Thursday, February 16, 2012

MODEL PENELITIAN TASAWUF “IBNU AROBI” WAHDAT AL WUJUD DALAM PERDEBATAN

BAB I

PENDAHULUAN

    Latar Belakang

Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencakup berbagai jawaban atas sebagai kebutuhan manusia. Slain menghadapi kebersihan lahiriyah juga menghendaki kebersihan batiniyah. Lantaran penelitian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya.[1]

Tasawuf merupakan bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutanya dapat menimbulkan akhlak mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoteric dari diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek fiqih, khususnya pada bab thoharoh yang memusatkan perhatian pada pembersih aspek jasmani atau lahiriyah yang selanjutnya di sebut sebagai dimensi eksotrik.[2]

Dari suasana demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, koropsi, kolusi, penyalagunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan, dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah ini tasawuf di bina secara intensif tentang cara-cara agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.[3]

    Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian tasawuf ?

2.      Siapakah para ahli yang telah timbul upaya untuk melakukan penelitian tasawuf ?

3.      Bagaimana model-model penelitian tasawuf ?

4.      Bagaimana Wahdat al-Wujud menurut Ibn al-‘arabi ?

5.      Bagaimana Panteisme dalam Wahdat al-Wujud menurut Ibn al-‘arabi?

6.      Apakah polemik pemakaian Istilah Panteisme untuk Wahdat al-Wujud?

    Pentingnya Kajian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas pentingnya Kajian yakni :

a)      Untuk mengetahui pengertian tasawuf.

b)      Untuk mengetahui siapa saja para ahli yang telah timbul upaya untuk melakukan penelitian tasawuf.

c)      Untuk mengetahui model –model penelitian tasawuf.

d)     Untuk Mengetahui Wahdat al-Wujud menurut Ibn al-‘arabi.

    Telaah Pustaka

Sudah dijelaskan bahwa antusiasme pengkajian terhadap Ibnu ‘Arabi sejak lama sampai saat ini terus menyala. Pemikiran Ibnu ‘Arabi menjadi daya tarik yang luar biasa melebihi tokoh-tokoh sezamannya dalam bidang tasawuf, untuk selalu dan selalu dikaji dan dipelajari. Ratusan karya yang membahas tentangnya sudah diterbitkan baik berupa buku, artikel, maupun jurnal yang ditulis intelektual Barat maupun Timur termasuk Indonesia. Seperti halnya sebuah obyek yang tidak hanya mempunyai satu sisi untuk dilihat, Ibnu ‘Arabi menawarkan banyak sisi yang selalu menantang untuk diteliti, pemikirannya yang luas dapat dilihat dari banyak segi.

Ada sebagian tokoh yang mengkhususkan diri meneliti riwayat hidupnya saja, misalnya Claude Addas dalam bukunya Quest for the Red Sulphur atau R.W.J. Austin dalam Sufis of Andalusia. Buku yang pertama memaparkan biografi Ibnu ‘Arabi dan yang kedua mengenai riwayat hidup dan zamannya yang memberi penjelasan tentang tujuh puluh orang Maghribi yang menurut Ibnu ‘Arabi dari merekalah dia “mengambil manfaat di jalan akhirat”.

Buku-buku yang memberikan gambaran tentang pemikiran Ibnu ‘Arabi juga tidak kalah banyaknya. Sebagai contoh buku Seal of the Saints dan An Ocean without Shore yang memberikan gambaran yang jelas tentang kedalaman ajaran Ibnu ‘Arabi tentang kewalian dan Qur’an. Buku ini ditulis oleh Michel Chodkiewicz. Sedangkan Henry Corbin dalam bukunya Creative Imagination in the Sufism of Ibnu ‘Arabi  menyajikan ajaran Ibnu ‘Arabi dengan cara sendiri. Stephen Hirtenstein bahkan menulis tentang ajaran dan kehidupan spiritual pribadi Ibnu ‘Arabi sekaligus dalam satu buku, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: Dari Keragaman ke Kesatuan Wujud, Ajaran & Kehidupan Spiritual Syaikh Al Akbar Ibnu ‘Arabi .

