatu organisasi perlu adanya manajemen efektif yang mampu mengarahkan dan membina perilaku organisasi dan administrasi.[4]
Dari uraian tersebut di atas, maka perilaku suatu organisasi dapat berpengaruh sangat besar dalam pencapaian tujuan/ visi dan misi suatu organisasi maupun dalam tatanan hidup di masyarakat. Robbins (2002). Menjelaskan perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.
Atas pemahaman tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen dalam suatu organisasi merupakan suatu keahlian menggerakkan dan mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan demikian aktifitas dari kegiatan organisasi ditentukan oleh peran seorang pemimpin dan dibantu oleh individu-individu yang menjadi bawahannya. Dan di setiap lembaga satuan pendidikan tentu mempunyai seorang kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru, serta karyawan sebagai bawahannya.
Pemimpin oleh Winardi (2004:304) didefinisikan sebagai berikut :
“Pemimpin adalah seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu “. Dari pendapat tersebut pengertian pemimpin mewujudkan adanya kemampuan untuk menggerakkan, membimbing, memimpin dan memberi kegairahan kerja terhadap orang lain. Jadi bila ditarik kesimpulan dari pendapat diatas, pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi, menggerakkan, menumbuhkan perasaan ikut serta dan tanggung jawab, memberikan fasilitas, tauladan yang baik serta kegairahan kerja terhadap orang lain.[5]
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di satuan pendidikan merupakan pemimpin formal, artinya dia diangkat secara formal (Formally Designated Leader) oleh organisasi yang bersangkutan atau organisasi yang menjadi atasannya. Guru (pendidik) menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 39 adalah : [6]
“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan/lulusan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, dan gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan merasa senang dan cocok dengan gaya kepemimpinan yang terapkan oleh kepala sekolah.[7]
Realitas menunjukan bahwa kreatifitas dan kinerja guru yang ada di sebuah lembaga pendidikan bergantung dari bagaimana peran seorang kepala sekolah dalam memberi kebijakan atau perintah kepada guru. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan proses pendidikan. Pendidikan dapat ditempuh melalui jalur formal dan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yan dimulai dari jenjang terendah hingga tertinggi yang harus ditempuh dengn serangkaian persyaratan tertentu jika akan naik kejenjang selanjutnya. Pendidikan nonformal merupakan jenjang pendidikan yang diperoleh dalam sebuah lembaga pendidikan yang beorientasi memberi dan meningkatkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk berkompetisi dalam meraih kesuksesan hidup. [8]
Mutu pendidikan yang baik yaitu diikuti dengan hasil belajar siswa yang baik pula. Madrasah juga berusaha meningkatkan mutu pendidikan dengan cara meningkatkan hasil belajar siswa. Madrsasah memiliki peran untuk menyiapkan siswa untuk berkompotisi dalam dunia ini. Siswa lulusan madrsah nantinya diharapkan mampu menghadapi era globalisasi, dimana dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, mandiri dan berdaya saing tinggi. Berbagai usaha telah dilakukan Kementrian Agama untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional, agar tercapai tujuan secara optimal. Salah satunya yaitu penyempurnaan kurikulum. Penyempurnaan kurikulum memang harus dilakukan untuk merespon tuntutan globalisasi, kurikulum perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi, agar lulusan pendidikan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai dengan standar mutu pendidikan nasional dan internasioanl.
Keberhasilan suatu pendidikan salah satunya ditentukan oleh bagaimana proses belajar mengajar itu berlangsung. Selain itu proses interaksi belajar pada prinsipnya tergantung pada guru dan siswa. Guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang efektif. Sedangkan siswa dituntut adanya semangat dan dorongan untuk aktif dalam proses balajar mengajar. Sehingga keberhasialan belajar dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik dapat tercapai. Metode ini memposisikan siswa sebagai objek pembelajaran dan guru sebagai pusat kegiatan belajar. [9]
Selain itu metode pembelajaran konvensional yaitu menggunakan metode ceramah ini siswa hanya pasif menerima materi dari guru. Hal ini cenderung menjadikan suasana belajar kaku, monoton dan kurang menggairahkan, sehingga 4 siswa kurang aktif dan tidak bersemangat dalam belajar. Hal tersebut dapat mengurangi minat belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi. Banyak siswa menginginkan dirinya pandai dan berhasil dalam belajar, akan tetapi keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Keberhasilan dapat dicapai melalui usaha dan kerja keras. Agar siswa memperoleh hasil belajar yang baik maka perlu minat untuk belajar yaitu seberapa jauh siswa menaruh perhatian terhadap berbagai hal yang perlu dipelajari (liang Gie, 1994: 51). Minat belajar merupakan syarat awal yang harus dimiliki setiap orang sebelum belajar karena tanpa minat keberhasilan sulit dicapai (Suhartin, 1983: 58). Minat berpengaruh besar terhadap kegiatan belajar karena bila materi pelajaran atau suasana belajar tidak menyenangkan dan tidak mampu menarik perhatian siswa maka dapat dipastikan siswa tidak dapat belajar dengan baik, karena menurutnya tidak menarik. Minat belajar khususnya pada mata pelajaran ekonomi perlu ditumbuhkembangkan, mengingat siswa belajar di madrasah. Hal itu dikarenakan, jika dalam diri siswa tumbuh suatu minat pada mata pelajaran ekonomi maka siswa akan dengan mudah belajar, sehingga hasil yang dicapai akan baik. Dari observasi, diperoleh informasi dari guru mata pelajaran dasar Fiqih dan sebagian siswa.[10]

