Thursday, February 16, 2012

SEJARAH PERADAPAN ISLAM MASA DEPAN ANTARA PELUANG DAN TANTANGAN

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam konteks sebagai muslim sekaligus sebagai warga Negara, gelisah merupakan hak sekaligus kewajiban. Ini adalah fitrah yang membawa arus perubahan dalam sejarah yang menjadi—semacam—dentuman yang “membahayakan”. Walau mesti diakui bahwa sering kali kegelisahan membawa pelakunya ke lubang “kematian” Dengan percaya diri—karena keyakinan dan tekad mengingatkan bahwa kita hadir sebagai umat Islam sekaligus sebagai warga Negara—dengan berbagai macam hak dan kewajibannya—memiliki potensi (baca: keunggulan) dan kelemahannya masing-masing, untuk mewujudkan satu kata dalam ruang nyata: perubahan. Perubahan adalah idiom sederhana, namun ia merupakan garansi untuk cita-cita masa depan; sebuah zaman dimana kita dan banyak orang ikut menghadirkannya dan bahkan hidup di dalamnya. Perubahan adalah suatu takdir sejarah yang akan dipergilirkan. Karena itu, kita tak perlu pesimis dengan perubahan selain ikut terlibat menghadirkannya.[1]
Dalam berbicara apa adanya mengenai Indonesia (Negara yang dihuni oleh berbagai latar manusia, tempat dimana kita tinggal kini), tentang Islam (sebuah sistem yang mengarahkan kehidupan kita, bagaimana semestinya kita mengeja kehidupan) dan tentang Peradaban Dunia (sebuah kenyataan (baca: sejarah) global yang kelak menjadi tempat sistem atau Islam yang kita yakini itu berjaya ria). Penulisnya seperti terinspirasi oleh gagasan Malik bin Nabi yang mengatakan bahwa peradaban (baca: masa depan) merupakan kisah mengenai tiga variabel utama: manusia, sistem dan sejarah. Buku ini ditulis dalam tiga tema besar itu, yang dengan bahasa lain penulisnya ‘memodelkannya’ ke dalam tiga pembahasan utama seputar Ke-Indonesia-an, Ke-Islam-an dan Peradaban Dunia (Islam).[2]
Dalam merenda masa depan yang lebih baik,  maka sebagai sebuah bangsa kita mesti mengkonkretkan beberapa kebutuhan, di antaranya: Pertama, model-model represi ideologis dan mobilitas politik yang keliru mesti dikikis habis. Kedua, menjaga masa depan ke-Indonesia-an adalah mengatasi krisis keadilan dan pemerataan. Ketiga, mengelola civil society secara proporsional dengan rumus kendali: pemberian otonomi secara proporsional dan pemberian kendali secara arif. Keempat, mengelola keragaman sikap primordial, agar tidak tersulut menjadi api separatis. Kelima, menjaga keutuhan peran kepemimpinan berdasarkan konstitusi dan mengelola secara matang kesinambungan regenerasi kepemimpinan bangsa. 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Peradaban Islam: Peradaban Emas
1.      Tingginya Kemampuan Literasi.
Sebuah peradaban maju, termasuk peradaban Islam, tentu mencakup ruang-lingkup yang sangat luas. Kemajuan peradaban Islam masa lalu pun demikian.  Jika buku dianggap sebagai salah satu warisan sebuah peradaban yang gilang-gemilang maka peradaban Islam menjadi peradaban garda depan yang ditopang oleh buku. Di samping menjadi sumber inspirasi bagi kemajuan sebuah peradaban, buku juga menjadi ukuran sejauh mana sebuah peradaban dipandang maju. Para khalifah Islam pada masa lalu memahami benar hal ini. Pada abad ke-10, misalnya, di Andalusia saja terdapat 20 perpustakaan umum. [3]
Yang terkenal di antaranya adalah Perpustakaan Umum Cordova, yang saat itu memiliki tidak kurang dari 400 ribu judul buku. Ini termasuk jumlah yang luar biasa untuk ukuran zaman itu. Padahal empat abad setelahnya, dalam catatan Chatolique Encyclopedia, Perpustakaan Gereja Canterbury saja, yang terbilang paling lengkap pada abad ke-14, hanya miliki 1800 (1,8 ribu)  judul buku. Jumlah itu belum seberapa, apalagi jika dibandingkan dengan Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo yang terkenal itu, yang mengoleksi tidak kurang 2 juta judul buku. [4]
Perpustakaan Umum Tripoli di Syam—yang pernah dibakar oleh Pasukan Salib Eropa—bahkan mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku, termasuk 50 ribu eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Di Andalusia, pernah pula terdapat Perpustakaan al-Hakim yang menyimpan buku-bukunya di dalam 40 ruangan. Setiap ruangan berisi tidak kurang dari 18 ribu judul buku. Artinya, perpustakaan tersebut menyimpan sekitar 720 ribu judul buku.