Dari sekian banyak buku yang membahas tentang Ibnu ‘Arabi, ada juga yang berusaha sekedar menterjemahkan karya-karyanya dalam bagian-bagian tetentu. Misalnya William C. Chittick mencoba menerjemahkan bagian-bagian dalam Futtuhat Makiyah dalam buku The Sufi Path of Knowledge dan The Self Disclosure of God. Ada juga Angela Seymour yang menerjemahkan 12 bab dari Fusushul Hikam dalam The Wisdom of the Prophet.12

Untuk mewakili tokoh intelek Timur yang menulis buku tentang Ibnu ‘Arabi, kita bisa menyebut A.E. Afifi yang bukunya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Filsafat Mistis Ibnu ‘Arabi. Di dalamnya memaparkan hasil pemikiran Ibnu ‘Arabi yang dia petakan sebagai berikut : Ontologi, logos, Etika dan Estetika. Keempat klasifikasi tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Tokoh lain dari Timur yaitu S.H. Nashr yang memasukkan Ibnu ‘Arabi dalam tiga besar pemikir Islam dalam buku Three Muslim Sages yang meskipun karya pendek tetapi cukup representatif untuk memaparkan pemikiran Ibnu ‘Arabi.

    Metodologi

Penelitan ini bersifat kepustakaan murni atau library research. Artinya data-data yang digunakan berasal dari sumber kepustakaan baik primer maupun sekunder, baik berupa buku, ensiklopedi, jurnal, majalah dan lain sebagainya. Yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

    Model penelitian historis faktual mengenai tokoh dan alirannya. Dalam hal ini adalah Ibnu ‘Arabi dengan wahdatul wujudnya
    Model penelitian Ibnu ‘Arabi dan filsafat sebelum kemudian mencari titik temunya.

Metode yang akan digunakan adalah deskriptif sintesis. Deskriptif adalah menggambarkan konsep atau pemikiran Ibnu ‘Arabi dan Plotinus lengkap dengan riwayat hidupnya. Sintesis adalah suatu usaha mencari kesatuan dalam keragaman atau mencari titik temu antara kedua pemikiran sehingga terwujud keterkaitan.

    Ruang lingkup Kajian

1.      Definisi Tasawuf

Dari segi kebahasaan (linguistic) terdapat sejumlah kata atau istilah yang di hubungkan orang dengan tasawuf. Selain pengertian tasawuf juga dapat dilihat dari segi istilah. Dalam kaitan ini terdapat tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf. [4]

a.         Sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas.

b.         Sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang.

c.         Sudut pandang manusia sebagai makhluk yang bertuhan.

Maka dari itu, tasawuf atau sufisme adalah salah satu jalan yang diletakkan Tuhan di dalam lubuk Islam dalam rangka menunjukkan mungkinnya pelaksanaan kehidupan rohani bagi jutaan manusia yang sejati yang telah berabad-abad mengikuti dan terus mengikuti agama yang diajarkan Al-Qur’an.

2.      Berbagai model dan bentuk dapat dikemukakan sebagai berikut :

1.      Model Sayyed Husein Nasr

Model Sayyed Husein Nasr selama ini dikenal sebagai ilmuan muslim ke-6 di abad modern yang amat produktif dalam melahirkan berbagai karya ilmiah. [5]

2.      Model Kautsar azhari Noor

Model Kautsar azhari Noor memusatkan perhatianya terhadap tasawuf dengan judul Ibnu Arabi : Whdat Al-wujud Dalam Perdebatan, dan telah diterbitkan oleh paramadina, Jakarta, tahun 1995. Paham Wadat Al-wujudi ini timbul dari faham bahwa Allah sebagai diterangkan dalam uraian tentang hulul, ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Oleh karena itu dijadikan ala mini merupakan cermin bagi Allah.

