Wednesday, May 25, 2011

HUKUM PIDANA DAN SISTEM PERADILAN DI INDONESIA:

Pendahuluan

Setelah melakukan wawancara dengan beberapa pihak yang terlibat dalam sistem peradilan di RI, misalnya dosen hukum, hakim, jaksa dan pengacara, data-data dan hasil observasi di Pengadilan Negeri, Lembaga Permasyarakatan dan sumber lainnya, penulis bertujuan untuk menulis laporan yang menjelaskan dasar-dasar hukum pidana Indonesia, baik hukum acara pidana maupun hukum pidana materiil, dan gambaran beberapa perbedaan antara sistem peradilan yang dilaksanakan di Australia dan RI.

Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia

Sistem peradilan Indonesia berdasarkan sistem-sistem, undang-undang dan lembaga-lembaga yang diwarisi dari negara Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia selama kurang lebih tiga ratus tahun.

Seperti dikatakan oleh Andi Hamzah:

Misalnya Indonesia dan Malaysia dua bangsa serumpun, tetapi dipisahkan dalam sistem hukumnya oleh masing-masing penjajah, yaitu Belanda dan Inggris. Akibatnya, meskipun kita telah mempunyai KUHAP hasil ciptaan bangsa Indonesia sendiri, namun sistem dan asasnya tetap bertumpu pada sistem Eropa Kontinental (Belanda), sedangkan Malaysia, Brunei, Singapura bertumpu kepada sistem Anglo Saxon.

Walaupun bertumpu pada sistem Belanda, hukum pidana Indonesia modern dapat dipisahkan dalam dua kategori, yaitu hukum pidana acara dan hukum pidana materiil. Hukum pidana acara dapat disebut dalam Bahasa Inggris sebagai “procedural law” dan hukum pidana materiil sebagai “substantive law”. Kedua kategori tersebut dapat kita temui dalam Kitab masing-masing yaitu, KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) berturut-turut.

Apalagi, hasil wawancara yang dilakukan dengan dosen-dosen di Fakultas Hukum Universitas Mataram (UNRAM) menyatakan bahwa keadaanya Rancangan Undang Undang (RUU) yang sedang dibahas dan dipertimbangkan oleh anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tingkat nasional, akan tetapi RUU tersebut belum dapat disahkan. Menurut M. Lubis:

“’The new draft laws’, atau RUU KUHP baru itu telah disesuaikan dengan pandangan hidup bangsa Indonesia termasuk nilai-nilai agama, nilai adat dan lagi pula disesuaikan dengan Pancasila.”

Namun RUU KUHP baru memunculkan beberapa hal yang sangat menarik terkait dengan perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada sistem hukum pidana dan patut didiskusikan, kenyataannya adalah sampai sekarang RUU tersebut belum dilaksanakan. Menurut keterangan dari beberapa sumber, RUU tersebut telah diajukan kepada DPR Jakarta selama kurang lebih dua puluh tahun dan belum dapat disepakati apalagi disahkan.

Maka dari itu, untuk sementara KUHAP dan KUHP merupakan undang-undang yang berlaku dan digunakan oleh lembaga lembaga penegak hukum untuk melaksanakan urusan sehari-hari dalam menerapkan hukum pidana di Indonesia.

KUHAP (dibedakan dari KUHP), menentukan prosedur-prosedur yang harus dianut oleh berbagai lembaga yang terlibat dalam sistem peradilan misalnya hakim, jaksa, polisi dan lain-lainnya, sedangkan KUHP menentukan pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan yang berlaku dan dapat diselidiki ataupun dituntut oleh lembaga-lembaga tersebut.

Sebagai contoh hendaklah kita membaca Pasal 340 dari KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang, sebagai berikut:

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

Dari Pasal tersebut dapat kita lihat bahwa isi KUHP adalah persyaratan dan ancaman (sanksi) substantif yang dapat diterapkan oleh penegak hukum. Sebaliknya KUHAP menentukan hal-hal yang terkait dengan prosedur; sebagai contoh Pasal 110 tentang peranan polisi dan jaksa:

“Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum”.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Dedy Koesnomo dari Kejaksaan Tinggi, Propinsi Nusa Tenggara Barat dapat kita lihat bahwa dalam kenyataan, sebuah hasil penyidikan dalam bentuk berkas dari pihak kepolisian didahului dengan sebuah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP. Itulah langkah pertama dari kepolisian untuk menjalankan sebuah perkara pidana. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah berkas lengkap yang mengandung semua fakta dan bukti terkait dengan kasusnya. BAP tersebut akan menyusul SPDP biasanya dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Setelah diterima oleh pihak kejaksaan, (untuk tindak pidana ringan biasanya pada tingkat kejaksaan negeri) barulah kejaksaan dapat meneliti berkasnya dan menyatakan jika BAPnya lengkap dan patut dilimpahkan kepada pengadilan, atau dikembalikan kepada kepolisian disertai petunjuk-petunjuk supaya dapat diperbaiki dan diserahkan lagi.

Jika sebuah BAP telah diteliti oleh jaksa dan dinyatakan cukup bukti untuk melimpahkan perkaranya kepada pengadilan maka pertanggungjawaban untuk kasus tersebut beralih dari pihak kejaksaan kepada pihak kehakiman dan pengadilan.

Acara Persidangan Pidana

Ketika sebuah perkara sudah sampai di pengadilan negeri proses persidangannya adalah sebagai berikut: Penentuan hari sidang dilakukan oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara. Kejaksaan bertanggungjawab untuk meyakinkan terdakwa berada di pengadilan pada saat persidangan akan dimulai. Maka kejaksaan wajib mengurus semua hal terkait dengan mengangkut terdakwa dari Lembaga Permasyarakatan (penjara) ke pengadilan, dan sebaliknya pada saat persidangan selesai. Di Pengadilan Negeri diadakan beberapa ruang tahanan khususnya untuk menahan tahanan sebelum dan sesudah perkaranya disidang.

Surat dakwaan yang menyatakan tuntutan-tuntutan dari kejaksaan terhadap terdakwa dibaca oleh jaksa. Pada saat itu terdakwa didudukkan di bagian tengah ruang persidangan berhadapan dengan hakim. Kedua belah pihak, yaitu Penuntut Umum (jaksa) dan Penasehat Hukum (pengacara pembela) duduk berhadapan di sisi kanan dan kiri. Setelah dakwaan dibaca, barulah mulai tahap pemeriksaan saksi. Terdakwa berpindah dari posisinya di tengah ruangan dan duduk di sebelah penasehat hukumnya, jika memang dia mempunyai penasehat hukum. Jika tidak ada, dialah yang menduduki kursi penasehat hukum itu.

Penuntut Umum akan ditanyai oleh hakim, apakah ada saksi dan berapa saksi yang akan dipanggil dalam sidang hari itu. Jika, misalnya ada tiga saksi yang akan dipanggil, mereka bertiga dipanggil oleh jaksa dan duduk di bangku atau kursi berhadapan dengan hakim; kursi yang sama tadi diduduki oleh terdakwa. Kemudian hakim akan menyampaikan beberapa pertanyaan kepada saksi masing masing. Yaitu adalah; nama, tempat kelahiran, umur, bangsa, agama, pekerjaan dan apakah mereka ada hubungan dengan si terdakwa. Kemudian si saksi sambil berdiri, bersumpah sekalian dengan kata pengantar sesuai dengan agamanya, kemudian kata-kata berikut:

“Demi Tuhan saya bersumpah sebagai saksi saya akan menerangkan dalam perkara ini yang benar dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”

Sambil saksi bersumpah salah satu Panitera Pengganti akan mengangkat sebuah Al Quoran atau Kitab Suci lainnya sesuai dengan agama mereka, di atas kepalanya. Menarik juga bahwa orang Hindu diberikan dupa yang dipegang sambil bersumpah.