B.     Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaiman Perilaku organisasi guru Fiqih?
2.      Bagaimana guru fiqih menggerakkan organisasi’?

C.    Pembahasan Masalah
Tantangan seorang guru adalah menciptakan pembelajaran yang menggairahkan, menantang nafsu peserta didik, dan menyenangkan sehingga mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Kerja guru bisa dipandang sebagai pekerjaan guru atau tugas seorang guru. Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan, guru dituntut untuk menjadi ahli penyebar informasi yang baik.
Menurut Mulyasa (2007: 19) peran dan fungsi guru berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Di antara peran dan fungsi guru tersebut adalah sebagai berikut:[11]
1.      Sebagai pendidik dan pengajar, bahwa setiap guru harus memiliki kestabilan emosi, ingin memajukan peserta didik, bersikap realistis, jujur dan terbuka, serta peka terhadap perkembangan, terutama inovasi pendidikan.
2.      Sebagai anggota masyarakat, bahwa setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu harus menguasai psikologi social, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia, memiliki keterampilan membina kelompok, keterampilan bekerjasama dalam kelompok dabn menyelesaikan tugas berdama dengan kelompok.
3.      Sebagai pemimpin, bahwa setiap guru adalah pemimpin yang harus memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, prinsip hubungan antar manusia, teknik berkomunikasi, serta menguasai berbagai aspek kegiatan organisasi sekolah.
4.      Sebagai administrator, bahwa setiap guru akan dihadapkan pada berbagai tugas administrasi yang harus dikerjakan di sekolah sehingga harus memiliki pribadi yang jujur, teliti, rajin dan memahami strategidan manajemen pendidikan.
5.      Sebagai pengelola pembelajaran, bahwa setiap guru harus mampu dan menguasai berbagai metode pembelajaran dan memahami situasi belajar-mengajar di daolam maupun di luar kelas.