3.      Model Mustafa Zahri

Mustafa Zahri memusatkan perhatiannya terhadap tasawwuf dengan menulis buku berjudul “kunci memahami ilmu tasawuf” diterbitkan oleh Bina Ilmu, Surabaya, tahun 1995. Dalam buku tersebut diterangkan tentang kerohaniahan yang kunci mengenal Tuhan, sendi kekuatan bathin, fungsi kerohanian dalam menenteramkan bathin, tarekat dari segi arti dan tujuannya. Dengan demikian, penelitian tersebut semata-mata bersifat eksploratif yang menekankan pada ajaran yang terdapat dalam tasawuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama’ terdahulu serta dengan mencari sandaran pada al-Qur’an dan al-Hadits.[6]

4.      Model Harun Nasution

Harun Nasution memusatkan perhatiannya di bidang tasawuf yang berjudul “Filsafat dan mistisisme dalam Islam” yang diterbitkan oleh bulan bintang, Jakarta, terbitan pertama tahun 1973. Penelitian yang dilakukan beliau adalah untuk mengambil pendekatan tematik, yakni penyajian yang disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada Tuhan, zuhud dan station-station lain, al-Mahabbah, al-ma’rifah, al-fana dan al-baqa’, al-ittihad, al-hulul dan wahdat al-wujud. Penelitian yang menggunakan pendekatan tematik terasa lebih menarik karena langsung menuju kepada persoalan tasawuf dengan pendekatan yang bersifat tokoh.[7]

5.      Model A.J. Arberry

Dalam bukunya berjudul “Pasang surut aliran Tasawuf”, Arberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan demikian ia coba kemukakan tentang firman Tuhan, kehidupan Nabi, Para Zahid, para sufi. Dari isi penelitian tersebut, tampak Arberry menggunakan analisis kesejarahan yakni berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya. [8]

3.      Model-model penelitian tasawuf

a.       Model Sayyed Husein Nasr

Sayyed husein Nasr selama ini dikenal sebagai ilmuwan muslim kenamaan diabab modern yang amat produktif dalam melahirkan berbagai karya ilmiah.Perhatiannya terhadap pengembangan studi islam.Hasil penelitiannya dalam bidang tasawuf ia sajikan dalam bukunya berjudul tasawuf dulu dan tasawuf sekarang yang di terjemahkan oleh Abdul Hadi W.M dan diterbitkan oleh Pustaka Firdaus,Jakarta tahun 1985.

Model penelitian tasawuf yang diajukan Husein Nasr adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik yang berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah.[9]

b.      Model Mustafa Zabri

Mustafa Zabri memusatkan perhatiannya terhadap tasawuf dengan menulis buku berjudul Kunci Memahami Ilmu Tasawuf diterbitkann oleh Bina Ilmu,Surabaya,tahun 1995.Penelitian yang digunakannya bersifat exsploratif,yakni menggali ajaran tasawuf dari berbagai literature ilmu tasawuf.

Penelitian tersebut semata-mata bersifat exsploratif yang menekankan pada ajaran yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dangan mencari sandaran pada Al Qur’an dan hadis.[10]

c.       Model Kautsar Azhari Noor

Kautsar Azhari Noor selaku dosen pada Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,dalam rangka penulisan disertasinya memusatkan perhatian pada penelitian dibidang tasawuf.Judul penelitiannya . Judul penelitiannya adalah:Ibn Arabi:Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan,dan telah diterbitkan oleh Paramadina,Jakarta,tahun 1995.Kautsar menggunakan studi tentang tokoh dengan fahamnya yang khas,Ibn Arabi dengan fahamnya Wahdat al-Wujud.

d.      Model Harun Nasution

Harun Nasution,guru besar dalam bidang Teknologi dan Filsafat Islam juga menaruh perhatian terhadap penelitian da bidang tasawuf.Hasil penelitiannya dalam bidang taswuf ia tuangkan antara lain dalam bukunya berjudul Falsafat dan Mistisme dalam Islam,yang diterbitkan oleh Bulan Bintang Jakarta,terbitan pertama tahun 1973.Penelitian yang dilakukan Harun Nasution pada bidang tasawuf ini mengambil pendekatan tematik,yakni penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada Tuhan,zuhud dan station-statio lain,al-mahabbah,al-ma’rifah,al-fana’ dan al-baqa,al-itihad,al-hulul,dan wahdat al-wujud.[11]

e.       Model A.J.Arberry

Arberry adalah salah seorang peneliti Barat kenamaan,banyak melakukan studi keislaman,termasuk penelitian dalam bidang tasawuf.Dalam bukunya berjudul Pasang Surut Aliran Tasawuf,Arberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi,yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan demikian ia coba kemukakan tentang firman Tuhan,kehidupan nabi,para Zahid, Para Sufi,para ahli teori tasawuf,struktur teori tasawuf,struktur teori dan amalan tasawuf,tarikat sufi ,teosofi dalam aliran tasawuf ,serta runtuhnya aliran tasawuf.