Pada masa Kekhilafahan Islam yang cukup panjang, khususnya masa Kekhalifahan ‘Abbasiyyah, perpustakaan-perpustakaan semacam itu tersebar luas di berbagai wilayah Kekhilafahan, antara lain: Baghdad, Ram Hurmuz, Rayy (Raghes), Merv (daerah Khurasan), Bulkh, Bukhara (kota kelahiran Imam al-Bukhari), Ghazni, dsb. Lebih dari itu, hal yang lazim saat itu, di setiap masjid pasti terdapat perpustakaan yang terbuka untuk umum.[5]
Menggambarkan hal ini, Bloom dan Blair menyatakan,  “Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf membaca dan menulis Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini.” (Jonathan Bloom & Sheila Blair, Islam - A Thousand Years of Faith and Power, Yale University Press, London, 2002, p-105).
2.      Lahirnya Banyak Ilmuwan Besar dan Karya-karya Fenomenal Mereka.
Dari perpustakaan-perpustakaan itulah dimulainya penerjemahan buku-buku, yang dilanjutkan dengan pengkajian dan pengembangan atas isi buku-buku tersebut. Dari sini pula sesungguhnya dimulainya kelahiran para ilmuwan dan cendekiawan Muslim yang kemudian melahirkan karya-karya yang amat mengagumkan, yang mereka sumbangkan demi kemajuan peradaban Islam saat itu. Bahkan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina (terkenal di Barat sebagai Aveciena), Ibn Miskawaih, Asy-Syabusti dan beberapa nama lain mengawali karirnya—sebagai cendekiawan dan ilmuwan Muslim—dari ‘profesi’-nya sebagai penjaga dan pengawas perpustakaan.[6] Ibn Sina, misalnya, adalah seorang pakar kedokteran. Ia meninggalkan sekitar 267 buku karyanya. Al-Qânûn fi al-Thibb adalah bukunya yang terkenal di bidang kedokteran.
Peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali dan era Pencerahan di Eropa. Inovasi dalam masyarakat Muslimlah yang mengembangkan urutan aljabar; kompas magnet dan alat navigasi; keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya. Budaya Islam telah memberi kita gerbang-gerbang yang megah dan puncak-puncak menara yang menjunjung tinggi; puisi-puisi yang tak lekang oleh waktu dan musik yang dihargai; kaligrafi yang anggun dan tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Sepanjang sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perbuatan bahwa toleransi beragama dan persamaan ras adalah hal-hal yang mungkin[7] (http://jakarta.usembassy.gov.).
B.     Sisi lain Keagungan Peradaban Islam
Selain itu, setidaknya berdasarkan pengakuan Will Durant, kebesaran peradaban Islam juga tampak pada beberapa hal berikut:[8]
1.       Jaminan atas keamanan dunia.
Dalam hal ini, Will Durant jelas mengatakan: Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad. (Will Durant – The Story of Civilization).