Salah satu perbedaan terkait dengan hal ini adalah, semua saksi bersumpah pada saat bersamaan, sedangkan di Australia setiap saksi akan bersumpah justru sebelum dia akan memberikan keterangan.

Setelah saksinya bersumpah, maka saksi pertama duduk di bangku di depan hakim, sedangkan yang lain disuruh untuk keluar dari ruang persidangan. Itulah saatnya pemeriksaan saksi dimulai oleh Ketua Hakim. Ini juga merupakan salah satu perbedaan besar di antara sistem persidangan di Australian dan RI. Di Australia peranan hakim dapat disebut pasif. Padahal hakim di persidangan di Australia agak jarang akan bertanya langsung kepada saksi. Sebaliknya di RI peranan hakim adalah sangat aktif. Dialah yang mulai dengan pertanyaannya terhadap saksi. Bolehlah dia berlanjut dengan proses interogasinya sehingga dia puas dan pertanyaanya habis-habisan. Setelah hakim selesai dengan pertanyaannya dia memberikan kesempatan kepada jaksa untuk memeriksa saksi, disusul oleh penasehat hukum.

Pada akhir pemberian keterangan dari saksi masing masing, si terdakwa akan diberikan kesempatan untuk menanggapi keterangan tersebut. Dalam perkara yang ditonton oleh penulis, Hakim akan menyimpulkan keterangan yang telah diberikan dengan mengatakan misalnya:

“Kita semua telah mendengar saksi mengatakan bahwa pada tanggal 23 November kemarin dia membeli narkotika dari anda dalam bentuk dua ‘pocket’ ganja di rumah anda dan anda menerima uang sebanyak Rp40,000. Bagaimana anda menganggap keterangan itu? Benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju?”

Kemudian terdakwa diperbolehkan untuk menyampaikan tanggapannya terhadap keterangan tersebut. Setelah itu, saksi diminta untuk turun dari kursinya dan duduk di bagian umum di belakang.

Proses ini berlanjut sehingga semua saksi dari kejaksaan telah memberikan keterangannya. Kemudian penasehat hukum juga diberi kesempatan untuk memanggil saksi yang mendukung atau membela terdakwa, dengan proses yang sama sebagaimana digambarkan di atas. Setelah semua saksi memberikan keterangan, tahap pemeriksaan saksi selesai dan perkara akan ditunda supaya jaksa dapat mempersiapkan tuntutannya. Tuntutan adalah sebuah rekomendasi dari jaksa mengenai sanksi yang dimintai dari hakim. “Setelah itu giliran terdakwa atau penasehat hukumnya membacakan pembelaanya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya mendapat giliran terakhir.”

Jika acara tersebut sudah selesai, ketua majelis menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup. Setelah itu para hakim harus mengambil keputusan. Keputusannya dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau hari lain, setelah dilakukan musyawarah terakhir diantara para hakim. Jika dalam musyawarah tersebut para hakim tidak dapat mencapai kesepakatan, keputusan dapat diambil dengan cara suara terbanyak. Oleh sebab itu selalu diharuskan jumlah hakim yang ganjil, yaitu tiga, lima ataupun tujuh hakim. Keputusan para hakim ada tiga alternatif:

1. Perkara terbukti – terdakwa dihukum
2. Perkara tidak terbukti – terdakwa dibebaskan
3. Perbuatan terbukti tetapi tidak perbuatan pidana – terdakwa dilepas dari segala tuntutan (Onslag).

Berdasarkan teori pembuktian undang undang secara negatif, keputusan para hakim dalam suatu perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta dua dari lima alat bukti. Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Lima kategori alat bukti tersebut adalah:

a. keterangan saksi
b. keterangan ahli
c. surat
d. petunjuk
e. keterangan terdakwa

Setelah memutuskan hal bersalah tidaknya, hakim harus menentukan soal sanksinya, berdasarkan tuntutan dari jaksa dan anggapannya sendiri terhadap terdakwa. Tergantung pendapatnya, hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih ringan ataupun lebih berat daripada tuntutan jaksa.

“Hakim harus menilai semua fakta-fakta. Misalnya dalam perkara pencurian, perbuatannya mungkin terbukti, tetapi hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak melakukannya untuk berfoya-foya, melainkan untuk anaknya yang sakit. Kalau begitu, dapat dia ringankan tuntutan dari Jaksa, misalnya dari sepuluh bulan, menjadi delapan bulan. Lagi pula hakim dapat melebihi tuntutan dari jaksa...semuanya tergantung perbedaan persepsi.”

Demikianlah prosesnya hukum acara pidana secara garis besar sehingga terdakwa dibuktikan bersalah atau tidak bersalah. Jika memang ia terbukti bersalah, apalagi dijatuhkan hukuman penjara maka ia akan dibawa ke Lembaga Permasyarakatan untuk menjalani hukumannya.

Proses Pelaksanaan Sanksi Pidana

Setelah melakukan kunjungan ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) di Mataram penulis dapat melihat secara langsung keberadaan para napi di dalam penjara Indonesia, suatu pengalaman yang sangat menarik. Ketika diwawancarai oleh penulis Kepala Lembaga Permasyarakatan (Kalapas) Purwadi menegaskan bahwa orang orang yang ditahan dalam Lapas dipisah dalam dua kategori yaitu:

1. Tahanan – dimana perkaranya masih berlanjut pada tahap persidangan dan belum ada keputusan dari hakim
2. Narapidana (Napi) – terpidana yang sudah dijatuhkan keputusan dan hukuman penjara oleh pengadilan

Purwadi menerangkan bahwa di Lapas Mataram pada saat diwawancarai ada 571 orang dalam penahanan. Sebagai berikut:

Pria Wanita Total
Tahanan 238 17 225
Narapidana 296 20 316
Total 534 37 571

Narapidana pria yang ditahan di Lapas Mataram kemudian dipisahkan dua kategori lain berdasarkan kriminalitasnya; yaitu narapidana yang dihukum untuk kejahatan narkotika, dan yang lain misalnya pencurian, lalu lintas, penipuan, pembunuhan, ‘togel’ (‘toto gelap’, judi) dan sebagainya. Purwadi mengatakan bahwa ini merupakan salah satu upaya untuk “memotong jaringannya” penjahat narkotika, yang diduga akan mendorong napi lain untuk mencoba narkotika dan oleh sebab itu memperluas jaringannya. Kalapas tersebut juga menegaskan bahwa penjahat narkoba merupakan 35% dari jumlah narapidana laki-laki. Penulis dapat melihat secara langsung bahwa penjahat narkotika tersebut ditahan dalam lima buah kamar dengan jumlah orang sehingga lebih dari 30 orang per kamar, apalagi kamar mandi dan WC terletak di dalam kamar tersebut. Untuk tempat tidurnya, narapidana dapat memakai sebuah tikar yang terbentang di atas lantai yang terbuat dari beton.

Salah satu petugas, Kusnan, menjelaskan bahwa setiap kamar ada wali; salah satu petugas yang bertanggung jawab atas kamar tersebut. Wali tersebut ditugaskan untuk mendengar keluhan keluhan dari narapidana, menetapkan aturan tata-tertib di dalam kamar dan mengurus semua hal terkait dengan jangka penahanan untuk narapidana masing masing, baik cuti bersyarat, pelepasan bersyarat maupun remisi.

Petugas Lapas menerangkan bahwa setiap hari para narapidana dapat keluar dari kamar untuk dua jam di sore hari untuk berolahraga di halaman tengah. Kemudian untuk para narapidana setiap Selasa, Kamis dan Minggu, ada jam kunjungan untuk keluarga dari jam 09:00 s/d 13:30. Keluarga para narapidana dapat memberikan makanan dan barang barang lain misalnya kue kue, sikat gigi dan lain lainnya, setelah diperiksa di ruang geledah.