4.      Wahdah Al Wujud Ibn Al ‘Arabi

1.      Sejarah singkat istirahat wahdat al wujud

Doktrin wahdat al wujud biasanya dihubungkan dengan Ibn Al ‘Arabi karena dianggap sebagai pendirinya. Doktrin yang senada diajarkan oleh beberapa sufi jauh sebelum Ibn Al ‘Arabi yaitu Ma’aruf Al Karkhi (w. 200/815) seorang sufi terkenal dari Baghdad yang hidup 4 abad sebelum Al ‘Arabi, beliau mengungkapkan syahadat dengan kata-kata “Tiada sesuatu pun dalam  wujud kecuali allah”.

Adapun Ibn Al ‘Arabi sendiri sekalipun tak pernah menggunakan doktrin ini dianggap sebagai pendiri doktrin ini. Al ‘Arabi tak hanya menekankan pada keesaan wujud tapi juga menekankan pada keanehan realitas, ia mengajarkan konsep tansyb, tasybih, al batin, az zahir.

Al Qunawi menggunakan istilah wahdat al wujud  untuk menunjukkan keesaan Tuhan sesuai ide Al ‘Arabi tidak mencegah keanekaan penampakan Nya. Meskipun Esa dalam zatnya atau dalam hubungan Nya dengan tanzib Nya, wujud ada banyak dalam penampakanNya. Wahdad al wujud dalam pandangan Farghani taraf terendah dalam kemajuan spiritual.

Nasafi menggunakan istilah teknis untuk menunjukan suatu keseluruhan doktrin. Ia mengungkapkan ahli wahdat untuk menyebut oarang-orang yang mendukung wahdah al wujud.

Ibnu Taymiyyah menggunakan istilah wahdah dalam karyanya, dalam judul 2 uraian :

Ø Ibtal wahdah al wujud (pembatalan wahdah al wujud).

Ø Risalah Ila’man Sa’alahu Haqiqot madzhab al ittihadiyyah ay al’qo’ilin bi wahdah al wujud.

Ibnu Taymiyyah menyamakan wahdah al wujud dengan ittihad, istilah wahdat al wujud bagi taymiyyah mempunyai arti negatif, ia menggunakan sebagai kutukan dan ejekan. Baginya istilah yang sinonim dengan ajaran bidas adalah ittihad dan hulul.

Menurut studi modern di barat, doktrin wahdah al wujud diberi label-label panteisme, monisme, monisme pantelistik. Para studi serius tentang Ibn Al ‘Arabi mengkritik penggunaan label-label Ibn Al’Arabi.

2.      Wujud dan Adam

Penngertian wujud menurut istilah Inggris : being/existence. Kata wujud tidak dterjemahkan secara tepat kedalam bahasa apapun. Marijah Mole mengaku kesulitan menterjemahkan kata wujud secara tepat. Begitu pula W.C chittick tidak bisa menterjemahkan wujud secara memuaskan kedalam kata apapun.

3.      Al Haqq dan Al Khalq

Al Haqq dalam karya Al ‘Arabi memppunyai pengertian yang berbeda dalam konteks-konteks berbeda pola. Al Haqq dalam konteks hubungan antrologis antara Al Haqq dan Al Kholiq. Al Haqq adalah allah sang pencipta, yang esa, sedang Al Khaliq adalah makhluk, alam, yang banyak, al maujudat dan al mukminat.