Dalam tugasnya sebagai seorang guru, individu ini dituntut untuk menjadi tenaga yang professional dan setidaknya harus memiliki empat jenis kompetensi yang harus mereka miliki. Keempat jenis kompetensi tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2005 tentang  Standar Nasional Pendidikan, yaitu: 1) kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan dalam pengelolaan peserta didik; 2) kompetensi kepribadian, yaitu kepribadian yang dimiliki individu dalam konotasi positif untuk kemajuan tujuan sekolah secara luas; 3) kompetensi sosial, yaitu sebagai bagian dari masyarakat; dan 4) kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.  Sujanto (2007: 31-34) menjelaskan keempat kompetensi di atas berkaitan dengan guru sebagai pendidik professional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada paud jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Upaya ini memperdalam pemahaman bahwa peserta didik harus bisa mencapai tingkat pemahaman yang setara meskipun masing-masing individu berbeda tingkat kemampuannya.
Kompetensi kepribadian adalah guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Bakat dan minat menjadi guru merupakan faktor penting untuk memperkokoh seseorang memilih profesi guru. Guru adalah teladan bagi anak didik, dan masyarakat sekitarnya (Sujanto. 2007: 32).
Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Guru harus menjauhkan sikap-sikap egois, sikap yang hanya mengedepankan kepentingan diri sendiri. Guru harus pandai bergaul, ramah terhadap peserta didik, orang tua maupun masyarakat pada umumnya.
Kompetensi profesional adalah kemampuan untuk dapat menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru mampu membimbing peserta didik dapat memenuhi standar kompetensi minimal yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Guru diwajibkan menguasai dengan baik mata pelajaran yang diasuhnya, sejak dari dasar-dasar keilmuannya sampai dengan bagaimana metode dan teknik untuk mengajarkan serta cara menilaidan mengevaluasi siswa yang mengikuti proses belajar mengajar.
1.      Belajar dengan Melakukan
Melakukan aktifitas adalah bentuk penyataan diri anak. Pada hakikatnya anak belajar sambil melakukan aktifitas. Karena itu, siswa perlu diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan sendiri. Dengan demikian, apa yang diperoleh siswa tidak akan mudah dilupakan. Pengetahuan tersebut akan tertanam dalam hati sanubari dan pikiran siswa karena ia belajar secara aktif. Siswa akan memperoleh harga diri dan kegembiraan kalau diberi kesempatan menyalurkan kemampuan dan melihat hasil kerjanya.
Dalam pembelajaran fiqh, mengajarkan materi sholat dengan praktek lebih efektif dan berkesan bagi siswa ketimbang dengan mengharuskan siswa untuk menghafal kaifiyah sholat. Demikian pula dalam pembelajaran manasik haji, tatacara pembagian harta warisan, pengurusan jenazah, kompetensi dasarnya akan dapat tercapai secara efektif apabila ditempuh dengan siswa melakukannya (mempraktekan).
2.      Mengembangkan Kemampuan Sosial
Sebagaimana bagian sebelumnya, kegiatan pembelajaran tidak hanya mengoptimalkan kemampuan individual siswa secara internal, melainkan juga mengasah kemampuan siswa membangun hubungan dengan pihak lain. Karena itu, kegiatan belajar harus dikondisikan yang membuat siswa melakukan interaksi dengan orang lain seperti antar siswa, antara siswa dengan guru, dan siswa dengan masyarakat. Dengan pemahaman ini, guru dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang membuat siswa terlibat dengan orang lain, misalnya diskusi, pro-kontra, sosiodrama, dan sebagainya.
Dengan kegiatan pembelajaran secara berkelompok, antar siswa akan mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga muncul semangat saling mengisi dan menghargai satu sama lain. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu dikondisikan sebagai media sosialisasi, menghargai perbedaan pendapat, dan bekerjasama.
3.      Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Bertuhan
Siswa dilahirkan dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah bertuhan. Dua yang pertama merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif. sedang yang ketiga untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Dengan pemahaman seperti ini, kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan rasa ingin tahu dan imajinasi siswa serta diarahkan pada pengasahan rasa dalam beragama sesuai dengan tingkatan usia siswa. Bagi siswa tingkat MI tentu berbeda dengan tingkat MTs atau MA
4.      Mengembangkan Keterampilan Pemecahan Masalah
Tolok ukur kepandaian siswa banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk memecahkan masalah. Karena itu, dalam proses pembelajaran perlu diciptakan situasi menantang kepada pemecahan masalah agar siswa peka terhadap masalah. Kepekaan terhadap masalah dapat ditumbuhkan jika siswa dihadapkan pada situasi yang memerlukan pemecahannya. Guru hendaknya mendorong siswa untuk melihat masalah, merumuskannya, dan berupaya memecahkannya sesuai dengan kemampuan siswa. Jika prinsip ini diterapkan dalam kegiatan pembelajaran nyata di kelas, maka pintu ke arah pembelajaran aktif siswa mulai terbuka. Untuk itu, sikap terbuka dan cepat tanggap terhadap gejala sosial, budaya, dan lingkungan perlu dipupuk ke arah yang positif.
Dalam pembelajaran kontemporer, kegiatan belajar yang mengharuskan siswa menghafal sebanyak-banyaknya tentang kasus dan cara pemecahannya dianggap tidak relevan lagi, sebab siswa tidak aktif mencari atau mengaitkan materi dengan konteks permasalahan di sekitarnya, namun hanya menghafalkan kasus yang belum tentu dijumpai di masyarakat. Dengan demikian, guru harus lebih banyak mengajak siswa untuk mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan riil di sekitarnya. Dengan cara seperti itu diharapkan setiap siswa terlibat aktif dalam memecahkan masalah di sekitarnya dengan menggunakan prosedur ilmiah.
5.      Mengembangkan Kreatifitas Siswa
Siswa memiliki potensi untuk berbeda. Perbedaan siswa terlihat dalam pola pikir, daya imajinasi, fantasi (pengandaian) dan hasil karyanya. Karena itu, kegiatan pembelajaran perlu dipilih dan dirancang agar memberi kesempatan dan kebebasan berkreasi secara berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kreatifitas siswa.
6.      Mengembangkan Kemampuan Menggunakan Ilmu dan Teknologi
Siswa perlu mengenal penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak gagap terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan demikian kegiatan pembelajaran perlu memberikan peluang agar siswa memperoleh informasi dari multi media setidaknya dalam penyajian materi dan penggunaan media pembelajaran. Hal ini dapat diciptakan dengan pemberian tugas yang mengharuskan siswa berhubungan langsung dengan teknologi, misalnya membuat laporan tentang materi tertentu dari televisi, radio, atau bahkan internet.