Purwadi menegaskan bahwa Lapas Mataram sebetulnya dirancang untuk menahan 350 orang, akan tetapi pada saat kunjungan ada hampir 600 orang yang ditahan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa Lapas Mataram sedang “over capacity” (melebihi kapasitasnya). Kalapas juga mengatakan bahwa fasilitas-fasilitas di lapas sangat terbatas maka program-program pembinaan ataupun rehabilitasi berkurang. Walaupun begitu, Lapas Mataram dilengkapi dengan suatu bengkel dimana para narapidana dapat bekerja, misalnya memperbaiki atau mencuci baik sepeda motor maupun mobil.

Kesimpulan

Secara garis besar, proses peradilan antara Australia dan Republik Indonesia agak mirip. Ada Lembaga Penyidikan (Kepolisian) yang bertanggungjawab mendeteksi dan menyelidiki kejahatan, kemudian ada Lembaga Penuntutan (di Australia sejajar dengan “Department of Public Prosecutions”) yang bertanggungjawab atas memeriksa berkas-berkas yang diajukan dari Lembaga Penyidikan sebelum perkaranya dapat dilimpahkan ke pengadilan. Ada juga Lembaga Pemutus Perkara, atau pengadilan yang bertanggungjawab memutuskan bersalah tidaknya seorang terdakwa. Meskipun demikian ada pula cukup banyak perbedaan dalam rincian teknis pada setiap tahap dari proses peradilan di dua negara tersebut. Penulis berharap bahwa laporan ini berhasil untuk menggambarkan dan menjelaskan beberapa perbedaan tersebut.


Daftar Pustaka

• Prof. Dr. jur Andi Hamzah Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua Sinar Grafika, Jakarta 2008)
• R. Sugandhi, SH, KUHP dan Penjelasannya (Usaha Nasional, Surabaya 1981)
• Drs. P.A.F Lamintang, S.H. Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia (PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1997)
• Wawancara dengan:
o Lalu Parman SH. MH. Staf Pengajar Fakultas Hukum UNRAM, 27 Januari 2009
o M. Lubis, SH. M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum UNRAM 27 Januari 2009
o Suryanto SH. M.Hum Ketua Pengadilan, Pengadilan Negeri 1A Mataram 28 Januari 2009
o Mion Ginting SH. MH. Hakim Pengadilan Negeri 1A Mataram 30 Januari 2009
o Dedy Koesnomo SH. MH. Kepala Bagian Tata Usaha Kejaksaan Tinggi NTB 5 Februari 2009
o Purwadi Kepala Lembaga Permasyarakatan (Kalapas) Lembaga Permasyarakatan Negeri Mataram 2 Februari 2009
Read more » 0 komentar

Prosedur Gugatan Perceraian Di Pengadilan Agama

Islam secara jelas mengatakan, “Perkara halal yang sangat dibenci oleh Allah adalah Thalaq/Cerai ", namun dalam sebuah rumah tangga pastilah kerap terjadi konflik antara suami dan isteri, dimana banyak hal yang memicu terjadinya pertengkaran bahkan sampai kepada perceraian. Setiap pertengkaran pastilah ada penyelesaiannya namun apabila pertengkaran tersebut memicu sebuah keputusan yang besar seperti perceraian, maka proses melangkah ketahap itupun bukan hal yang mudah dan singkat untuk dilakukan. Katakanlah seorang isteri yang ingin mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya yang dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap perkawinan mereka. Dalam posisi seperti ini, mungkin membenarkan pernyataan di atas, dimana sebuah perceraian dihalalkan meski dibenci oleh Allah SWT.

Dan berikut di bawah ini akan dijelaskan secara singkat namun terperinci, mengenai prosedur yang dapat dilakukan dalam melakukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama, yakni sebagai berikut :

1. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah :

* Mengajukan Gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama, hal ini berdasarkan Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989;
* Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama tentang tata cara membuat Surat Gugatan, hal ini berdasarkan Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989;
* Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum, namun jika Tergugat telah menjawab surat gugatan dan ternyata terdapat perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.

2. Pengadilan tempat Gugatan didaftarkan :

* Bilamana Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat, hal ini berdasarkan Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974;
* Bilamana Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat, hal ini berdasarkan Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989;
* Bilamana Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat, hal ini berdasarkan Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989.

3. Alasan dalam Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama :

* Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
* Suami meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin ataupun alasan yang jelas, dengan kata lain perbuatan suami merupakan perbuatan sadar dan sengaja dilakukan.
* Suami mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
* Suami melakukan kekerasan terhadap isteri, bertindak kejam dan suka menganiaya;
* Suami tidak menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang diderita;
* Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
* Suami melanggar taklik talaq yang diucapkan saat ijab qabul;
* Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidakharmonisan dalam keluarga. (ketentuan hal-hal sebagaimana tersebut diatas berdasarkan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975).

4. Saksi dan Bukti

Pihak Penggugat (isteri) wajib membuktikan di Pengadilan kebenaran alasan-alasan tersebut, dengan hal-hal berikut ini :

* Salinan Putusan Pengadilan, jika alasan yang dipakai adalah suami mendapat hukuman 5 (lima) tahun atau lebih, hal ini berdasarkan Pasal 74 UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 135 KHI.
* Bukti hasil pemeriksaan dokter atas perintah dari pengadilan, bila alasan isteri adalah suami mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak mampu memenuhi kewajibannya, hal ini berdasarkan Pasal 75 UU No. 7 Tahun 1989.
* Keterangan dari saksi-saksi, baik saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat yang mengetahui terjadinya pertengkaran antara isteri (si penggugat) dengan suaminya, hal ini berdasarkan Pasal 76 UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 134 KHI.

5. Surat-surat yang harus dipersiapkan, antara lain :

* Surat Nikah asli:
* Foto copy surat Nikah masing-masing 2 (dua) lembar yang dibubuhi materai dan dilegalisir;
* Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru dari pihak Penggugat;
* Foto copy Kartu Keluarga; dan
* Foro copy akta kelahiran anak (apabila sudah memiliki anak) dengan dibubuhi materai serta dilegalisir.

6. Permohonan Gugatan harus memuat :

* Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon.
* Posita atau fakta kejadian dan fakta hukum.
* Petitum yakni hal-hal yang dituntut berdasarkan posita.

7. Terkait Gugatan lain seperti halnya penguasaan anak, nafkah anak dan isteri serta harta bersama, dapat diajukan secara bersama-sama dalam Gugatan Perceraian atau dapat diajukan setelah putusan perceraian memperoleh keputusan yang berkekuatan hukum tetap, hal ini berdasarkan Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

8. Biaya Perkara :

* Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon.
* Biaya perkara penetapan atau putusan Pengadilan yang bukan merupakan penetapan atau putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir, hal ini berdasarkan Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989.
* Namun terhadap mereka yang tidak mampu, maka dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo), hal ini berdasarkan Pasal 237 HIR, 273 R.Bg.

9. Setelah melalui proses diatas dan Penggugat telah mendaftarkan Gugatan Perceraiannya ke Pengadilan Agama, maka Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan pengadilan agama.

10. Tahapan Persidangan :

* Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi, hal ini berdasarkan Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989;
* Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi, hal ini berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003;
* Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik), berdasarkan Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg.

11. Putusan Pengadilan Agama atas Gugatan Cerai :

* Gugatan dikabulkan. (dalam hal ini bilamana Tergugat tidak puas dapat mengajukan upaya hukum banding melalui Pengadilan Agama).
* Gugatan ditolak. (dalam hal ini bilamana tidak menerima putusan hakim maka Penggugat dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama).
* Gugatan tidak diterima. (dalam hal ini Penggugat dapat mengajukan gugatan baru).