2.       Menyatukan umat manusia.
Dalam hal ini, Will Durant terang mengakui: Agama Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir bahkan hingga Maroko dan Spanyol. Islam pun telah memiliki cita-cita mereka, menguasai akhlaknya, membentuk kehidupan­nya, dan membangkitkan harapan di tengah-tengah mereka, yang meringankan urusan kehidupan maupun kesusahan mereka. Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka sehingga jumlah orang yang memeluknya dan ber­pegang teguh padanya pada saat ini [1926] sekitar 350 juta jiwa. Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hati­nya walaupun ada perbedaan  pendapat maupun  latar belakang politik di antara mereka. (Will Durant – The Story of Civilization).[9]
3.       Menciptakan kemajuan ekonomi.
Dalam hal ini, Will Durant pun jujur bertutur: Pada masa pemerintahan Abdurrahman III diperoleh pendapatan sebesar 12,045,000 dinar emas. Diduga kuat bahwa jumlah tersebut melebihi pendapatan pemerintahan negeri-negeri Masehi Latin jika digabungkan. Sumber pendapatan yang besar tersebut bukan berasal dari pajak yang tinggi, melainkan salah satu pengaruh dari pemerintahan yang baik serta kemajuan pertanian, industri, dan pesatnya aktivitas perdagangan (Will Durant – The Story of Civilization).
4.       Menjamin kesehatan masyarakat.
Dalam hal ini, Will Durant secara jelas juga menegaskan: Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya adalah al-Bimarustan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160, telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun (Will Durant – The Story of Civilization).
C.    Bukti-bukti Arkeologis Keagungan Peradaban Islam
Pada masa-masa ‘kemunduran’-nya pun, peradaban Islam tetaplah mengagumkan. Sejumlah dokumen di sejumlah museum di Turki adalah di antara saksi bisu keagungan peradaban Islam masa lalu. Kita tahu, Turki pada masa Khilafah Utsmaniah adalah saksi terakhir kemajuan peradaban Islam. Di Turki hingga hari ini, misalnya, ada sebuah masjid/museum terkenal bernama Aya Sofia. Di Aya Sofia dipamerkan surat-surat Khalifah  (“Usmans Fermans”) yang menunjukkan kehebatan Khilafah Utsmaniyah dalam memberikan jaminan, perlindungan dan kemakmuran kepada warganya maupun kepada orang asing pencari suaka, tanpa pandang agama mereka. Yang tertua adalah surat sertifikat tanah yang diberikan tahun 925 H (1519 M) kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman Inquisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Andalusia. Kemudian surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim Khalifah ke Amerika Serikat yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris), abad 18. Lalu surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari eksil ke Khalifah, 30 Jumadil Awal 1121 H (7 Agustus 1709). Selanjutnya ada surat tertanggal 13 Rabiul Akhir 1282 H (5 September 1865 M) yang memberikan ijin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah beremigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke wilayah Khilafah, karena di Rusia mereka justru tidak sejahtera. Yang paling mutakhir adalah peraturan yang membebaskan bea cukai barang bawaan orang-orang Rusia yang mencari eksil ke wilayah Utsmani pasca Revolusi Bolschewik, tertanggal 25 Desember 1920.[10]
Peradaban Islam juga tampak dari berbagai bangunan kuno yang saat ini masih bisa disaksikan di berbagai penjuru dunia. Kordoba sebagai ibukota Khilafah Umayah di Spanyol dibangun pada tahun 750 M. Ia menjadi pusat peradaban hingga 1258 M.  Kota tua Kordoba masih bisa kita saksikan sekarang. Sejak berdirinya, kota ini memiliki drainase yang bagus sehingga jalan-jalan tampak bersih dan asri. Ini adalah suatu teknologi sanitasi—yang Jakarta hari ini perlu iri.
Masjid Agung Kordoba, yang saat ini hanya tinggal sebagai museum, memiliki arsitektur yang sangat indah; sekaligus memiliki fungsi akustik sehingga meskipun saat itu belum ada alat pengeras suara elektronik, suara khatib bisa terdengar jelas hingga pojok-pojok masjid yang cukup besar. Tata ruang masjid juga ditambah dengan pola ventilasi yang luar biasa, yang menjamin cukupnya cahaya dan segarnya udara.[11]
Tidak jauh dari masjid terdapat Taman Alcazar yang sangat indah.  Mengingat Andalusia dikelilingi oleh tanah-tanah yang gersang maka keberadaan taman itu membuktikan sistem irigasi yang baik.  Irigasi memang salah satu teknologi yang diwariskan Islam.[12] Di banyak negeri Timur Tengah, masih dijumpai kincir untuk menaikkan air yang dibangun berabad-abad yang silam—dan kincir ini masih berfungsi!  Di beberapa kota gurun pasir juga masih dijumpai sistem distribusi air bawah tanah, yang disebut Qanat.