Ø   Sumbangan dalam Keilmuan Islam
Pendidikan merupakan system pendidikan rabbani yang paripurna dengan memperhatikan fitrah manusia Allah menurunkannya untuk membentuk kepribadian anak atau manusia yang harmonis, disamping membuat teladan yang baik di muka bumi dan memanfaatkan seluruh kekuatan alam yang telah diciptakan sebaik mungkin. Sudah banyak orang mengetahui bahwa aliran pendidikan modern dan falsafah pendidikan Barat gagal dalam menyelamatkan anak dan umat manusia dari kedzaliman serta kegelapan, maka dari itu pendidikan Islammenjadi suatu tututan kebutuhan mutlak umat manusia untuk:
1.      Menyelamatkan dari ancaman hawa nafsu kebendaan, system matrealistis non humanistis, pemberian kebebasan yang berlebihan, pemanjaan dan budaya-budaya yang berbau kapitalisme Islam yang dinamis.
2.      Menyelamatkan di lingkungan bangsa-bangsa yang sedang berkembang  dan lemah, dan ketundukan, kepatuhan dan penyerahan diri kepada semua bentuk yang berbau penjajahan sehingga menjadi Islam yang kuat.
3.      dengan organisasi guru mata pelajaran fiqih semoga membentuk pribadi manusia dengan menanamkan akhlak yang baik sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an Dan Al-Hadits serta mampu mewujudkan anak didik menjadi manusia yang dapat mengaktualisasikan dirinya dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara sebagai proses kedewasaan yang abadi.

D.    Kesimpulan
Tujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia. Robbins (2002). Menjelaskan, kajian perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok guru fiqih.
Sasaran pertama, terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.
Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi. Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam organisasi guru fiqih.
Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi, dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu dan kelompok guru fiqih.
Berhasil atau tidaknya organisasi mencapai visi dan misinya juga dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan dalam organisasi seperti: “membuat keputusan, menetapkan sasaran, memilih dan mengembangkan personalia, mengadakan komunikasi, memberikan motivasi, dan mengawasi pelaksanaan manajemen”.

Daftar pustaka

Supardi dan Syaiful Anwar, Dasar-dasar Perilaku Organisasi, UII Press Jogjakarta, 2002.
Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, Gajah Mada University Press, 2000.
Hasibuan, Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001.
Mulyasa, E, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja-Rosdakarya 2005.
Brich, P Instant Leaderhip. Terjemahan P. Hendrardjo. 2001. Instant Leadership: 66 Cara Instant Memiliki Kepemimpinan Praktis. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999.
Kotter, J. P. & Heskett, J. L, Budaya korporat dan Kinerja. Terjemahan oleh Susi 2006.
Diah Hardaniati & Uyung Sulaksana: Corporate Culture and Performance. New York: 1992.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, 2003, Sistem Pendidikan Nasional, http://www.depdiknas.go.id
Maxwell, J. C.  Developing the Leader within You. Terjemahan Anton 1995.
Adiwiyoto, Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam diri Anda. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995.
Ouchi, Theori Z. Terjemahan. Jakarta: Aksara Persada, 1985.
Moh Nasir. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999
Lexy 1 Moleoang, Metodologi Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda, Karya, 1998.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Bima Akasara, 1989.


[1]  Supardi dan Syaiful Anwar, Dasar-dasar Perilaku Organisasi, UII Press Jogjakarta, 2002.
[2]   Supardi dan Syaiful Anwar, Dasar-dasar Perilaku.
[3] Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, Gajah Mada University Press, 2000.
[4] Hasibuan, Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001.
[5] Hasibuan, Malayu. S.P. Manajemen; Dasar, Pengertian dan Masalah. edisi revisi  Jakarta: Bumu Aksara, 2005.
[6]  Undang-undang  No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Jakarta, Airlangga, 2003
[7] Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara, 2006
[8] Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2003

[9] Mulyasa, E, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja-Rosdakarya 2005.
[10] Mangkunegara,  A.A  Anwar  Prabu.  Perencanaan  dan  Pengembangan  Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama, 2003.
[11]  Mulyasa, E, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja-Rosdakarya 2005.
Read more » 0 komentar

Copyright © Dunia_Pendidikan 2011