Dan terhadap hal-hal tersebut diatas, bilamana Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka Panitera Pengadilan Agama akan memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

Demikian penjelasan mengenai prosedur Gugatan Perceraian ke Pengadilan Agama sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Read more » 0 komentar

PERANAN FUNGSI KEPENGAWASAN DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan kualitas pendidikan sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah saat ini. Berbagai usaha mulai dari pembaharuan kurikulum, perbaikan dari sarana prasarana, pelatihan-pelatihan guru dan bantuan dana langsung berupa dana Bos ke sekolah-sekolah. Ini menunjukkan keseriusan-keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kualitas mutu sumber daya manusia Indonesia ke depan.
Sejalan dengan ini pemerintah telah pula mengesahkan Undang-Undang Guru dan Dosen agar guru lebih memperhatikan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan pemerintah. Guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai sehingga mampu menerapkan profesionalismenya dalam peningkatan mutu pendidikan ke depan, sebab guru merupakan ujung tombak kemajuan pendidikan dimasa depan.
Dalam menjalankan tugas profesinya guru memerlukan agen pembaharuan yang professional pula sehingga guru tidak tertinggal dari kemajuan ilmu pengetahuan dan technologi yang berkembang terus. Selain itu guru juga memerlukan sosok yang dipandang mampu untuk memecahkan masalah-masalah pokok yang berhubungan dengan pelajaran dan administrasi sekolah. Tidak hanya guru, dalam organisasi sekolah Kepala sekolahpun memerlukan pembinaan yang terstruktur agar kualitas pendidikan di sekolah itu dapat dikendalikan.
Kepala sekolah beserta guru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah mempunyai misi yang tertuang dalam tujuan pendidikan sebagaimana dituliskan dalam visi sekolah. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan manajemen pendidikan yang mantap. Dalam manajemen pendidikan telah diatur peran dan fungsi masing-masing fungsi manajemen tersebut antara lain, planning / perencanaan, organizing / pengorganisasian, staffing/penyusunan tenaga, controlling/pengawasan dan budgeting / pendanaan.
Kepengawasan adalah bagian dari fungsi manajemen pendidikan yaitu controlling. Kepala sekolah beserta guru dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemennya memerlukan control/pengawasan dari pengawas pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Kepengawasan sangat erat hubungannya dengan sekolah-sekolah sebagai tempat berlangsungnya kegiatan/pengelolaan fungsi-fungsi manajemen pendidikan tersebut dan merupakan bagian dari warga sekolah tersebut.Permasalahannya sekarang, apakah peran dan fungsi kepengawasan dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagai bagian dari manajemen pendidikan itu sendiri.



















BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Dan Fungsi Pengawas Dalam Manajemen Pendidikan
1) Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan segenap pengerahan dan pengintergrasian segala sesuatu, baik personal, spiritual maupun material, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan (M. Ngalin Purwanto, 2004) A. Tabrani Rusyani, 1993 menyatakan manajemen pendidikan menyangkut permasalahan pokok berupa ” Usaha manusia melalui kerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selanjutnya H.A.R Tilaar 2001 menyatakan manajemen pendidikan merupakan sub sistem dari manajemen pendidikan nasional yang bermuara pada manajemen pembangunan nasional yang menitik beratkan pada pendidikan yang humanistik, yang menjadikan manusia Indonesia sebagai titik tolaknya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik suatu pengertian manajemen pendidikan adalah proses pengerahan dan penginteregasian segala sesuatu untuk mengusahakan tumbuhnya kondisi bagi perkembangan kepribadian anak Indonesia dalam proses pendidikan.
2) Pengawas
Dalam pelaksanaan manajemen pendidikan, terlebih dahulu perlu diketahui bidang garapan manajemen pendidikan yang tergambar dari fungsi-fungsi manajemen pendidikan itu sendiri. Setiap sikap kegiatan dalam proses manajemen pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum. Adanya unsur tujuan ini menjadi tugas dan tanggungjawab bersama dari masing-masing fungsi manajemen tersebut untuk mencapainya. Semua orang yang terlibat di dalamnya mempunyai tanggungjawab dan wewenang, serta hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan dan fungsi masing-masing.Fungsi-fungsi pokok manajemen pendidikan tersebut adalah:

a) Perencanaan (Planing)
Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap kegiatan. Dalam setiap perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor tujuan dan sarana, baik personel maupun faktor material perencanaan adalah aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan-tindakan yang tertuju pada tercapainya tujuan pendidikan.
b) Pengorganisasian (Organising)
Organisasi adalah aktivitas menyusun dan membentuk hitungan-hitungan yang berwujud suatu ketentuan dalam mencapai tujuan pendidikan.
c) Pengordinasian (Coordinating)
Koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang material, pikiran-pikiran, teknik-teknik, dan tujuan-tujuan ke dalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai tujuan pendidikan.
d) Komunikasi
Komunikasi dalam setiap bentuknya adalah proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang dalam struktur organisasi.
e) Supervisi / Pengawasan (Controlling)
Supervisi sebagai fungsi manajemen pendidikan berarti aktivitas untuk menentukan kondisi-kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
f) Pembiayaan (Budgeting)
Pembiayaan merupakan, motor penggerak bagi setiap organisasi. Kelancaran jalannya suatu organisasi tidak mungkin terjamin tanpa pembiayaan.