4.      Tajalli Al Haqq

Konsep tajalli ada dasar pandangan dunia Ibn Al ‘Arabi. Tajalli biasanya diterjemahkan penulis-penulis modern kedalam bahasa Inggris dengan self disclosure (penyingkapan diri/pembukaan diri) self revelation (pembukaan diri,pernyataan diri), self manifestation (penampakan diri) dan theophany (penampakan tuhan).

5.      Al Zahir dan Al Batin

Baik tuhan maupun alam keduanya tidak bisa dipahami kecuali sebagai kesatuan antara kontradiksi-kontradiksi ontologis. Menurt Ibn Al ‘Arabi disebut Al Jam’a Bayna Al Addad dalam falsafah barat disebut coincidentia oppositorum.

6.      Yang Satu dan yang Banyak

Pemahaman yang benar terhadap wujud harus mencakup  bukan hanya kesatuan tetapi juga keanekaanya karena wujud adalah esa dan aneka, satu dan banyak meskipun wujud tuhan hanya satu tapi ia menampakan dirinya (tajalla) dalam banyak bentuk yang tidak terbatas dalam alam.

7.      Tanzih dan Tasybih

Pandangan Al ‘Arabi yang menyatakan bahwa tuhan menpunyai 2 segi kemisterian dan penampakan diri yaitu (tanzih dan tasybih). Dalam teologi Isla, penekanan pemahaman bahwa tuhan berbeda secara mutlak dengan alam sedangakan penekanan pemahaman tuahan, meskipun hanya pada tingkat tertentu mempunyai kemiripan/kesrupaan (tanzih).

8.      Al-Insan al-Kamil

Doktrin al-insan al-kamil Ibn al- Arabi membuat perbedaan antara manusia sempurna pada tingkat universal atau kosmik dan manusia sempurna pada tingkat partikular atau individual. Manusia sempurna pada tingkat universal, sebagaimana dikatakan W.C. Chittick, adalah hakikat manusia sempurna, yaitu model asli yang abadi dan permanen dari manusia sempurna individual, sedangkan manusia sempurna pada tingkat partikular adalah perwujudan manusia sempurna yang para nabi dan para wali Allah.

9.      Al a’yan al-tsabitah

Ibn al arabi addalah orang yang pertama kali menggunakan istikah al a’yan al tsabitah. Kata al a’yan adalah bentuk jamak dari ayn yang berarti substansi, esensi, zat, diri, individualitas, orang penting dan terpandang. Kata tsabitah adalah dalam bentuk muannas, feminim dari kata tsabit. Kata tsabit berarti tetap., tak berubah, pasti, tertentu, tak bergerak, diam, berdiri pada dasaryanng kokoh, tak goncang, teguh, mantap, konstan, stabil, permanen, kebal, tahan lama, abadi, tetap, terjamin,kesatuan yang konstan.

5.      Panteisme menurut Wahdat al-Wujud Ibn al-Arabi

1.      Pengertian Panteisme

Pantaisme berasal dari kata sifat “Panteis” lebih dari dipakai dari pada kata benda “Panteisme”. Kata panteisme dipakai pertama kali oleh John Toland, sang deis Irlandia, dalam karyanya Socinianism Truly Stated yang diterbitkan pada 1705. Panteisme pertama kali dipakai oleh salah seorang Lawan Toland Fay, pada tahun 1709 dan sejak itu istilah ini dengan cepat menjadi lazin digunakan.[12]

Definisi panteisme yang ditulis Thiessen adalah teori yang berpendapat bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah aspek, modifikasi atau bagian belakang dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya. Ia memandng tuhan sebagai satu dengan alam natural. Tuhan adalah semuanya, semua adalah tuhan. Ia muncul dalam bentuk masa kini yang diantaranya mempunyai pula unsur-unsur ateistik, politeistik atau teistik.[13]

Definisi thessen mengidentifikasikan tuhan dengan alam dan dengan demikian tampaknya menyatakan imanensi tuhan secara total dan menolak atau mengabaikan, transendasi-Nya. Maka tuhan adalah impersonal. Menurut CE Plumptre, panteisme dalam pengertian yang diterima secara sistem spikulasi dalam bentuk yang spiritualnya mengidentikkan alam dengan tuhan.[14]