Dari sekian banyak bangunan fisik berusia tua di Istanbul, yang paling menarik tentu saja adalah masjid-masjid yang indah. Ikon Istanbul adalah masjid Sultan Ahmet, yang berhadapan dengan Aya Sofia.  Masjid ini dibangun pada Abad 16 dan satu-satunya masjid yang punya enam minaret.
Ketahanan bangunan ini terhadap gempa telah teruji.  Harus diingat bahwa Turki adalah wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika-Mediteran. Wilayah ini sangat sering diguncang gempa hingga data pertanahan di sana harus terus-menerus di-update karena titik-titiknya akan selalu bergeser oleh dinamika bumi. Namun, masjid-masjid di Turki yang dibangun berabad-abad yang lalu terbukti bertahan hingga kini.
Bangunan bersejarah semacam ini berserakan di seluruh dunia, di tempat Islam pernah berkuasa. Di Cina juga terdapat banyak masjid berusia minimal 1000 tahun.  Di India, meski sejak masa penjajahan Inggris didominasi oleh warga beragama Hindu, sebagian besar bangunannya berarsitektur Islam; termasuk Tajmahal, sebuah bangunan mirip masjid yang sangat indah, padahal sebenarnya hanya makam.[13]
Beberapa bangunan tua masih memegang fungsi seperti saat didirikan dulu, sekalipun mengalami renovasi berkali-kali. Contohnya adalah berbagai masjid dan universitas di Mesir, Damaskus, atau Istanbul. Universitas al-Azhar di Mesir faktanya adalah universitas tertua di dunia!
Sebenarnya pendidikan islam mempunyai banyak bentuk peluang hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor.
Pertama yakni dari segi tujuan, menurut imam Al-Ghozali, tujuan pendidikan islam mepuanyai dua hal. [14]
a.        Mengantarkan kesempurnaan manusia yang berujung pada taqarub ilallah.
b.        Mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.
Kedua yakni dari segi fungsi,setidaknya pendidikan islam setidaknya memiliki tiga fungsi yakni
a.       Menumbuhkembangkan (kapasitasfisik dan psikis) peserta didik ketingkat normative yang lebih baik.
b.       Melestarikan ajaran islam yang meliputi ibadah, muamalah, munakahah, dan jinayah
c.       Melestarikan kebudayaan dan peradaban selain dari apa yang telah tersebut di atas, sebenarnya pendidikan islam mempunyai peluang tang sangat luas.
Di zaman yang eperti sekarang ini. Sebut saja (era globalisasi) yang menurut macke marjinal. Globalisasi sangat mengancam umat manusia,dan apabila kita lihat lebih dekat globalosasi ialah suatu ke adaan yang ditandai oleh adanya penyatuan politik, ekonomi, social, imu pengetahuan, teknologi dan lain sebagainya.
Bagi umat islam era globalisasi sendiri ialah suaatu hal yang biasa,karena pada zaman klasik (abad ke-6 s.d. 13M) umat islam telah muali membangun hubangan-hubungan komonikasi, peradaban dan ilmu pengetahuan dengan Negara-negara lain. Tinggal bagaimana kita dalam menentukan sikap sebagai geberasi penerus atau sebagai pewaris, agar pendidikan islam mendapat peluang yang nantinyadapat diterima oleh umat manusia dan perkembanganya.
Setelah apa yang telah dipaparkan di atas, pendidikan mempunyai berbagai macam peluang.dikaranakanmasyarakat pada masa inimulai muncul kesadaran akan pentngnya sebuah pendidikan yang dapat menyelamatkan dirinya dalam proses kehidupan didunia dan akherat pada nantinya.