g) Penilaian (Evaluating)
Evaluasi adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui sejauh mana pelaksanaan yang dilaksanakan mencapai hasil sesuai dengan rencana.
Dari fungsi-fungsi manajemen pendidikan tersebut yang dibahas disinidalah kepengawasan / supervisi.
Tabrani Rusyani 1997 menyatakan pengawasan adalah pengendalian yang dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan, penilaian kemampuan, meningkatkan dan menyempurnakan, baik manajemen maupun bidang operasionalnya.M. Ngalin Purwanto 2004 mengatakan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu kepala sekolah dan guru dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Burton dalam M. Ngalin Purwanto 2004 menyatakan supervisi adalah layanan yang mengarahkan perhatian kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam mencapai tujuan pendidikan.Dari beberapa batasan di atas dapat disimpulkan supervisi atau kepengawasan adalah aktivitas layanan yang dilaksanakan oleh pengawas berupa pembinaan, pemeriksaan, penilaian yang terencana dan berkelanjutan dengan menekankan pada dasar-dasar kependidikan dengan cara-cara belajar dan perkembangannya dalam mencapai tujuan pendidikan.
3) Peran Pengawas
Supervisi / kepengawasan mempunyai peran untuk memotivasi guru agar mengemban tugas pokoknya sesuai dengan tuntutan profesinya (Djauzah Ahmad, 1996).
Supervisi / kepengawasan mempunyai peran sebagai pengendali keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengendali disini berupa kepastian pelaksanaan kependidikan, penilaian dan penelaah fakta kegiatan, koreksi dan motivasi rencan agar sejalan dengan perubahan yang mungkin terjadi, mendukung seluruh efektivitas dalam pelaksanaan (H.Tabrani Rusyani, 1997).Supervisi / kepengawasan mempunyai peran membangkitkan dan merangsang semangat kepala sekolah dan guru-guru dalam menjalankan tugasnya, mencari dan mengembangkan metode baru, berusaha mempertinggi mutu pengetahuan / kompetensi guru serta membinakerjasama yang baik dan harmonis di antara warga sekolah (M. Ngalin Purwanto, 2004)
Dari beberapa batasan di atas dapat ditarik kesimpulan peranan kepengawasan adalah : memotivasi semangat kerja kepala sekolah dan guru dalam menjalankan tugasnya, meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru-guru membina kerjasama yang harmonis serta sebagai pengendali keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan sehingga meningkatkan mutu pendidikan lebih terjamin.
4) Fungsi Pengawas
Fungsi-fungsi kepengawasan pendidikan yang sangat penting diketahui adalah sebagai berikut.
a) Dalam bidang kepemimpinan
1. Menyusun rencana dan policy bersama
2. Mengikut sertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
3. Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan.
4. Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok.
5. Mengikut sertakan semua anggota dalam menetapkan keputusan-keputusan.
6. Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
7. Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok.
8. Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
b) Dalam hubungan kemanusiaan
1. Memanfaatkan kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
2. Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis dan sebagainya.
3. Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
4. Memupuk rasa saling menghormati diantara sesama anngota kelompok dan sesama manusia.
5. Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
c) Dalam pembinaan proses kelompok
1. Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
2. Menimbulkan dan memelihara sikap percaya dan mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dengan pemimpin.
3. Memupuk sikap dan kesetiaan tolong-menolong
4. Memperbesar rasa tanggungjawab para anggota kelompok.
5. Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat diantara anggota kelompok.
6. Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya
d) Dalam administrasi personel
1. Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
2. Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
3. Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
e) Dalam bidang evaluasi
1. Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci
2. Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kreteria penilaian.
3. Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma-norma yang ada.
Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengdakan perbaikan-perbaikan.
Jika fungsi-fungsi kepengawasan di atas benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk pengawas terhadap para kepala sekolah dan guru-guru, maka kelancaran jalannya sekolah dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
5) Tugas-tugas Pengawas
Sehubungan dengan fungsi-fungsi kepengawasan yang telah dibicarakan di muka, berikut ini dikemukakan macam-macam tugas pengawas pendidikan yang riil dan lebih terperinci sebagai berikut ;
 Menghadiri rapat / pertemuan-pertemuan organisasi - organisasi profesional.
 Mengadakan rapat-rapat kelompok untuk membicarakan masalah-masalah umum (Common problems)
 Mendiskusikan tujuan-tujuan dan filsafat pendidikan dengan guru-guru.
 Melakukan Classroom monitoring atau kunjungan kelas.
 Mengadakan pertemuan-pertemuan individual dengan guru-guru tentang masalah-masalah yang mereka usulkan (problem solving).
 Mendiskusikan metode-metode pembelajaran dengan guru-guru (learning metod discution).
 Memilih dan menilai buku-buku yang diperlukan bagi murid-murid.
 Membimbing guru-guru dalam menyusun dan mengembangkan sumber-sumber atau unit-unit pembelajaran.
 Memberikan saran-saran atau intruksi tentang bagaimana melaksanakan suatu unit pembelajaran.
 Mengorganisasi dan bekerja dengan kelompok guru-guru dalam program revisi kurikulum.
 Menginterpretasikan data tes kepada guru-guru dan membantu mereka bagaimana menggunakannya bagi perbaikan pembelajaran.
 Menilai dan menyeleksi buku-buku untuk perpustakaan guru-guru (reference library).
 Bertindak sebagai konsultan di dalam rapat / pertemuan-pertemuan kelompok lokal (local koncelor).
 Bekerja sama dengan konsultan-konsultan kurikulum dalam menganalisis dan mengembangkan program kurikulum.
 Berinterkomunikasi dengan orang tua murid tentang hal-hal yang mengenai pendidikan.
 Menulis dan mengembangkan materi-materi kurikulum.
 Menyelenggarakan manual press atau buletin tentang pendidikan dan pembelajaran dalam ruang lingkup bidang tugasnya.
 Mengembangkan sistem pelaporan murid, seperti kartu-kartu catatan komulatif dan sebagainya.
 Berwawancara dengan guru dan pegawai untuk mengetahui bagaimana pandangan atau harapan-harapan mereka terhadap pendidikan.
 Membimbing pelaksanaan program-program testing
 Menyiapkan sumber-sumber atau unit-unit pembelajaran bagi keperluan guru-guru
 Melatih guru-guru tentang bagaimana menggunakan audio-visual aids.
 Menyiapkan laporan-laporan tertulis tentang kunjungan kelas (class visit) untuk para kepala sekolah.
 Menulis artikel-artikel tentang pendidikan atau kegiatan-kegiatan sekolah / guru-guru dalam surat-surat kabar.
 Menyusun tes-tes standar bersama kepala sekolah dan guru-guru
 Merencanakan demonstrasi kegiatan pembelajaran dan sebagainya oleh guru yang ahli, supervisi sendiri, ahli-ahli lain dalam rangka memperkenalkan metode baru, alat-alat baru.
B. Peranan dan Fungsi Kepengawasan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Ada banyak faktor yang menentukan peningkatan mutu pendidikan. Bukan hanya dana yang memadai, juga pengasuh yang mempunyai visi dan misi yang jelas, para guru yang profesional dan masyarakat yang aktif berpartisipasi di dalam pengembangan pendidikannya turut mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dalam era global bukan hanya menjawab tantangan-tantangan internal tetapi juga tantangan-tantangan global. Pendidikan yang mengarah pada disintegrasi kesatuan bangsa bukanlah pendidikan bermutu. Pendidikan yang bermutu bukan hanya dari aspek akademik tetapi juga aspek pengembangan disiplin yang demokratis, kritis, dan produktif.
Peranan kepengawasan hendaknya menuju pada hal-hal seperti di atas. M. Ngalin Purwanto, 2004 mengatakan pengembangan minat dan sikap profesional itu hendaknya merupakan bagian integral dari program kepengawasan yang dilakukan oleh pengawas. Dengan dasar ini dipastikan peningkatan mutu pendidikan lebih terarah dan lebih mudah dicapai. Sebaliknya apabila kepengawasan belum mampu menyentuh kepala sekolah dan guru, tak ubahnya kualitas/mutu pendidikan jalan ditempat bahkan menurun seiring dengan patahnya semangat guru dan beratnya beban ekonomi.
Dari uraian di atas dapat dilihat peranan dan fungsi kepengawasan dalam peningkatan mutu pendidikan ke depan adalah sebagai pembangkit motivasi dan semangat kepala sekolah dan guru, mendorong serta mengarahkan terciptanya kepuasan kerja, karena semua itu mempengaruhi kualitas pekerjaan seseorang dan akhirnya tertuju pada satu tujuan yaitu peningkatan mutu pendidikan.












BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian dibagian depan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
 Kepengawasan merupakan bagian dari manajemen pendidikan.
 Kepengawasan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru-guru, membina kerjasama serta sebagai pengendali mutu untuk peningkatan pendidikan ke depan.
B. SARAN-SARAN
Mengingat demikian pentingnya peranan kepengawasan dalam peningkatan kompetensi insan pendidikan, serta peningkatan kualitas pendidikan maka disarankan:
1. Pengawas agar dapat ;
 Melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
 Berperan aktif dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah
2. Pejabat berwenang yang menentukan policy agar mengangkat pengawas yang memang mempunyai komitmen dan kompetensi untuk memajukan pendidikan.