2.      Tipe-tipe Panteisme

                        Menurut Flant ada beberapa tipe-tipe panteisme:[15]

a.    Kaum penteis yang mencari keesaan absolut dalam suatu prinsip matrial, dan membangun sistem-sistem dari apa yang dinamakan panteisme materistik

b.   Kaum panteisme yang mencari keesaan absolut dalam kekuatan fisik dan membangun sistem-sistem dari panteisme dinamis.

c.    Kaum panteis yang memandang keesaan absolut di bawah kesamaan kehidupan organik.

d.   Kaum panteis yang menempatkan keesaan absolut dalam memandang alam indrawi dan alam kesadaran sebagai ilusi.

e.    Panteisme yang berusaha menekankan suatu keesaan absolut yang mencakup semua yang keanekaan.

f.    Panteisme yang menempatkan keesaan absolut subyek dan obyek dari yang ideal dan yang real dari roh dan alam.

g.   Panteisme yang mendiskripsikan prinsip absolud sebagai suatu ego universal dan meliputi suatu ego pratikular.

h.   Panteisme hegal merunduk segala sesuatu pada pemikiran dan mendedukasi segala sesuatu dari pemikiran.

      Pendapat AE Garvie tipe panteisme secara garis besar ada dua:[16]

a.    Jika panteisme berpangkal pada keparcayaan atau keyakinanfilosofis kepada tuhansebagai realitas yang tak terhingga dan kekal maka alam yang terbatas dan temperal yang tertelan pada tuhan, dan pantaisme yang berpandang demikian akosmisme.

b.   Pankosmisme mengaku sebagai satu-satunya yang ada, sedangkan tuhan tidak ada.

3.      Kesamaran perbedaan Panteisme dengan Monisme dan Panteisme

Monomisme diartikan sebagai “Teori bahwa segala sesuatu berasal dari satu sumber terakhir yang tunggal” maka panteisme, panenteisme, teisme dan deisme sama dengan monoisme dalam hal ini karena paham-paham ini sama-sama mengaku bahwa segala sesuatu berasal dari segala sesuatu berasal dari satu sumber, yaitu tuhan.

Apabila diperhatikan pengertian monoisme ini, sulit meredakan antara panteisme dan monoisme. Kedua-duanya mengakui kesatuan realitas. S.A.Q Husaini mengatakan bahwa panteisme adalah salah satu bentuk monisme karena monisme karena disamping mempunyai bentuk panteistik , mempunyai pula bentuk-bentuk subtansial. [17]

6.      Polmik Pemakaian Istilah Panteisme Untuk Wahdat al-Wujud

1.      Pendapat-pendapat yang mendukung pemakaian istilah Panteisme

Pandangan barat tradisional mengatakan bahwa Ibn al-Arabi mewakili panteisme atau monoisme islam tentang tuhan sebagai suatu kekuatan yang hidup dan aktif dan karena itu ia bertanggung jawab sebagaian besar atas rusaknya kehidupan religius islam yang benar. Pendapat An-namare Schimmel yang telah dikemukakan dalam pendahuluan buku ini sayang sekali tidak menyebutkan nama-nama para sarana yang mewakili pandangan barat tradisional.

Schimmel mengatakan bahwa pandangan barat tradisional itu, yang mendukung pengguna istilah-istilah seperti panteisme , panteisme dan bahkan istilah-istilah  “monisme eksistensial”. Reynold A. Nicholson dalam tulisannya Ibn al-arabi yang dimuat dalam Encyclopedia of Religional and Ethis pernah mengatakan bahwa sesungguhnya sistem Ibn al_Arabi boleh dilukiskan sebagai suatu monisme panteismetik.

Hamka memandang bahwa menurut Ibn al-Arabi wujud hanya satu. Wujud alam adalah wujud tuhan. Tidak ada perbedaan diantara keduanya. Dalam pandangan hamka, Ibn al_Arabi mengidentikkan  tuhan dengan alam dan menolah perbedaan diantara keduanya.