Serta munculya berbagai macam tuntutandari lapisan masyarakat akan pentingnya untuk melestairikan kebudayaan. Bila kita kaji dari tujuan,fungsi serta pengalaman yang cukuplama dalam penidikan islam. Kiranya pendidikan islam adalah satu-satumya yang akan dapat lebih bias diterima. Karena hal tersebut ialah yang sekarang dibutuhakan oleh masyarakat. seharusnya kitadapat masuk dalm ruangantersebut, sehingga pendidikan islamdapat berkembang dan pendapatkan respon yang baik dari masyarakat.namun dalam proses yang seperti itu selalu ada saja penyelewengan dan ketidaktahuan arti sesungguhnya sehingga yang awalnya ialah sebuah peluang akan dapat berubah menjadi sebuah ancaman atau emacam tantangan pendidikan islam.

BAB III
PENUTUP
  Kesimpulan
Sebuah peradaban maju, termasuk peradaban Islam, tentu mencakup ruang-lingkup yang sangat luas. Kemajuan peradaban Islam masa lalu pun demikian.  Jika buku dianggap sebagai salah satu warisan sebuah peradaban yang gilang-gemilang maka peradaban Islam menjadi peradaban garda depan yang ditopang oleh buku. Di samping menjadi sumber inspirasi bagi kemajuan sebuah peradaban, buku juga menjadi ukuran sejauh mana sebuah peradaban dipandang maju. Para khalifah Islam pada masa lalu memahami benar hal ini.
Berdasarkan pengakuan Will Durant, kebesaran peradaban Islam juga tampak pada beberapa hal berikut:
a.       Jaminan atas keamanan dunia.
b.      Menyatukan umat manusia.
c.       Menciptakan kemajuan ekonomi.
d.      Menjamin kesehatan masyarakat.
Sebenarnya pendidikan islam mempunyai banyak bentuk peluang hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor.
Pertama yakni dari segi tujuan, menurut imam Al-Ghozali, tujuan pendidikan islam mepuanyai dua hal.
1.      Mengantarkan kesempurnaan manusia yang berujung pada taqarub ilallah.
2.      Mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.
Kedua yakni dari segi fungsi,setidaknya pendidikan islam setidaknya memiliki tiga fungsi yakni
1.      Menumbuhkembangkan (kapasitasfisik dan psikis) peserta didik ketingkat normative yang lebih baik.
2.      Melestarikan ajaran islam yang meliputi ibadah, muamalah, munakahah, dan jinayah
3.      Melestarikan kebudayaan dan peradaban selain dari apa yang telah tersebut di atas, sebenarnya pendidikan islam mempunyai peluang tang sangat luas.

DAFTAR PUSTAKA

Marshal Hodgson, The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia ,  pent. Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta: Paramadina, 2004).
Sebut saja misalnya tulisan Hartono Ahmad Jaiz, Pemurtadan di IAIN, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005).
Karel A. Steenbrink, Pesantren,  Madrasah dan Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurkikulum Modern, (Jakarta: LP3ES, 1994).
Dadi Darmadi, “IAIN dalam Wacana Intelektual  Islam  Indonesia”  Artikel Pilihan Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam  Departemen Agama RI. 




[1] Yatim badri, Sejarah Peradapan Islam Dirosah Islamiyah II, (Jakarta, raja grafindo:2006) hal. 3
[2] Shidiq Nouruzzaman, Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta, mentarai massa: 1989) hal 55
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/lahirnya-ilmuwan-besar
[8] Karel A. Steenbrink, Pesantren,  Madrasah dan Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurkikulum Modern, (Jakarta: LP3ES, 1994).

[9]  Lapidus ira M, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian Kesatu (Jakarta, logos wacana ilmu:1997)
[10]  A. Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, bulan bintang: 1973) hal. 23
[11]  A. Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, bulan bintang: 1973) hal 23
[12] A. Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, bulan bintang: 1973) hal 24
[13] A. Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, bulan bintang: 1973) hal 27
[14] Su’ud abu, Islamologi Sejarah, Ajaran Dan Perencanaannya Dalam Peradapan Umat Manusia, (jakarta, raja grapindo: 2006)
Read more »

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Dunia_Pendidikan 2011