DAFTAR PUSTAKA
 Anonim 2003 PRRI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta Depdiknas
 Djauzal H. Achmad 1993. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud
 Purwanto M. Ngalin. 2004. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.Bandung; PT. Remaja Rosdakarya
 Rusyam Tabrani R. 1997 Manajemen Pendidikan. Bandung; Media Pustaka
 Tilaar H.A.R. 2001 Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung PT. Remaja Rosdakarya
Read more » 0 komentar

KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DI ABAD MODERN


BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam, suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam atau “Pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah . Pendidikan Islam bukan sekedar “transfer of knowledge” ataupun “transfer of training”, ….tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan; suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan . Pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Dari pengertian di atas, pendidikan merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang. Dengan demikian, “pendidikan merupakan sarana terbaik untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia” .
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan selalu berkembang, dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, mau tak mau pendidikan harus didisain mengikuti irama perubahan tersebut, apabila pendidikan tidak didisain mengikuti irama perubahan, maka pendidikan akan ketinggalan dengan lajunya perkembangan zaman itu sendiri. Siklus perubahan pendidikan pada diagram di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut ; Pendidikan dari masyarakat, didisain mengikuti irama perubahan dan kebutuhan masyarakat. Misalnya; pada peradaban masyarakat agraris, pendidikan didisain relevan dengan irama perkembangan peradaban masyarakat agraris dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut. Begitu juga pada peradaban masyarakat industrial dan informasi, pendidikan didisain mengikuti irama perubahan dan kebutuhan masyarakat pada era industri dan informasi, dan seterusnya. Demikian siklus perkembangan perubahan pendidikan, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan dari perubahan zaman yang begitu cepat.
Untuk itu perubahan pendidikan harus relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut, baik pada konsep, materi dan kurikulum, proses, fungsi serta tujuan lembaga-lembaga pendidikan.Pendidikan Islam sekarang ini dihadapkan pada tantangan kehidupan manusia modern. Dengan demikian, pendidikan Islam harus diarahkan pada kebutuhan perubahan masyarakat modern. Dalam menghadapi suatu perubahan, “diperlukan suatu disain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn. Menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan” . Untuk itu, pendidikan Islam perlu didisain untuk menjawab tantangan prubahan zaman tersebut, baik pada sisi konsepnya, kurikulum, kualitas sumberdaya insaninya, lembaga-lembaga dan organisasinya, serta mengkonstruksinya agar dapat relevan dengan perubahan masyarakat tersebut
















BAB II
PEMBAHASAN
A. Karekteristik Masyarakat Modern
Secara umum masyakarat modern adalah masyarakat yang proaktif, individual, dan kompetitif. Masyarakat modern dewasa ini yang ditandai dengan munculnya pasca industri [postindustrial society]. Dalam bidang revolusi informasi, sebagaimana dikemukakan Donald Michael, juga terjadi ironi besara. Semakin banyak informasi dan semakin banyak pengetahuan mestinya makin besara kemampuan melakukan pengendalian umum. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, semakin banyak informasi telah menyebabkan semakin disadari bahwa segala sesuatunya tidak terkendali. Karena itu dengan ekstrim Ziauddin Sardar [1988], menyatakan bahwa abad informasi ternyata sama sekali bukan rahmat. Di masyarakat Barat, ia telah menimbulkan sejumlah besar persoalan, yang tidak ada pemecahannya kecuali cara pemecahan yang tumpul. Di lingkungan masyarakat kita sendiri misalnya, telah terjadi swastanisasi televisi, masyarakat mulai merasakan ekses negatifnya .
Dampak dari semua kemajuan masyarakat modern, kini dirasakan demikian fundamental sifatnya. Ini dapat ditemui dari beberapa konsep yang diajukan oleh kalangan agamawan, ahli filsafat dan ilmuan sosial untuk menjelaskan persoalan yang dialami oleh masyarakat. Misalnya, konsep keterasingan (alienation) dari Marx dan Erich Fromm, dan konsep anomie dari Durkheim. Baik alienation maupun anomie mengacu kepada suatu keadaan dimana manusia secara personal sudah kehilangan keseimbangan diri dan ketidakberdayaan eksistensial akibat dari benturan struktural yang diciptakan sendiri. Dalam keadaan seperti ini, manusia tidak lagi merasakan dirinya sebagai pembawa aktif dari kekuatan dan kekayaannya, tetapi sebagai benda yang dimiskinkan, tergantung kepada kekuatan di luar dirinya, kepada siapa ia telah memproyeksikan substansi hayati dirinya.
Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakat modern yang digambarkan di atas, "menjadi pemicu munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa persoalan kemanusian tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlu jawaban yang bersifat transendental". Melihat persoala ini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memiliki kandungan spritual keagamaan untuk menjawab tantangan perubahan tersebut.
Mencermati fenomena peradaban modern yang dikemukakan di atas, harus bersikap arif dalam merespons fenomena-fenomena tersebut. Dalam arti, jangan melihat peradaban modern dari sisi unsur negatifnya saja, tetapi perlu juga merespons unsurunsur posetifnya yang banyak memberikan manfaat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Maka, yang perlu diatur adalah produk peradaban modern jangan sampai memperbudah manusia atau manusia menghambakan produk tersebut, tetapi manusia harus menjadi tuan, mengatur, dan memanfaatkan produk perabadaban modern tersebut secara maksimal.
B. Pendidikan Tradisional dan Modern
Pendidikan tradisional (konsep lama) sangat menekankan pentingnya penguasaan bahan pelajaran. Menurut konsep ini rasio ingatanlah yang memegang peranan penting dalam proses belajar di sekolah. Pendidikan tradisional telah menjadi sistem yang dominan di tingkat pendidikan dasar dan menengah sejak paruh kedua abak ke-19, dan mewakili puncak pencarian elektik atas 'satu sistem terbaik'. Ciri utama pendidikan tradisional termasuk :
a) Anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu,
b) Mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan berdasarkan umur,
c) Anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu,
d) Mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran,
e) Prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang sudah ada,
f) Guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan,
g) Sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks,
h) Promosi tergantung pada penilaian guru,
i) Kurikulum berpusat pada subjek pendidik,
j) Bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks.
Lebih lanjut menurut Vernon Smith, pendidikan tradisional didasarkan pada beberapa asumsi yang umumnya diterima orang meski tidak disertai bukti keandalan atau kesahihan. Umpamanya:
a) Ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang musti dipelajari anak-anak;
b) Tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini adalah sekolah formal, dan
c) Cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka

Pendidikan Islam yang lain masih menganut sistem lama, kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan konteks atau relevansi dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali memperhatika dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran berorientasi atau berpusat pada guru. Paradigma pendidikan tradisional bukan merupakan sesuatu yang salah atau kurang baik, tetapi model pendidikan yang berkembang dan sesuai dengan zamannya, yang tentu juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam memberdayakan manusia, apabila dipandang dari era modern ini.
Konsep pendidikan modern (konsep baru), yaitu ; pendidikan menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik, pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah, pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga tepat tidaknya situasi belajar dan efektif tidaknya cara mengajar.
Pendidikan pada masyarakat modern atau masyarakat yang tengah bergerak ke arah modern (modernizing), seperti masyarakat Indonesia, pada dasarnya berfungsi memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosial kulturalnya yang terus berubah dengan cepat. Fungsi pokok pendidikan dalam masyarakat modern yang tengah membangun terdiri dari tiga bagian :
(1) sosialisasi,
(2) pembelajaran (schooling),
(3) pendidikan (education).
Pertama, sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan adalah wahana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Kedua, pembelajaran (schooling) mempersiapkan mereka untuk mencapai dan menduduki posisi sosialekonomi tertentu dan, karena itu, pembelajaran harus dapat membekalai peserta didik dengan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan dan profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran sosial-ekonomis dalam masyarakat. Ketiga, pendidikan merupakan "education" untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program pembangunan"
C. Pendidikan Islam Yang Bagaimana?
Dalam menghadapi peradaban modern, yang perlu diselesaikan adalah persoalan persoalan umum internal pendidikan Islam yaitu:
a) Persoalan dikotomik,
b) Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam,
c) Persoalan kurikulum atau materi.
Ketiga persoalan ini saling interdependensi antara satu dengan lainnya. Pertama, Persolan dikotomik pendidikan Islam, yang merupakan persoalan lama yang belum terselesaikan sampai sekarang. Pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT . Kedua, perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada. Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan. Ketiga, persoalan kurikulum atau materi Pendidikan Islam, meteri pendidikan Islam "terlalu dominasi masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi kegamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu "meta narasi" yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlu menyelesaikan persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern. Pertanyaannya, disain pendidikan Islami yang bagaimana? Yang mampu menjawab tantangan perubahan ini, antara lain: Pertama, lembaga-lembagam pendidikan Islam perlu mendisain ulang fungsi pendidikannya, dengan memilih apakah
a) Model pendidikan yang mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan dan melahirkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid tangguh dalam bidangnya dan mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan perubahan zaman,
b) Model pendidikan umum Islami, kurikulumnya integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif,
c) Model pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsep Islam,
d) Atau menolak produk pendidikan barat, berarti harus mendisain model pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia,
e) Pendidikan agama tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di luar sekolah, artinya pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat berupa kursur-kursus, dan sebagainya.
Kedua disain "pendidikan harus diarahkan pada dua dimensi”, yakni :
a) Dimensi dialektika (horisontal), pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan
b) Dimensi ketunduhan vertikal, pendidikan selain menjadi alat untuk memantapkan, memelihara sumber daya alami, juga menjembatani dalam memahamai fenomena dan misteri kehidupan yang abadi dengan maha pencipta. Berati pendidikan harus disertai dengan pendekatan hati.
Ketiga, sepuluh paradigma yang ditawarkan oleh Prof. Djohar, dapat digunakan untuk membangun paradiga baru pendidikan Islam, sebagai berikut : Satu, pendidikan adalah proses pembebasan. Dua, pendidikan sebagai proses pencerdasan. Tiga, pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak. Empat, pendidikan menghasilkan tindakan perdamaian. Lima, pendidikan adalah proses pemberdayaan potensi manusia. Enam, pendidikan menjadikan anak berwawasan integratif. Tujuh, pendidikan wahana membangun watak persatuan. Delapan, pendidikan menghasilkan manusia demokratik. Sembilan, pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan. Sepuluh, sekolah bukan satusatunya instrumen pendidikan. Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki era milenium ketiga. Karena, "kecenderungan perkembangan semacam dalam mengantisipasi perubahan zaman merupakan hal yang wajar-wajar saja.
Sebab kondisi masyarakat sekarang ini lebih bersifat praktis-pragmatis dalam hal aspirasi dan harapan terhadap pendidikan" , sehingga tidak statis atau hanya berjalan di tempat dalam menatap persoalan-persoalan yang dihadapi pada era masyarakat modern dan post masyarakat modern. Untuk itu, Pendidikan dalam masyarakat modern, pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat, dan pada saat yang sama, pendidikan secara sadar juga digunakan sebagai instrumen untuk perubahan dalam sistem politik, ekonomi secara keseluruhan. Pendidikan sekarang ini seperti dikatakan oleh Ace Suryadi dan H.A.R. Tilar (1993), tidak lagi dipandang sebagai bentuk perubahan kebutuhan yang bersifat konsumtif dalam pengertian pemuasan secara langsung atas kebutuhan dan keinginan yang bersifat sementara. Tapi, merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia (human investment) yang merupakan tujuan utama ; pertama, pendidikan dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan penghasilan kerja lulusan pendidikan di masa mendatang. Kedua, pendidikan diharapkan memberikan pengaruh terhadap pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan (equality of education opportunity) Selain itu dalam menghadapi era milenium ketiga ini nampaknya pendidikan Islam harus menyiapkan sumber daya manusia yang lebih handal yang memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam era global.
Menurut Djamaluddin Ancok "salah satu pergeseran paradigma adalah paradigma di dalam melihat apakah kondisi kehidupan di masa depan relatif stabil dan bisa diramalkan (predictability). Pada milenium kedua orang selalu berpikir bahwa segala sesuatu bersifat stabil dan bisa diprediksi. Tetapi, pada milenium ketiga semakin sulit untuk melihat adanya stabilitas tersebut. Apa yang terjadi di depan semakin sulit untuk diprediksi karena perubahan menjadi tidak terpolakan dan tidak lagi bersifat linier". Maka, pendidikan Islam sekarang ini disainnya tidak lagi bersifat linier tetapi harus didisan bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan tidak terpolakan.
Untuk itu, lebih lanjut Djamaluddin Ancok yang mengutip Hartanto : 1997: Hartanto, Raka & Hendroyuwono, 1998, mengatakan bahwa pendidikan (termasuk pendidikan Islam) harus mempersiapkan ada empat kapital yang diperlukan untuk memasuki milenium ketiga, yakni kapital intelektual, kapital sosial, kapital lembut, dan kapital spritual. Tantangan ini tidak muda untuk penyelesaiannya, tidak seperti membalik telapak tangan. Untuk itu, pendidikan Islam sangat perlu mengadakan perubahan atau mendesain ulang konsep, kurikulum dan materi, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga, proses, agar dapat meneuhi tuntatan perubahan yang semakin cepat.










D. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
a) Dalam menghadapi perubahan masyarakat modern, secara internal pendidikan Islam harus menyelesaikan persoalan dikotomi, tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, dan persolalan kurikulum atau materi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan.
b) Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendisain ulang fungsi pendidikan, dengan memilih model pendidikan yang relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat.
c) Pendidikan Islam didisain untuk dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatan kerja lulusan pendidikan di masa datang. Selain itu perlu disain pendidikan Islam yang tidak hanya bersifat linier saja, tetapi harus bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat.
d) Pendidikan Islam harus mengembangkan kualitas pendidikannya agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang selalu berubah-berubah. Lembaga-lembaga pendidikan Islami harus dapat menyiapkan sumber insani yang lebih handal dan memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam ikatan masyarakat modern.














DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman an-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalabih fi Baiti wa Madrasati wal Mujtama’, Dar al-Fikr al-Mu’asyr, Beirut-Libanon., Terj. Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Pemikiran tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Dalam Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1991.
——– Pengembangan Pendidikan Tinggi Post Graduate Studi Islam Melalui Paradigma Baru yang Lebih Efektif, Makalah Seminar, 1997.
A.Malik Fadjar, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Seminar dan Lokakarya Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21, IAIN, Cirebon, tanggal, 31 Agustus s/d 1 September 1995.
Anwar Jasin, Keranka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam : Tinjauan Filosofis, 1985.
Azyumardi Azra, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Amissco, Jakarta, 1996.Comference Book, London, 1978.
Djamaluddin Ancok, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga, Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor : 6 Tahun III, UII, 1998.
Djohar, Omong Kosong, Tanpa Mengubah UU No. 2/89, Koran Harian “Kedaulatan Rakyat”, Tangga, 4 Mei 199.Erich Fromm, The Revolution of Hope : Toward a Humanized Technology, New York : Harper & Raw, 1968, p. 5.,dalam Syafi’i Ma’arif, Pengembangan Pendidikan Tinggi Post Graduate Studi Islam Melalui Paradigma Baru Yang Lebih Efektif, 1997.
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, The University of Chicago, Chicagi, 1982., terj. Ahsin Mohammad, Pustaka, 1985.
H.A.R. Tilar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Tera Indonesia, Magelang, Cet. I, 1998.
S.R. Parker, et.al, Sosiologi Industri, Rineka Cipta, Jakarta, 1990.
Soroyo, Antisipasi Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial Menjangkau Tahun 2000, dalam Buku : Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogya, 1991.
Syed Sajjad Husaian dan Syed Ali Ashraf, Crisis Muslim Educatio”., Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam, Risalah, Bandung, 1986.
Roehan Achwan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 1, IAIN Sunan Kalija, Yogyakarta, 1991.
M.Dimyati Machmud, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta, BPFE, 1990.
M.Irsyad Sudiro, Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah dalam Masyarakat Modern, Cirebon, tanggal, 30-31 Agusrus 1995.
M.Rusli Karim, Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Buku : Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, editor, Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogyakarta, Cet.1, 1991.
Paulo Freire,dkk., Menggugat Pendidikan Fundamental Konservatif Liberal Anarkis, Terj., Omi Intan Naomi, Pustaka Pelajar, 1999.
Read more » 0 komentar

REFLEKSI KEPEMIMPINAN SEKOLAH DAN KEPEMIMPINAN DIRI


BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru . Tulisan ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dilihat dari peran kepala sekolahserta merefleksikan kepemimpinan diri di sekolah. Dengan harapan kiranya tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pendidikan.

