2.      Pendapat-pendapat yang mengkritik Pemakaian Istilah Panteisme

Selanjutnya pembicaraan akan diarahkan kepada pendapat-pendapat yang menolak pemakaia istilah panteisme atau monoisme untuk menjuluki doktrin Wahdat al-Wujud. Diantara pendapat-pendapat itu yang perlu di kemukakan adalah pendapat Henry Corbin sarjana perancis ini mengkritisi pengklisifikasian doktrin Wahdat al-Wujud ke dalam monoisme panteisme dan istilah-istilah filsafat barat.

Dalam pandangan Burckhardt, panteisme menghilangkan perbedaan antara tuhan dan alam semesta dan mengacaukan pengertian tuhan sedangkan sufiisme dan wahdat al-wujud tetap mengakui perbedaannya. Nasr mengatakan doktrin tasawwuf tidak mengatakan bahwa tuhan adalah alam, tetapi bahwa alam dan tingkatannya yang real tidak dapat sama sekali lain dari tuhan jika alam adalah tuhan tentuia akan menjadi suatu realitas yang independen sepenuhnya, suatu tuhan bagi dirinya sendiri, dan menghancurkan kemutlakan dan keesaan yang hanya di milik oleh tuhan.

    Kontribusi dalam Ilmu keislaman

Bahwa Ibn al-Arabi menyamakan tuhan dengan alam sehingga tidak ada lagi perbedaan diantara kedua-duanya dan dengan demikian telah mengajarkan doktrin sesat, yang telah menyalahi ajaran tauhid yang murni, tidak dapat dibenarkan. Tuduhan seperti ini timbul dari kesalah pahaman orang-orang yang hanya melihat hanya sisi tanzih dan transendesi-Nya.

Doktrin wahdat al-wujud tidak dapat dipegang sebagai orang yang mmenyimpang dari ajaran tauhid. Sebaliknya, doktrin wahdat al—wujud adalah ekspresi tauhid yang paling tinggi, jika tidak boleh dikatakan sebagai satu-satunya bentuk tauhid yang benar. Dalam doktrin wahdat al-wujud tuhan betul-betul esa karena tidak ada wujud, yaitu wujud hakiki, kecuali tuhan : wujud hanya milik tuhan. Alam tidak mempunyai wujud kecuali sejauh berasal dari tuhan. Alam tidak lebih dari penampakannya.

Doktrin ini mengaku hanya satu wujud atau realita karena mengakui kedua jenis wujud atas realita yang sama sekali independen berarti memberikan tempat kepada syirik politeisme. Doktrin wahdat al-wujud Ibn al-arabi mempunyai posisi yang kuat karena, sebagaimana terlihat dalam karyanya, didukung oleh, atau sumber atau ayat ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.

    Kesimpulan

Bebarapa butir kesimpulan dapat diambil dari uraian di atas adalah:

Ø  Terdapat perbedaan penafsiran tentang wahdat al-Wujud Ibn al-Arabi, sekelompok sarjana menafsirkan bahwa wahdat al-wujud menyamakan tuhan dengan alam dan dengan demikian menghilangkan perbedaan diantara keduanya

Ø  Dan para sarjana tidak sependapat dalam nemdefinisikan dan mengartikan istilah panteisme. Ada pendapat yang mendefinisikan bahwa panteisme adalah kepercayaan bahwa semuanya adalah tuhan dan tuhan adalah semuanya. Tuhan adalah alam dan alam adalah tuhan, dengan definisi ini, tuhan identik dengan alam. Imanensi tuhan ditekankan secara total, sedangkan tandensi_Nya tdak diakui.

Ø  Bahwa Ibn al-Arabi menyamakan tuhan dengan alam sehingga tidak ada lagi perbedaan diantara kedua-duanya dan dengan demikian telah mengajarkan doktrin sesat, yang telah menyalahi ajaran tauhid yang murni, tidak dapat dibenarkan. Tuduhan seperti ini timbul dari kesalah pahaman orang-orang yang hanya melihat hanya sisi tanzih dan transendesi-Nya.

Ø  Doktrin wahdat al-wujud tidak dapat dipegang sebagai orang yang mmenyimpang dari ajaran tauhid. Sebaliknya, doktrin wahdat al—wujud adalah ekspresi tauhid yang paling tinggi, jika tidak boleh dikatakan sebagai satu-satunya bentuk tauhid yang benar. Dalam doktrin wahdat al-wujud tuhan betul-betul esa karena tidak ada wujud, yaitu wujud hakiki, kecuali tuhan : wujud hanya milik tuhan. Alam tidak mempunyai wujud kecuali sejauh berasal dari tuhan. Alam tidak lebih dari penampakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alasdar Maclntyre, “Panteisme” The Ensyclopedia Of Philosophy, Diedit Oleh Paul Edwar, 8 Vol (New York: The Macmillan Company & The free Press, 1967

Endang Syaifudin anshari, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam Dan Umatnya, ( Bandung; Pustaka perpustakaan salman ITB, 1982) cetakan III

Hamka, Tasawuf, Perkembangan Dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984)

Harun Nasution, Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspek, 2 Jilid (Jakarta UI Press, 1979)

Ibrahim B. Madkur, Wahdat Al-Wujud Bayna Ibn Arabi Wa Spinoza,

Louis Leahyy, Manusia Di Hadapan Allah, Kosmos, Manusia, Dan Allah (Yogyakarta&Jakarta: Kanisius dan Gunung Mulia, 1986)

W.C. Chittik, “Rumi”

Yunasril Ali, Membersihkan Tasawuf Dari Syirik, Bid’ah Dan Khurafat (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya, 1987)

[1] Hamka, Tasawuf, Perkembangan Dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984) h. 156

[2] Yunasril Ali, Membersihkan Tasawuf Dari Syirik, Bid’ah Dan Khurafat (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya, 1987) h. 35

[3] Harun Nasution, Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspek, 2 Jilid (Jakarta UI Press, 1979) h. 88

12 Untuk buku-buku yang telah disebut, secara lengkap dapat dilihat dalam Stephen Hirtenstein, “Bacaan Lanjut”, ibid., hlm. 367-368.

[4]  Endang Syaifudin anshari, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam Dan Umatnya, ( Bandung; Pustaka perpustakaan salman ITB, 1982) cetakan III h. 132

[5] Ibrahim B. Madkur, Wahdat Al-Wujud Bayna Ibn Arabi Wa Spinoza, h 367-370

[6] Ibrahim B. Madkur, Wahdat Al-Wujud Bayna Ibn Arabi Wa Spinoza, h 367-370

[7] Ibrahim B. Madkur, Wahdat Al-Wujud Bayna Ibn Arabi Wa Spinoza, h 367-370

[8] Ibrahim B. Madkur, Wahdat Al-Wujud Bayna Ibn Arabi Wa Spinoza, h 367-370

[9]  W.C. Chittik, “Rumi” h 23

[10] W.C. Chittik, “Rumi” h 23

[11] W.C. Chittik, “Rumi” h 23

[12] Alasdar Maclntyre, “Panteisme” The Ensyclopedia Of Philosophy, Diedit Oleh Paul Edwar, 8 Vol (New York: The Macmillan Company & The free Press, 1967, h 589

[13] Alasdar Maclntyre, “Panteisme” The Ensyclopedia Of Philosophy, Diedit Oleh Paul Edwar, 8 Vol (New York: The Macmillan Company & The free Press, 1967, h 589

[14] Alasdar Maclntyre, “Panteisme” The Ensyclopedia Of Philosophy, Diedit Oleh Paul Edwar, 8 Vol (New York: The Macmillan Company & The free Press, 1967, h 589

[15]  Louis Leahyy, Manusia Di Hadapan Allah, Kosmos, Manusia, Dan Allah (Yogyakarta&Jakarta: Kanisius dan Gunung Mulia, 1986) h. 132

[16] Louis Leahyy, Manusia Di Hadapan Allah, Kosmos, Manusia, Dan Allah (Yogyakarta&Jakarta: Kanisius dan Gunung Mulia, 1986) h. 132

[17] Louis Leahyy, Manusia Di Hadapan Allah, Kosmos, Manusia, Dan Allah (Yogyakarta&Jakarta: Kanisius dan Gunung Mulia, 1986) h. 132
Read more »

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Dunia_Pendidikan 2011