BAB II
PEMBAHASAN
A. Refleksi Kepemimpinan Kepala Sekolah atau Madrasah
1. Hakikat Kepemimpinan Kepala Sekolah atau Madrasah
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi suatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa pemimpin diharapakan memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, karena apabila tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai tidak akan dapat tercapai secara maksimal.
Kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan harus mampu melakukan manajemen kepemimpinannya dengan baik. Kesuksesan kepemimpinan kepala sekolah dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi. Berdasarkan dari peranan kepemimpinan kepala sekolah tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan, Kepala sekolah harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut:
a) Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya, dalam artian kebutuhan sekolah dalam bentuk fisik bangunan maupun non fisik (kwalitas input dan output), serta kebutuhan Guru dan seluruh proses pembelajarannya, serta yang sangat penting adalah kebutuhan peserta didik dalam proses pembelajarannya yang di kaitkan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman
b) Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.
c) Meyakinkan seluruh komponen sekolah mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.



2. Hakikat Kompetensi Guru
Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kompetensi dan kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan. Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek "guru" dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional. Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
a. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
b. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
c. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan.
B. Refleksi Kepemimpinan Diri
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin dirumah dan bertangung jwab atasnya.seorang hamba sahaya adalah penjaga harta tuannya dan dia bertanggung jawab atasnya. ( Dari Abdullah bin umar rasulullah saw.)
Kita semua adalah pemimpin dan bahkan seluruh kehidupanan kita penuh dengan kesempatan-kesempatan untuk memimpin. Kepemimpinan tidaklah dikhususkan bagi segelintir orang yang duduk di puncak perusahaan-perusahaan , dunia pemerintahan atau lembaga institusi formal. Dan kesempatan-kesempatan untuk memimpin pun tidak pula hanya muncul di panggung � pangung tempat kita bekerja. Kita dapat menjadi pemimpin dalam setiap hal yang kita lakukan, dalam kerja kita dan dalam hidup sehari-hari kita, ketika mengajar orang lain atau belajar dari mereka. dan kebanyakan dari kita melakukan semua itu setiap hari
Carol A. Connor dalam bukunya Leadership in A Week mengungkapkan bahwa pemahaman diri bagi seorang pemimpin bisa dijadikan dasar untuk memperbaiki kinerja maupun untuk meningkatkan kepercayaan diri, dan pemahamannya terhadap orang lain. Jadi, penting bagi seorang pemimpin untuk mendedikasikan waktunya tidak hanya untuk memahami orang lain, tetapi terlebih dahulu adalah untuk memahami diri sendiri: apa nilai-nilai yang dianutnya (misalnya: kejujuran, kerja sama, tanggung jawab), apa kelemahan dan kelebihannya, apa minatnya, apa tujuannya dalam hidup, apa yang diperjuangkannya. Misalnya saja Bill Gates, sang maharaja bisnis dari Microsoft. Bill Gates sadar bahwa ia memang mempunyai banyak pengalaman dan minat yang tinggi di sisi teknis, tetapi masih kurang berpengalaman di sisi bisnis. Untuk itu, ia mengangkat orang lain untuk menangani sisi bisnis dari kerajaan bisnisnya, sementara ia tetap berkonsentrasi pada sisi teknologi yang menjadi minat dan keahliannya sejak awal.
Ada berbagai cara yang bisa kita lakukan untuk memahami diri.
 Memahami proses yang terjadi dalam diri kita. ( siapa yang menciptakan , untuk apakita di ciptakan, dll )
 Melakukan perenungan akan potret diri / penilaian diri / self assessment ( memahami kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri kita sendiri )
 Mengenal diri dari orang lain dengan cara melakukan feedback ( umpan balik ). Meminta masukan dan saran dari orang � orang yang sering berinteraksi dengan kita
 Melakukan pengamatan terhadap reaksi orang � orang di sekitar kita ( sikap, ucapan dan tindakan ) dalam berinteraksi dengan kita.
Didalam kepemimpinan diri kita perlu menetapkan dengan jelas kemana kita akan pergi itulah yang di kenal dengan nama Tujuan Hidup ( visi hidup ). Dengan apa kita mencapai tujuan hidup kita itulah yang di kenal dengan peran � peran hidup ( misi hidup). Dengan bekal visi dan misi hiduplah kita bisa memimpin diri kita didalam mencapai kesuksesan hidup.
Semakin jelas tujuan hidup (cita-cita ataupun mimpi) yang ingin kita raih, akan menjadi lebih mudah bagi kita untuk memimpin diri meraih tujuan tersebut. Dalam hal ini penetapan visi dan misi pribadi menjadi sangat penting.Lalu bagaimana menentukan tujuan hidup? Setelah mengenal diri sendiri, tentu kita juga mengenal mimpi yang ingin kita wujudkan. Apa yang ingin saya capai dalam hidup ini? Apa yang menarik minat saya untuk saya perjuangkan dalam hidup ini.
Setelah kita mengetahui dengan jelas apa yang ingin kita capai, selanjutnya adalah mengelola diri kita untuk mencapai tujuan tersebut. Langkah � langkah didalam mengelola diri :
 Menyusun tindakan-tindakan yang akan kita lakukan dalam skala prioritas
 Melaksanakan apa yang sudah di rencakanan dan di susun
 Membangun keyakinan dan komitmen yang tinggi
 Melakukan pengembangan diri










KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu kepemimpinan kepala sekolah sangatlah berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi guru. Dalam hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru dapat di simpulkan sebagai berikut :
 Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.
 Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
 Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.
 Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai wirausahawan.
 Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Ada berbagai cara yang bisa kita lakukan untuk memahami diri sebagai berikut :
 Memahami proses yang terjadi dalam diri kita. ( siapa yang menciptakan , untuk apakita di ciptakan, dll )
 Melakukan perenungan akan potret diri / penilaian diri / self assessment ( memahami kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri kita sendiri )
 Mengenal diri dari orang lain dengan cara melakukan feedback ( umpan balik ). Meminta masukan dan saran dari orang � orang yang sering berinteraksi dengan kita
 Melakukan pengamatan terhadap reaksi orang � orang di sekitar kita ( sikap, ucapan dan tindakan ) dalam berinteraksi dengan kita.
Setelah kita mengetahui dengan jelas apa yang ingin kita capai, selanjutnya adalah mengelola diri kita untuk mencapai tujuan tersebut. Langkah � langkah didalam mengelola diri :
 Menyusun tindakan-tindakan yang akan kita lakukan dalam skala prioritas
 Melaksanakan apa yang sudah di rencakanan dan di susun
 Membangun keyakinan dan komitmen yang tinggi
 Melakukan pengembangan diri








DAFTAR PUSTAKA
———–. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. http://www.depdiknas.go.id/ inlink. (accessed 9 Feb 2003).
Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat
Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar. (abstrak) Ilmu
Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK,SD, SMP, SMA, SMK & SLB, Jakarta : BP. Cipta Karya E. Mulayasa. Kepala Sekolah sebagai Motivator, Bandung: Renika Jaya, 2003.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
Read more » 0 komentar

Copyright © Dunia_Pendidikan 2011